Pada masa keemasan peradaban Islam, industri adalah salah satu sektor yang berkontribusi pada penciptaan kekayaan, lalu-lintas perdagangan dunia dan kebijakan luar negeri Kekhilafahan Islam yang mendominasi dunia saat itu. Bukti kemajuan industri bisa dilihat pada masa Kekhilafahan Umayah, Abbasiyah dan Utsmaniyah.
Kemajuan sains dan industri itu berkonstribusi bagi kemajuan Eropa meski sering ditutup-tutupi. Penulis liberal Eropa John William Draper1 dalam bukunya, The Intellectual Development of Europe (Perkembangan Intelektual Eropa), berkata, “Saya menyayangkan literatur Eropa yang sengaja meminimalkan konstribusi peradaban Islam dalam kemajuan sains. Tentu ini tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Bangsa Arab telah meninggalkan warisan intelektual pada Eropa yang patut diakui oleh dunia Kristen.”
Saat dunia Eropa masih terbelakang pada Abad Pertengahan, Dunia Islam telah memproduksi hal baru dan komoditas komersial secara massal dan memperdagangkannya ke seluruh penjuru dunia. Armada kapal dagang Islam Spanyol (Andalusia) memiliki tidak kurang dari 1000 kapal. Perdagangan internasional menjadi subur yang melibatkan pertukaran komoditas barang antarnegara dan meliputi banyak suku dan bahasa dunia.
Kemajuan Industri Masa Khilafah Abbasiyah2
Aplikasi teknologi dalam industri telah diterapkan oleh para insinyur Muslim yang berhasil mengendalikan tenaga air, tenaga angin dan tenaga uap yang terlihat dengan menjamurnya berbagai kompleks pabrik (tiraz). Penggunaan kincir air di Dunia Islam yang dimulai sejak abad ke-7 hingga abad ke-9 digunakan untuk menjalankan industri makanan, industri kertas, industri gula dan industri roti. Pada abad ke-11 hampir seluruh wilayah propinsi Andalus (Spanyol Islam), Afrika Utara, Timur Tengah hingga Asia Tengah sudah menggunakan teknologi ini dalam produksi tepung dalam skala industri.
Lebih jauh lagi, turbin air dengan roda gerigi untuk memindahkan air dari satu ketinggian ke ketinggian yang lain juga sudah dibangun pada waduk sehingga mampu mengekploitasi potensi energi air secara maksimal. Ini disempurnakan pada abad ke 12 oleh insinyur Muslim Al Jazari yang menemukan prinsip perputaran piston yang kemudian diintegrasikan ke dalam bentuk mesin.3 Inilah cikal bakal mekanisasi industri. Prototipe teknologi ini pun ditransfer ke Eropa yang kelak menjadi cikal bakal terjadinya revolusi industri.
Berbagai macam industri juga bermunculan seperti industri pertanian, keramik, pembuatan peralatan astronomi, arloji, kertas, kaca, obat-obatan dan tekstil. Industri transportasi juga berkembang seperti industri perkapalan, industri persenjataan dan juga industri pemanfaatan mineral seperti besi, timbal, perunggu.
Kemajuan industri4 pada masa Khilafah Abbasiyah ini tidak bisa dilepaskan dari peran Khalifahnya, yaitu Harun ar-Rasyid, Khalifah al-Ma’mun dan Khalifah Mu’tasim Billah. Dua khalifah yang pertama dikenal sebagai pendukung sains dan matematika. Adapun Khalifah Mu’tasim menaruh perhatian besar pada kemajuan industri dengan mendirikan banyak pabrik di Irak.
Untuk mendukung inovasi dalam teknik industri, kampus Jundishapur didirikan. Di situ di antaranya ilmu tentang produksi gula dikembangkan sehingga bisa diterapkan di Khuzistan dan juga di Spanyol yang terkenal kualitasnya. Khilafah Abbasiyah tidak hanya memproduksi untuk kepentingan domestiknya. Khilafah juga mengekspor komoditas penting seperti produk pertanian, gelas, alat berat, sutra, tekstil, parfum seperti mawar, air, saffron, sirup dan minyak.
Dengan makin banyaknya wilayah baru yang masuk Islam, proses urbanisasi pun tidak terelakkan. Padang pasir Arabia yang tandus lalu disulap menjadi subur dengan pembangunan sistem irigasi yang melibatkan kanalisasi dari Sungai Euphrat dan Tigris. Sebaliknya, daerah yang berair seperti rawa-rawa yang mengelilingi Baghdad justru dikeringkan untuk menghindari malaria. Dengan demikian industri infrastruktur seperti sistem pembuangan limbah bawah tanah (qanats), pemandian umum dan pipa air minum merupakan pemandangan yang sudah lazim ditemukan pada masa itu.
Kebutuhan untuk penulisan manuskrip dan buku mendorong terbentuknya pabrik kertas yang dimulai sejak abad ke-8 di Baghdad. Pada abad ke-12, pabrik kertas sudah tersebar di Mesir, Maroko dan Spanyol hingga memasuki Eropa.
Untuk memperlancar aktivitas ekspor atau impor komoditas produksi dari atau ke dalam wilayah Khilafah, dibangunlah industri perkapalan sepanjang pelabuhan penting yang disebut Darul Sanayeh. Pelabuhan Abla dan Sirafin di Teluk Persia, Tunis di pantai Afrika Utara, Dania di Spanyol, Palermo dan Messina di Sicilia Islam, Bari di Italia Islam dan Acre di Syria merupakan situs pabrik perkapalan. Dibentuk sejak zaman Khilafah Umayah, pelabuhan Sus di Maroko merupakan industri perkapalan terbesar pada masa Khilafah Abbasiyah. Salahudin Ayyubi juga membangun komplek industri perkapalan yang besar di Beirut sehingga ia mampu menangkal serangan armada pasukan salib.
Industri Alutsista Masa Khilafah Utsmani
Kemajuan industri pada masa Khilafah Abbasiyah terus berlanjut hingga masa Khilafah Utsmani. Khilafah Utsmani terus berjaya berkat kombinasi antara kekayaan ekonomi dan kekuatan bersenjatanya. Kombinasi ini terjadi karena adanya promosi teknologi inovatif, salah satunya pada sektor industri pertambangan yang memproduksi perak dan baja, guna memenuhi kepentingan pencetakan uang dan juga industri alutsista. Sistem industri dan administrasi pertambangan yang kompleks dan penerapan teknologi peleburan bijih besi yang efisien menghasilkan logam berkualitas sehingga menunjang pertumbuhan ekonomi.5
Dalam Islam pertambangan besar adalah milik umum dan pengelolaannya dijalankan oleh negara. Salah satu pusat pertambangan yang terkenal di abad ke-16, Sidrekapsi memperkerjakan sekitar 6 ribu penambang yang bertugas untuk menjalankan proses peleburan metal dengan menggunakan 500-600 tungku. Menurut dokumen Khilafah, para penambang dituntut untuk menghasilkan 347 kilogram perak pertahunnya.
Besi berkualitas hasil produksi berbagai pusat pertambangan menjadi komoditas utama dalam industri pembuatan meriam Khilafah Utsmani, sebagai tulang punggung persenjataan militer yang disegani di seluruh Eropa. Tophane-i Amire merupakan pusat industri senjata berat yang memproduksi berbagai macam meriam dalam berbagai ukuran.6Dalam sejarahnya, industri meriam memiliki peran besar termasuk dalam menundukkan Kota Konstatinopel yang akhirnya jatuh ke pangkuan Islam pada masa Sultan Muhammad al-Fatih. Meriam berdiameter raksasa yang belum pernah terlihat di Eropa telah diproduksi dalam industri meriam berat dan digunakan untuk menghancurkan benteng pertahanan Kota Konstatinopel saat itu. Para pekerja dalam industri senjata juga memiliki latar belakang kewarganegaraan yang berbeda. Urban yang merupakan warga negara Hungaria, Jorg dari Nuremberg dan George dari Frankfurt adalah contoh ekspatriat ahli pembuat meriam besar yang bekerja pada industri tersebut.
Industri bubuk mesiu pun didirikan untuk mendukung meriam yang ditempatkan di medan pertempuran. Sekitar 12 baruthanes (pusat industri bubuk mesiu berdiri di Negara Khilafah sejak abad ke-16 dan tersebar di berbagai kota seperti Istanbul, Kairo, Baghdad, Aleppo, Yaman, Buda, Belgrade dan Temesvar. Khilafah bahkan mencapai status swasembada mesiu hingga abad ke-18. Pabrik mesiu pada abad ke-16 sendiri menghasilkan tidak kurang dari 1000 ton dan pada abad ke-17 produksi mesiu mencapai 1037 ton. Jumlah ini mencukupi kebutuhan pertempuran besar. Khilafah Utsmani mengirim sekitar 540 ton mesiu ke lini depan perang dalam upaya mengepung Kota Wina di Austria7.
Konstribusi bagi Dunia
Industri Islam yang dimulai sejak abad ke-11 membantu melahirkan kondisi terciptanya revolusi industri di Eropa di abad ke-15 dan ke-17 Masehi. Kemajuan industri Khilafah itu sangat dipengaruhi oleh motivasi terpenting yang melandasi aktivitas industri dalam Islam. Kebijakan industri Khilafah Islam terkait erat dengan tuntutan al-Quran untuk menciptakan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kemajuan industri sipil di Dunia Islam saat itu pun berkorelasi dengan berbagai macam kemudahan dan nilai tambah yang tinggi pada berbagai produk seperti tekstil, pertanian, dan makanan. Distribusi komoditas menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui jalur perdagangan internasional hingga mencapai Eropa itu sendiri.
Penguasa Islam (Khalifah) juga dituntut untuk menjaga wibawa Islam dalam menjalankan dakwah Islam. Karena itu, tidak aneh jika tumbuhnya industri persenjataan pun ditopang dan didukung oleh Khalifah sebagai perwujudan ayat al-Quran yang memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan demi menggentarkan musuh-musuh Islam. Industri senjata serta seluruh infrastrukturnya tumbuh sepanjang masa Khilafah.
Untuk mencapai kemajuan kembali dalam pengembangan industri, perlu penyadaran bahwa sektor industri yang terkait dalam bidang strategis seperti pertahanan, pertambangan, energi, dan pertanian dan produksi alat berat memerlukan institusi negara yang kuat. Pengalaman masa lalu pun menunjukkan peran negara (Khilafah) yang kuat dalam menfasilitasi terbentuknya sektor industri. Walhasil, kini dunia memerlukan kembali revolusi industri yang berasaskan Islam, tentu dalam institusi Khilafah Islam. []
Catatan kaki:
1 http://salems2.tripod.com/industrial_progress.htm
2 http://islam.wikia.com/wiki/Abbasid_Caliphate
3 http://www.khilafah.com/index.php/the-khilafah/economy/6557-islam-and-industrial-development
4 http://salems2.tripod.com/industrial_progress.htm
5 N. Nerantzis. 2009. Pillars of Power: Silver and Steel of the Ottoman Empire. Mediterranean Archaeology and Archaeometry, Vol. 9, No. 2, pp. 7185
6 S. Ayduz. 2006. Artillery Trade of the Ottoman Empire. Foundation for Science Technology and Civilisation.
7 Agoston,Gabor. Guns for the Sultan: Military Power and the Weapons Industry in the Ottoman Empire. Cambridge Studies in Islamic Civilization. Cambridge University Press 2005
No comments:
Post a Comment