Monday, January 30, 2012

Perbankan Syariah Akan Terus Meningkat


Perdamaian Dunia yang sejati tidak akan bisa dicapai tanpa kemampuan masyarakat dunia keluar dari jerat kemiskinan. (Nobel Foundation)

Ini merupakan kabar gembira bagi para pengusaha menengah dan kecil yang berjuang susah payah mendapatkan kucuran kredit dari bank untuk modal usaha.

Sementara kalangan perbankan sepertinya tidak mau mengambil resiko karena khawatir para pengusaha menengah dan kecil ini tidak mampu mengembalikan hutangnya kepada bank, Bank Syariah justru berhasil melakukan langkah-langkah kebijakan perkreditan yang cukup progresif.

Mari kita lihat data Bank Indonesia.Ternyata, perbankan Syariah telah meningkatkan pembiayaan mudharabah atau pembiayaan bagi hasil. Menurut data Bank Indonesia, porsi pembiayaan mudharabah meningkat dari 19,4 persen pada akhir 2008 menjadi 20,6 pada akhir Maret 2009.

Ini berarti, Bank Syariah tidak hanya tetap menyalurkan pembiayaan, tetapi juga berhasil mendorong sektor riil untuk tetap bergerak meski Bank Syariah tahu hal ini bukannya tanpa resiko.

Sekadar informasi bagi kalangan awam di bidang ekonomi, khususnya perbankan, pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan bagi hasil antara bank dan nasabah peminjam dengan besaran margin yang disepakati.

Jika laba usaha peminjam besar, maka keuntungan yang diperoleh bank juga besar dan begitu pula sebaliknya.

Meningkatnya pembiayaan mudharabah tentu saja merupakan berita bagus bagi kalangan pengusaha menengah dan kecil yang memerlukan modal usaha berkisar antara 30 sampai 50 juta rupiah. Dan ini mencirminkan arah kebijakan perbankan Syariah untuk berpihak kepada pengusaha menengah dan kecil daripada pengusaha atau konglomerat besar.

Celakanya, sektor perbankan Indonesia saat ini dinilai terlalu berpihak kepada pengusaha besar yang biasanya mengejar modal ratusan sampai miliaran rupiah. Perbankan umum sepertinya lebih mudah mengalokasikan kreditnya kepada pengusaha besar dibandingkan sektor usaha menengah dan kecil.

Bank-bank konvensional umumnya menolak memberi kredit kepada pengusaha menengah dan kecil tanpa jaminan (collateral) misalnya tanah, rumah dan lain sebagainya. Padahal rakyat miskin ini kan umumhnya tidak punya kemampuan menyediakan jaminan tersebut.

Karenanya, gagasan perbankan Syariah untuk mengangkat harkat pengusaha lemah memang patut dipuji. Seperti tercatat dalam Data Bank Indonesia, dari total pembiayaan mudharabah sebesar Rp 39,1 triliun, sebanyak 70,9 persen telah disalurkan ke usaha kecil dan menengah.


Mencontoh Bank Grameen Bangladesh

Bank Syariah telah menerapkan skema kredit kecil dengan mencontoh konsep Grameen Bank di Bangladesh. Yaitu dengan mengembangkan lembaga keuangan mikro. Nah, Bank Syariah kemudian mengembangkan lembaga keuangan mikro Syariah yang penerapannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Yaitu menerapkan sistem bagi hasil, bukan sistem bunga (riba).

Beberapa contoh antara lain seperti Bank Muamalat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sedangkan yang berbentuk bukan bank terdiri dari Baitul Mal Wa Tamwil(BMT) di bawah pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dan Koperasi Syarkah Muawanah yang diberdayakan oleh beberapa Pesantren.

Status legalnya ada yang berbentuk koperasi, tapi umumnya masih dalam pembinaan yayasan atau sama sekali lepas dari institusi pengembang.

Tahun 1976, Bangladesh mengembangkan konsep Grameen Bank, dengan misi melayani rakyat yang termiskin dari yang miskin. Grameen dalam bahasa Bangla berarti desa atau pedesaan. Jadi Grameen memberikan kredit mikro tanpa jaminan. Hebatnya lagi, Bangladesh sempat mengklaim jumlah yang membayar cicilan hutangnya (repayment rate) ternyata mencapai 96 sampai 100 persen. Suatu bukti bahwa tidak benar kalau pengusaha menengah dan kecil puna sifat untuk menghindar bayar hutang.

Dalam kasus Indonesia, ternyata juga tak kalah menggembirakan. Seperti diungkapkan oleh Direktur Perbankan Syariah BI Ramzi A Zuhdi, aset perbankan Syariah nasional mengalami pertumbuhan di triwulan I tahun 2009.

Aset meningkat dari Rp 49,5 triliun pada akhir Desember 2008 menjadi Rp 51,6 triliun pada akhir Maret 2009.   

Masih Rapuh Sebagai Lembaga Keuangan

Namun ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Beberapa masalah internal masih terjadi seperti fakta bahwa struktur kelembagaannya masih belum berfungsi sebagai sistem lembaga keuangan yang efisien, daya dobrakya belum meluas dan terkesan kurang produktif.

Selain itu, sumberdaya manusia masih terbatas, manajemen yang belum efektif sehingga belum efisien, serta keterbatasan modal. Sementara itu dari segi eksternal, kemampuan monitoring juga belum efektif. Apalagi infrastruktur sampai sekarang masih kurang mendukung.

Ini tentu saja harus menjadi perhatian para pelaku bisnis dan perbankan. Bila perlu, jangan segan-segan belajar dari negara lain yang berhasil memberdayakan sektor ekonomi lemah. beberapa negara bisa jadi baha studi yang cukup efektif seperti Kanada, India dan Korea Selatan. Ketiga negara ini ternyata lembaga keuangan mikronya mampu dan telah berhasil untuk menjadi kekuatan efektif untuk pembiayaan para petani, peternak, produsen, maupun konsumen.


Tim Global Future Institute
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: 5

Jalankan Ekonomi Syariah Secara Utuh


Menjalankan ekonomi syariah secara utuh dapat mencipatkan kesimbangan dalam sistem perekonomian. Demikian disampaikan Deputi Menko Bidang Perdagangan dan Industri, Edi Putra Irawadi dalam acara Economic Outlook 2012 di Jakarta, Rabu (16/11). "Kalau mejalankan ekonomi syariah akan tercipta keseimbangan ekonomi yang sempurna. ini yang diajarkan ekonomi syariah," tuturnya.

Lebih jauh ia mengatakan, ekonomi syariah juga dapat menghilangkan distorsi, seperti riba. "Dan menghilangkan kekurangan supply dan demand serta menciptakan sustainibility," jelasnya.

Edi menambahkan, potensi syariah di Indonesia sangat besar. Salah satunya bisa dilihat dari potesi penghimpunan zakat yang bisa mencapai Rp100 triliun menurut Asian Development Bank (ADB). "Zakat yang terkumpul pada 2008 Rp920 miliar, dan Rp1,2 triliun di 2009 oleh Baznaz," tukasnya.

Sementara ekonomi syariah juga dapat meningkatkan potensi UMK untuk berkembang. "Dari data BPS ada 53,2 juta unit UMKM yang menyerap 99,8 juta orang. Sumbangan UMKM ke PDB sebesar 57,2%," tuturnya.

Diharapkan pula ekonomi syariah dapat menurunkan kemiskinan. Tahun lalu jumlah angka kemiskinan sebear 7,1% dan ditargetkan pada 2014 sebesar 5-6% 2014 angka kemiskinan. [hid]

http://ekonomi.inilah.com
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: 5

Berita Internasional, Revolusi Mesir


Ratusan ribu orang telah berkumpul di Tahrir Square, Kairo untuk memperingati setahun pertama revolusi Mesir yang menggulingkan penguasa lama mereka, Hosni Mubarak.

Setahun sudah sejak Mesir,  terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia, turun ke jalan untuk menyerukan reformasi dan untuk menuntut pengunduran diri Presiden Mubarak yang telah berkuasa di Mesir selama 30 tahun.

Teriakan-teriakan tentang revolusi dan keinginan mengganti rezim militer yang berkuasa masih diserukan oleh para pemuda di Lapangan Tahrir pada hari Rabu.

Sementara itu, sekitar 3.000 orang, yang diampuni oleh penguasa militer bertepatan dengan setahun revolusi, dilaporkan telah keluar dari penjara Tora yang terletak di pinggiran Kairo.

Dalam upaya nyata untuk menenangkan tuntutan reformis, dewan militer dalam beberapa hari terakhir mengampuni orang yang dihukum di pengadilan militer sejak Mubarak digulingkan.

Militer, yang menerima kekuasaan saat presiden mengundurkan diri pada 11 Februari, telah merencanakan perayaan massal dengan parade angkatan laut di kota Alexandria, angkatan udara di Kairo dan atraksi kembang api di seluruh negeri.

Dewan militer yang berkuasa juga mengeluarkan koin peringatan sebagai penghormatan untuk mengenang rakyat yang jadi korban revolusi.

Tujuan revolusi

Aktivis mengatakan revolusi telah dibajak oleh Hussein Tantawi, yang selama dua dekade menjadi menteri pertahanan Mubarak, yang sekarang memimpin dewan militer.

Wael Khalil, blogger dan aktivis Mesir, mengatakan kepada Al Jazeera: "Tentu, revolusi belum mencapai tujuannya dan itulah sebabnya slogan utama sekarang di jalan, orang-orang akan kembali ke Tahrir Square, karena revolusi terus sampai mendapatkan tujuan."

"Segala sesuatu yang telah dicapai dalam satu tahun terakhir adalah hasil dari protes dan tuntutan rakyat.

"Persidangan Mubarak, pemilu yang bebas, partisipasi masyarakat dalam pemilu dan tuntutan lainnya tidak tercapai oleh kekuatan dari atas, bukan oleh SCAF (dewan militer), tapi orang-orang menekan dari bawah."

Para pengunjuk rasa ingin Tantawi dan para jenderal yang berkuasa lainnya untuk segera turun dan untuk keluar dari penyusunan konstitusi baru negara itu, karena takut mereka mungkin mempertahankan kekuasaan militer dalam konstitusi tersebut.

Militer telah berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil saat presiden dipilih pada bulan Juni.

[muslimdaily.net/aljazeera]
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: 5

Sunday, January 29, 2012

Moneter Stabil Dengan Ekonomi Syariah


Sistem ekonomi syariah sudah terbukti mampu membuat situasi moneter stabil dan iklim perdagangan menjadi lebih baik. Namun tantangan studi ekonomi syariah ke depan adalah menjadi pemikiran yang bersifat universal dan bukan sebatas untuk orang Islam saja.

Demikian diungkapkan Ketua Pusat Studi Ekonomi Syariah (PSES) Fakultas Ekonomi Universitas Pandjadjaran (FE Unpad) Prof .Dr. Nen Amran dalam pembukaan Seminar dan Lokakarya “History of Islamic Thought” (Sejarah Pemikiran Islam) di Aula MM Unpad, Bandung, Rabu (24/2).

“Seperti contohnya potensi zakat yang luar biasa besarnya. Zakat mampu membuat distribusi neraca menjadi merata jika dikelaola dengan baik. Dan, ini harus menjadi suatu teori. Jangan sampai ekonomi syariah yang diajarkan di Kampus hanya sebatas kumpulan doa-doa saja,” kata Nen.

Nen mengatakan ekonomi berbasis syariah bisa membuat ekonomi lebih stabil dari pada ekonomi konvensional yang selama ini dipakai. Sehingga pengembangan studi ekonomi syariah pun harus berbasis pengetahuan (science) juga. Untuk itu, pengembangan studi ekonomi syariah harus bisa mengidentifikasi dan merumuskan fenomena-fenomena yang terjadi, mampu membuat model atau kerangka teori yang mendasarinya, serta mampu mengatasi masalah serta pemecahannya di masa mendatang.

“Tantangan bagi orang kampus adalah bagaimana mentransformasikan pemikiran ekonomi Syariah itu menjadi science,” kata Nen.

Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Muliaman D. Hadad mengatakan Ekonomi syariah di Indonesia saat ini masih sangat simpel, bahkan perbankan syariah masih dijalankan secara elementer (dasar) dan sangat simpel. Muliaman mengakui bahwa kurangnya Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor penghambat ekonomi syariah saat ini.

“SDM bank syariah saat ini sekitar 15 ribu. Dalam lima tahun ke depan masih butuh 40 ribu SDM,” kata Muliaman, beberapa waktu lalu.

Nen menjelaskan bahwa Seminar dan Lokakarya “Sejarah Pemikiran Islam” itu dimaksudkan guna menumbuhkan dan menanamkan motivasi dan dasar untuk semakin menggali pemikiran-pemikiran Islam. Seminar itu pun menghadirkan Assistant Profesor Dr. Syamsuddin Arif dari International Institute Thought and Civilizition, International Islamic University Malaysia (ISTAC IIUM Malaysia). Syamsuddin optimis melalui kajian seperti di pusat studi ekonomi syariah ini sedikit demi sedikit bisa membuka pengetahuan dan pentingnya penerapan ekonomi syariah.

“Masa kebangkitan Islam itu harus dimulai dengan banyaknya kajian-kajian tentang pemikiran Islam termasuk dalam kajian ekonomi syariah ini. Mudah-mudahan hal itu bisa menjadi bongkahan-bongkahan batu yang menyusun sebuah piramida,” kata Syamsuddin. (A-130/kur)


Sumber : Pikiran-rakyat.com
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: 5

Pentingnya Terapkan Ekonomi Syariah


Krisis global yang terus melanda di Dunia akhir-akhir ini adalah tanda dari tidak becusnya kapitalis mengelola perekonomian dunia, ketika Amerika harus mengeluarkan milyaran juta dollaruntuk hanya membeli toxic debt (dana Racun) yang merupakan tumpukan agunan properti dari rakyatnya. Dan negara-negara lain yang tergabung dalam G-20 sibuk mencari solusi untuk krisis ini dengan mengumpulkan dana untuk menstabilkan perekonomian dunia.

Sebenarnya solusi-solusi diatas bukanlah ujung penyelesaian dari krisis global, mengapa karena ada sebuah masalah mendasar yang harus dipecahkan terlebih dahulu.Layaknya mencabut tanaman seandainya kita pangkas atasnya saja maka tanaman itu akan tumbuh lagi bahkan tumbuhlebih lebat lagi, namun ketika kita coba cabutakar dari tanaman tadi maka tanaman itu pastinya tidak akan tumbuh lagi.

Masalahnya terletak pada Uang yang sekarang berfungsi sebagai alat tukar adalah uang kertas,padahal kita ketahui bahwa nilai intrinsik kertas sebenarnya tidaksama dengan nilai ekstrensik yang dimiliki olehuang tersebut, maksudnya apa...misalnya uang bernilai 10US$ coba kita lirik nilai dasar kertas (unsur Intrinsik) dan kita ketahui bahwa nilai kertas itu tidak sampai 10US$ sehingga sebenarnya nilai mata uang kertas yang beredar sekarang adalah nilai gambling (kira-kira) dan hanya bersifat spekulatif sehingga tinggi rendahnya nilai uang berdasar pada penafsiran kapitalis Amerika, ketika uang banyak beredar nilainya akan cenderung rendah dan apabila uang yang beredar sedikit maka nilainya akan cenderung meningkat.

Kedua standar uang yang ada didunia adalah tertuju pada dollar yang sudah kita ketahui sebelumnya nilinya pun hanya perkiraan,sehingga nilai-nilai mata uang kita cenderung rendah dan bahkan diatur oleh mereka untuk kepentingan mereka (Kapitalis Amerika).

Ketiga sistem ekonomi ribawi yang jelas-jelas merugikan dan bakalan menyebabkan ketidak stabilan perekonomian dunia karena sistem ekonomi ribawi bersifat capital oriented (berorientasi kepada para pemilik modal) contoh lihatsaja bank-bank yang menawarkan bunga begitu besar, disana yang bisa menabung pastihanya orang-orang yang berduit banyak sehingga dengan semakin banyakmereka menabung maka keuntungan yang mereka dapatdari bunga bank tadi semakin banyak.

Nah dari hal-hal inilah kemudian banyak pengamat ekonomi mulai melirik sistem ekonomi syariah karena mereka memandang dari berbagai aspek. pertama, standar uang yang bernilai gambling dihapuskan digantikan dengan logam mulia yang standarnya cukup stabil dan digunakan sebagai alat tukar yaitu Emas dan Perak atau sering disebut Dinar dan Dirham. kedua, sistem ekonomi yang terbebas dari standar Ribawi yang cenderung capital oriented tapilebih berprinsip berkeadilan, dan manfaat bagi siapa saja baik kaya maupun miskin ketiga, konsep bagi hasil yang sama-sama menguntungkan dan bermanfaat bagi semuanya dan pengstandaran terhadap salah satu mata uang dihapuskan sehingga terhindar dari permainan birokrat kapitalis asing melainkan berstandar padanilai logam mulia itu sendiri.

Pasca krisis properti yang melanda Amerika pada waktu lalu, Antonio Syafie seorang pelopor dan pengamat ekonomi Syariah hadir dalam dialog BOOMING EKONOMI SYARIAH di Metro TV dan mengatakan bahwa sebenarnya sekarang adalah saat-saat terbesar meningkatnya minatmasyarakatkepada Bank-Bank syariah.

Kemudian dalam Today'S Dialogue Rizal Malaranggeng kalah opini dengan pembicara dari salah satuorganisasi Islam ketika beliau mengatakan bahwa kapitalis adalah sistem terbaik tetapi beliau tidakmampu menjawab apa solusi kapitalis atas krisis yang terjadi secara global ini sedangkan pembicaradari salahsatu oraganisasi Islam tadi dapat memberikan solusi yang luar biasa dengan sistem ekonomi syariahnya

Dan beberapa hari yang lalu Hendri Saparini mengatakan bahwa ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang berkeadilan dan bisa menjadi solusi atas krisis yang terjadi sekarang sungguh luar biasa itulah solusi Islam yang luar biasa benarnya firman Allah "dzalikal kitaabula roybaafih" yang artinya inilah kitab yang didalamnya tidak ada keraguan sedikitpun Islam punya  solusi terhadap permasalahan bangsa dan dunia saat ini

Mari kita tegakkan Islam karena Islam adalah solusi!


http://muslimyouthsmasa.multiply.com/
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rumah Zakat Indonesia Terus Meningkat


Rumah Zakat menargetkan pencapaian dana zakat infak dan sedekah (ZIS)  dan dana kemanusiaan lainnya tahun ini sebesar Rp342,8 miliar, atau meningkat lebih dari 200% dibandingkan dengan perolehan ZIS 2011 yang mencapai Rp146 miliar.

“Kami optimistis mencapai target ZIS sebesar Rp342,8 miliar itu, karena masih relevan dan wajar. Hal itu mengingat potensi dana filantropi di Indonesia menurut Majalah Swa pada 2006, mencapai Rp2,3 triliun- hingga 4,6 triliun,” kata Nur Efendi, CEO Rumah Zakat, hari ini di sela-sela acara peluncuran program Big Smile Indonesia 2012 di Jakarta.

Dia menuturkan dari total penerimaan zakat 2011, porsi perusahaan yang memberikan sebagai bagian dari kegiatan CSR mereka mencapai 9%. “Pada tahun ini porsinya akan kami tingkatkan menjadi 20%,” ujarnya.

Untuk membantu mencapai target tersebut, katanya, saat ini Rumah Zakat sudah memiliki kantor cabang yang tersebar di 18 provinsi, dan 29 kota besar di Indonesia.

Pada 2012 ini, tambahnya Nur Efendi, Rumah Zakat juga menargetkan untuk membantu sebanyak 1,3 juta mustahik (penerima zakat) di Indonesia, melalui 4 rumpun program pemberdayaan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan.

“Pada tahun lalu kami dapat memberikan bantuan kepada 835.163 penerima layanan manfaat yang tinggal di Aceh sampai Papua,” katanya.

Dia menuturkan pada 2011 Rumah Zakat memperoleh amanah sebesar Rp146 miliar dari para donatur dan mitra, yang jumlahnya mencapai 99.246 orang. Tahun ini, katanya, pihaknya akan berupaya menghimpun dana lebih banyak lagi, sehingga akan banyak juga masyarakat kurang mampu yang dapat dibantu.

Nur Efendi memaparkan untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat, serta tercpainya Millenium Development Goals (MDGs), Rumah Zakat mengelola dan menyalurkan dana ZIS dan kemanusiaan lainnya melalui rangkaian program yang bersifat produktif.

“Big Smile Indonesia merupakan sebuah gerakan pengibaran semangat optimisme melalui rangkaian aksi senyum pemberdayaan untuk Indonesia yang lebih membahagiakan. Gerakan ini lanjutan dari program  Merangkai Senyum Indonesia yang diluncurkan pada 2010,” ungkapnya.

Melalui Big Smile Indonesia, tambahnya, Rumah Zakat berupaya menyalurkan bantuan kepada masyarakat kurang mampu lewat pendidikan (Senyum Juara), kesehatan (SenyumSehat), ekonomi (Senyum Mandiri), dan lingkungan (Senyum Lestari) di 121 wilayah binaan, atau Integrated Community Development (ICD).

Di bidang pendidikan, katanya, pihaknya sudah memilimi program Sekolah Juara, yang memberikan  pendidikan gratis dan berkualitas. “Saat ini Rumah Zakat telah mendirikan 12 Sekolah Juara yang tersebar di 11 kota. Selain itu juga mempunya program beasiswa untuk murid SD sampai mahasiswa, yang hingga 2011 telah membantu sebanyak 629.626 orang siswa,” ungkap Nur Efendi.

Untuk bidang kesehatan, ujarnya, sudah didirikan 7 Rumah Bersalin Sehat Keluarga, da 1 Klinik Sehat. Bekerja sama dengan 38 mitra Layanan Bersalin, kini Rumah Zakat sudah memiliki 58 unit armada kesehatan, dan mobil jenazah gratis.


The Globe Journal
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah


Rating: 5

Saturday, January 28, 2012

Pembiayaan Industri Pada Bank Syariah




Melanjuti artikel tentang bank syariah, sekarang kita akan melihat pembiayaan bank syariah, salah satunya sebagai alternatif pembiayaan Industri Kreatif. Industri kreatif Indonesia dihadapkan pada enam permasalahan utama, yaitu kuantitas dan kualitas sumber daya insani, ketersediaan bahan baku, iklim usaha, apresiasi, teknologi informasi dan komunikasi, dan pembiayaan. Sulitnya memperoleh pembiayaan masih merupakan salah satu yang sering muncul ke permukaan, dimana ketiadaan agunan dan kurangnya pengetahuan tentang industri kreatif masih merupakan penyebab utama.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencari solusi permasalahan pembiayaan industri kreatif melalui berbagai program seperti KUR dan PKBL, sampai kepada upaya memasukkan terminologi industri kreatif dalam nomenklatur (tata nama keilmuan tertentu) kebijakan Bank Indonesia. Bahkan, telah tercipta Nota Kesepahaman antara Pemerintah dengan BNI 46 untuk kemudahan akses pembiayaan pelaku kreatif. Salah satu potensi sumber pembiayaan yang tampaknya luput dari perhatian adalah bank syariah, yang dipelopori Bank Muamalat Indonesia sejak 1991.


Melihat pola operasi bank syariah, pembiayaan jenis ini dapat menjadi alternatif bagi pelaku industri kreatif. Seperti halnya bank konvensional, bank syariah juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi yang operasinya berdasarkan syariah, menghubungkan nasabah pemilik dana (Shahibul Maal) dengan nasabah yang membutuhkan dana (Mudharib).

Penghimpunan dana dari shahibul maal diperoleh dalam dua bentuk, yaitu Wadiah dan Mudharabah. Wadiah berbentuk produk giro dan tabungan, dan Mudharabah berbentuk dana investasi untuk dikelola bank seperti halnya deposito. Sementara itu penyaluran dana kepada mudharib dilakukan melalui dua prinsip yaitu prinsip bagi hasil dan prinsip jual beli.

Prinsip bagi hasil dilakukan secara mudharabah dan musyarakah yang tidak mengisyaratkan agunan dan bunga. Mudharabah yaitu bank memberi modal niaga kepada nasabah untuk diniagakan dengan perjanjian, dimana keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Sementara musyarakah adalah kerjasama antara bank dan nasabah, dimana bank setuju untuk membiayai usaha secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan persentase tertentu dari jumlah total biaya usaha dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha berdasarkan persentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Prinsip jual beli dilakukan secara murabahah, salam dan istishna dengan memberikan barang dan bukan uang pada produk jual beli, sehingga komitmen pengusaha tetap terjaga. Murabahah adalah pembiayaan berdasarkan akad jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank membeli barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan margin yang disepakati. Sedangkan salam adalah transaksi jual beli, dimana barang yang diperjualbelikan belum ada sehingga barang tersebut diserahkan secara tangguh oleh penjual (nasabah), sedangkan pembayaran secara tunai oleh pembeli (bank). Istishna menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Istishna dilakukan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi dengan spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah dan harga jual dicantumkan dalam akad istishna serta tak boleh berubah selama berlakunya akad.

Jelas terlihat bahwa pola operasi bank syariah berbeda dengan pola bank konvensional. Pola operasi bank syariah didasari oleh semangat menolong. Semangat ini ditunjukkan oleh ketiadaan agunan, ketiadaan bunga, prinsip bagi hasil dan prinsip jual belinya. Ketiadaan agunan, ketiadaan bunga, prinsip bagi hasil, dan prinsip jual beli ini pulalah yang menjadi penyebab mengapa pembiayaan syariah dapat menjadi alternatif bagi pelaku kreatif yang sulit memperoleh pembiayaan dari bank-bank konvensional karena faktor agunan dan faktor kepercayaan terhadap industri kreatif.



Hingga saat ini, model pembiayaan syariah terus berkembang di Indonesia yang ditandai dengan semakin banyaknya bank-bank syariah baru di tanah air. Tidak kurang dari 16 bank syariah telah hadir di berbagai daerah di Indonesia.




Program-program pembiayaan syariah pun semakin berkembang, diantaranya adalah Pembiayaan Dana Berputar Bank Mandiri Syariah dan Pembiayaan Bisnis Modal Kerja iB dari Bank Mega Syariah. Pembiayaan Dana Berputar adalah fasilitas pembiayaan modal kerja dengan prinsip musyarakah yang penarikan dananya dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan riil nasabah. Pembiayaan jenis ini memiliki persyaratan seperti nasabah komersial kecil, menengah, besar dan korporasi; nasabah harus membuat laporan penggunaan dana selama 1 (satu) bulan; fasilitas diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja sementara; setiap periode penggunaan fasilitas Pembiayaan Dana Berputar harus digunakan untuk pencapaian realisasi sales sehingga dapat bagi hasil; dan memiliki aktifitas rekening koran yang aktif berkaitan dengan kegiatan bisnisnya.

Sementara itu Pembiayaan Bisnis Modal Kerja iB Bank Mega Syariah merupakan fasilitas pembiayaan modal kerja usaha produktif dengan menggunakan konsep syariah mudharabah dan musyarakah dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati antara bank dan nasabah. Modal kerja usaha produktif meliputi seperti pengadaan bahan baku, barang dagangan/persediaan, kebutuhan menutupi hutang/piutang usaha dan kebutuhan operasional dan ekspansi usaha lainnya. Persyaratan umum yang harus dipenuhi nasabah adalah Warga Negara Indonesia; perorangan, usia minimal 21 tahun dan pada saat pembiayaan lunas berusia maksimum 55 tahun; Badan Hukum (PT, Yayasan, Koperasi) dengan masa usaha minimal 2 (dua) tahun memiliki kinerja baik; tidak terdaftar dalam pembiayaan bermasalah Bank Indonesia dan Bank Mega Syariah; dan memenuhi persyaratan berdasarkan penilaian bank.

Industri-industri kreatif startup yang belum bankable dapat memanfaatkan pola penyaluran dana melalui bagi hasil, demikian juga dengan industri-industri kreatif yang akan mengembangkan usahanya. Sementara industri-industri kreatif yang membutuhkan peralatan dan mesin, seperti kerajinan dan fesyen, dapat memanfaatkan pola penyaluran dana melalui prinsip jual beli syariah untuk memperoleh kebutuhan peralatan dan mesinnya. Perkembangan menggembirakan dari bank syariah di Indonesia ini, kiranya dapat menjadi salah satu alternatif solusi permasalahan pembiayaan industri kreatif.

Ref: Erika Asdi (Peneliti Ekonomi Kreatif)
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah


Rating: 5

Perekonomian Syariah di Indonesia


Prospek Indonesia dalam perekonomian syariah diperkirakan akan tumbuh subur. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya bank syariah di Indonesia.

"Dalam konteks jumlah bank kita menonjol di dunia, membuat ranking kita di dunia Islamic meningkat ranking-nya. Potensi kita paling besar, selain ekonomi kita," tutur Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah ketika ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (11/11/2011).

Menurut Halim, perekonomian syariah Indonesia saat ini sudah mendekati perekonomian syariah Turki. "Turki sedikit agak lebih besar, tapi tidak (beda) jauh," tambahnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pertumbuhan perekonomian syariah di Indonesia sendiri telah melebihi pertumbuhan syariah dunia yaitu mencapai angka 40 persen. "Ekonomi kita besar, penduduk kita besar, negara pertumbuhan microfinance paling cepat di dunia," kata Halim.

"Rata-rata pertumbuhan total aset perbankan syariah 40 persen dalam lima tahun terakhir. Dunia hanya 10-15 persen," imbuh dia.

Selain itu, framework syariah di Indonesia juga dikatakan sebagai alasan terus meningkatnya perekonomian syariah di Indonesia. "Menonjol dalam sisi jumlah, syariah framework-nya modelnya beda, fatwah itu datangnya dari dewan syariah nasional, kalau yang lain masing-masing bank," pungkasnya. (mrt) (rhs) 


http://economy.okezone.com
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: 5

(HTI) Gelar Forum Para Pengusaha Muslim


Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggelar forum temu para pengusaha Muslim di Gedung Smesco, Jakarta, Kamis (26/01/2012). Acara yang diberi nama Muslim Entrepreneur Forum (MEF) 2012 ini mengambil tajuk “Bersatu Tegakkan Syariah dan Khilafah”.

Menurut keterangan  ketua panitia, Fahmi Sodri, acara yang pertama kali diselenggarakan HTI ini diikuti peserta 1200 orang pengusaha Muslim dari seluruh Indonesia.

Menurut Fahmi, acara ini merupakan forum yang pertama kali di dunia. “Saat banyak forum pengusaha ketika berkumpul lebih sering bicara bisnis, tapi di forum ini akan bicara soal komitmen dalam dakwah,” kata Fahmi saat memberikan keterangan pers di sela-sela acara.

Ia juga menegaskan, MEF bertujuan untuk mengumpulkan energi penegakkan kembali syariah dan khilafah dari pengusah seluruh Indonesia. “Mereka juga bagian dari dakwah Islam, dan forum ini menjadi sarana untuk mengajak mereka (pengusaha) untuk menjadi pejuang syariah dan khilafah,” tegasnya.

Lebih lanjut Fahmi menyampaikan, acara tersebut juga dihadiri oleh peserta dari luar negeri dan tokoh-tokoh Islam. Turut hadir juga, pengusaha Muslim terkenal, seperti Iskandar Zulkarnain (mantan komisaris Bank Muamalat Indonesia) dan Muhaimin Iqbal (Gerai Dinar) .  

Sementara itu, Juru Bicara HTI, Ustadz Ismail Yusanto yang juga hadir dalam konferensi pers menyatakan bahwa kegiatan MEF ini merupakan upaya partai dakwah ini untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berjuang demi tegaknya syariah dan khilafah. “Termasuk juga para pengusaha,” tegasnya.

Senada dengan Fahmi, Ismail juga mengatakan bahwa pengusaha juga bisa berjuang untuk tegaknya syariah dan khilafah. “Acara ini merupakan awal untuk membangun komitmen tersebut. Nanti di akhir acara akan ada pernyataan komitmen tersebut,” ujar Ismail yang juga sedang merintis sebagai pengusaha.

Lebih lanjut, Ismail menegaskan, digelarnya forum ini bukan berarti HTI hendak membuat forum baru bagi pengusaha Muslim, seperti yang telah ada selama ini.

HTI, tegas Ismail, tidak akan masuk pada ranah praktis dalam mewujudkan ekonomi Islam. “Tugas HTI adalah melakukan penyadaran kepada masyarakat. Diharapkan dari usaha itu akan muncul kesadaran pada level personal dalam menjalankan kehidupan sesuai nilai-nilai syariah. Selanjutnya, dari kesadaran itu akan dipraktekan dalam kehidupan,” jelas Ismail menjawab pertanyaan wartawan.

Tentu saja untuk mewujudkan hal ini, papar Ismail, HTI akan terus melakukan pembinaan dan pengkajian lanjutan setelah forum ini usai. “HTI kukuh dalam jalan dakwah hingga mencapai cita-citanya,” pungkas Ismail.

Rep: Ahmad Damanik
Red: Syaiful Irwan
http://www.hidayatullah.com
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: 5

Friday, January 27, 2012

Grand Strategy Untuk Perbankan Syariah


Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah (selanjutnya ditulis Grand Strategy) dirumuskan oleh Bank Indonesia dalam kerangka program akselerasi pengembangan pasar perbankan syariah Indonesia. Dalam Grand Strategy ini Bank Indonesia menetapkan visi 2010 pengembangan pasar perbankan syariah nasional, yaitu: sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN dan penetapan target pencapaian secara bertahap yaitu :

Fase I (2008): “Membangun Pemahaman Perbankan Syariah Sebagai Beyond Banking ” Pencapaian target aset sebesar Rp 50 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 40%.

Fase II (2009): “Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai Perbankan Syariah Paling Attractive di ASEAN”, Pencapaian target aset sebesar Rp 87 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 75%.

Fase III (2010): “Menjadikan Perbankan syariah Indonesia Sebagai Perbankan Syariah Terkemuka di ASEAN” Pencapaian target aset sebesar Rp 124 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 81 %.


Untuk mewujudkan visi baru pengembangan pasar perlu dilakukan serangkaian program utama pelaksanaan Grand Strategy yaitu sebagai berikut:

(1)Program Pencitraan baru perbankan syariah

Visi baru pengembangan sebagai pasar yang atraktif itu akan dipayungi program pencitraan baru dengan memposisikan perbankan syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, yang ditunjang berbagai keunikan seperti konsep perbankan yang memiliki keanekaragaman produk dengan skema variatif dan dilakukan secara transparan agar adil bagi kedua belah pihak, oleh tenaga perbankan yang kompeten dalam keuangan dan beretika, didukung IT system yang up date & user friendly, serta fasilitas ahli investasi, keuangan dan syariah. Positioning dan diferensiasi tersebut akan membawa arti bahwa sesungguhnya perbankan syariah ''lebih dari sekedar bank'.
Citra yang melekat selama ini pada perbankan syariah adalah bank yang diperuntukkan untuk kalangan muslim/orang yang mau naik haji, dengan atribut yang menekankan kepada simbol keislaman, produk yang hampir serupa dengan produk konvensional dan layanan yang masih terbatas dengan brand ''bank yang adil dan menentramkan''.
Setelah menjadi fenomena global dan menarik perhatian luas, perbankan syariah Indonesia semestinya memiliki citra baru yang bisa menarik muslim abangan, setengah santri, atau non muslim. Perbankan syariah adalah untuk semua kalangan yang menginginkan keuntungan kedua belah pihak, bank dan pelanggan dengan atribut yang lebih menekankan ke substansi (universal values) sebagai kemanfaatan bagi semua. Berbagai produk dengan skema yang variatif, jaringan yang luas, serta fasilitas layanan yang bisa diandalkan, maka layaklah disematkan bahwa branding baru bank syariah, yakni ''Lebih dari Sekedar Bank''.

Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah 

(2)Program Pengembangan Segmen Pasar Perbankan Syariah

Untuk mendukung pencitraan baru, terutama dalam mengubah persepsi perbankan syariah yang ekslusif untuk golongan tertentu. Program pengembangan segmentasi akan berguna untuk mengkonkretkan langkah positioning ke benak konsumen yang menjadi target market. Sebagai acuan para pelaku untuk mengembangkan pasar perbankan syariah, telah dipetakan segmentasi baru konsumen perbankan syariah Indonesia berdasarkan orientasi perbankan dan profil psikografisnya menjadi lima segmen: mereka yang sangat mengutamakan penggunaan bank syariah (“pokoknya syariah”), mereka yang ikut-ikutan, mereka yang mengutamakan benefit seperti kepraktisan transaksi dan kemudahan akses, mereka yang menggunakan bank syariah sebagai sarana pembayaran gaji dan transaksi bisnis,dan segmen mereka yang mengutamakan penggunaan jasa bank konvensional yang telah ada.
Melalui riset pasar terhadap nasabah perbankan syariah dan konvensional terlihat adanya paradoks dalam perilaku konsumen perbankan. Paradoks pengguna disebabkan oleh pengguna perbankan syariah di Indonesia cenderung berperilaku pragmatis, bahkan nasabah dari segmen ''pokoknya syariah” ternyata juga adalah nasabah bank konvensional. Potret nasabah perbankan di Indonesia umumnya sudah memahami keunggulan masing-masing perbankan di mana perbankan konvensional unggul dalam jaringan yang luas dan memiliki fasilitas layanan yang handal dan luas yang pada saat ini belum bisa ditandingi oleh perbankan syariah. Di sisi lain, perbankan syariah unggul karena karekteristik produk, sehingga mereka ingin menggunakan kedua jenis perbankan.

(3)Program pengembangan produk

Untuk merealisasikan pencitraan industri perbankan syariah yang ''lebih dari sekedar bank'', diperlukan sebuah program pengembangan produk yang akan dapat mendorong pelaku untuk melakukan inovasi produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema yang variatif dan sekaligus bisa menunjukkan perbedaan dengan perbankan konvensional. Program ini menjadi keharusan agar keunikan dan value proposition yang solid yang dimiliki perbankan syraiah dibandingkan dengan perbankan konvensional lebih terlihat jelas. Beberapa inisiatif program pengembangan produk antara lain dalah perumusan keunikan dan value proposition produk dan jasa perbankan syariah yang akan ditawarkan kepada masyarakat, mendorong mirroring produk dan jasa internasional, mendorong foreign owned sharia banks untuk membawa produk-produk yang sukses di luar negeri ke Indonesia, serta streamlining perizinan produk.

(4)Program peningkatan pelayanan.

Dari survei tingkat kepuasan terhadap simpanan bank konvensional dan bank syariah, kualitas layanan perbankan syariah dinilai oleh responden lebih baik di core benefit yang ditawarkan sementara kualitas layanan perbankan syariah masih perlu ditingkatkan dalam aspek jaringan pelayanan. Sedangkan dilihat dari tingkat kepuasan terhadap pinjaman bank konvensional dan bank syariah, kualitas perbankan syariah dinilai oleh responden lebih baik hampir di semua aspek. Kualitas layanan perbankan syariah yang ternyata tidak kalah dibandingkan perbankan akan terus diupayakan. Peningkatan kualitas layanan perbankan syariah diarahkan ke memperkecil gap ekspektasi dan layanan sebagai lembaga yang universal dan handal. Agar kualitas layanan perbankan syariah bisa menjadi solid di masa depan, maka peningkatan kualitas layanan mesti dilakukan di area yang terkait keunikan maupun bersifat umum. Dengan mengadopsi konsep Service Excellence berdasarkan dimensi RATER (Reliability, Assurance, Tangible, Emphaty, responsiveness).

(5)Program sosialisasi dan komunikasi terhadap stakeholders yang terkait secara langsung maupun tidak langsung untuk pengembangan pasar untuk mensosialisasikan paradigma baru pengembangan industri perbankan syariah Indonesia yang modern, terbuka, dan melayani seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Berbagai program sosialisasi dan komunikasi dalam rangka edukasi publik seluruhnya diarahkan agar sejalan dengan positioning bank syariah yang telah direkomendasikan oleh Grand Strategy, yaitu sebagai “Lebih dari Sekedar Bank (Beyond Banking) “. 



http://uchiemasdar.blogspot.com/
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah
Rating: 5

Keutamaan Menyayangi Anak Yatim

Keutamaan memuliakan anak yatim selain mendapatkan  “makanan jiwa”  ternyata berbagi untuk anak yatim dan duafa bisa membuat kita mendapat begitu banyak kebaikan diantaranya beroleh kebaikan berlipat ganda dan dilembutkan hatinya.
  • "Barangsiapa meletakkan tangannya diatas kepala anak Yatim dg penuh kasih sayang, maka ALLAH akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yg disentuhnya" (H.R. Ahmad)
  • "Seseorang mengeluhkan hatinya yg keras kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda : “ Usaplah kepala anak YATIM (dg penuh kasih sayang) dan beri makanlah orang miskin." (H.R. Ahmad)
  • “Aku dan pemelihara anak YATIM, di syurga seperti ini” kata Rasulullah sambil memberi isyarat dg merapatkan jari telunjuk dan jari tengah beliau." (H.R Bukhari)
  • “Barang siapa yang mengambil anak YATIM dari kalangan Muslimin, memberinya makan dan minum maka ALLAH akan memasukkanya ke sorga, kecuali bila mereka melakukan dosa besar yg tak terampuni", (syirik- pen) – (H.R. Thurmudhi)
  • “ Barang siapa yang mengasuh tiga anak yatim, dia bagaikan bangun pada malam hari dan puasa pada siang harinya dan bagaikan orang yang keluar setiap pagi dan sore menghunus pedangnya untuk berjihad fisabilillah. Dan kelak di surge bersamaku bagaikan saiudara, sebagaimana kedua jari ini, yaitu jari telunjuk dan jari tengah". (HR Ibnu Majah)
Rumah tempat pemeliharaan anak YATIM tsb akan sangat dimuliakan:
  • “Sebaik-baik rumah kaum muslimin adalah rumah yg didalamnya anak YATIM diperlakukan dg sangat baik. Dan sejelek-jelek rumah kaum muslimin adalah rumah yg didalamnya anak YATIM diperlakukan dg sembarangan dan kasar.” (H.R. Ibnu Mubarak)
  • “Demi yang mengutusku dengan hak, ALLAH tidak akan menyiksa pada hari qiamat nanti, orang-orang yang menyayangi anak yatim, santun dan lemah lembut pembicaraan mereka dengan anak YATIM itu serta menyayangi kelemahan dan keyatimannya" (H.r. Thabrani dari Abu Hurairah)

Bank Syariah Ada Potensi dan Prospektif


Indonesia dianggap sebagai pasar yang prospektif untuk perkembangan bank syariah. Hingga kini pasar bank syariah di Indonesia masih sekitar tiga persen dari total pertumbuhan nasional. Menurut Direktur OCBC Al-Amin, Syed Abdull Aziz Jailani Syed Kechik, memang angka ini masih amat kecil. Meski demikian, Indonesia tetap punya prospek. 

Ia malah mengatakan dengan penetrasi yang masih kecil, pasar syariah di Indonesia justru bisa saling melengkapi dengan bank konvensional. ''Jadi di sini yang ada bukan persaingan malah komplementari,'' katanya dalam seminar Indonesia and the Growth of Islamic Finance yang diselenggarakan Islamic Finance News Roadshow, Selasa (22/11).

Hal senada juga diutarakan Presiden dan Penasehat Senior, BNP Paribas Investment Partners, Eko Priyo Pratomo. Meski mengakui memang pasar syariah masih minim, dikatakannya, ia yakin pasar bank syariah bisa terus berkembang di Tanah Air.

''Masih ada sekitar 97 persen pasar yang bisa digarap,'' katanya dalam seminar yang sama. Dikatakannya dengan mengembangkan produk, baik lokal kepada lokal ataupun lokal kepada global, ia yakin industri ini akan semakin signifikan ke depan.

Sementara itu, menurut Direktur Utama Maybank Syariah Indonesia, Baharudin Abdul Majid, dalam mengembangkan perbankan syariah, Indonesia tidak boleh terlalu fokus terhadap peran pemerintah. Menurutnya, perbankan syariah harus melakukan sejumlah inovasi agar terus tumbuh ke depan.

Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), mengatakan usaha memajukan perbankan syariah merupakan salah satu bentuk dari jihad. ''Saya berharap suatu saat tanpa menggunakan kata islam, perbankan syariah bisa berdiri. Karena apa yang dimuat dalam aturan keuangan Islam sudah universal,'' ungkapnya.

Perbankan syariah berkembang di sejumlah negara seperti Malaysia, Brunei dan Timur Tengah. Di Indonesia perkembangan perbankan syariah baru terlihat beberapa tahun belakangan. Hingga kini aset perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp 100,8 triliun. Rata-rata perbankan syariah bermain di sektor ritel.


Redaktur: Johar Arif
Reporter: Sefti Oktarianisa

http://www.republika.co.id
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah
Rating: 5

Bank Syariah Memiliki Prospek Yang Baik


Sungguh membanggakan, hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia selama kurun waktu 2001-2004, bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah semakin meningkat dari tahun ke tahun, dengan pertumbuhan yang signifikan (Laporan BI : 2005).

Peningkatan itu terutama terlihat dari segi volume usaha, ekspansi pembiayaan, aset dan pangsa pasar (market share). Survei tersebut menunjukkan bahwa bank syariah memiliki prospek yang baik dan telah diterima eksistensinya di tengah masyarakat. Di samping itu, yang tidak kalah menggembirakan adanya antusiasme perbankan konvensional untuk memasuki lembaga keuangan syariah. Fenomena ini, pada gilirannya akan mendorong industri keuangan syariah menjadi aspek penting dalam kehidupan nasional bahkan internasional.

Hanya yang perlu dipertanyakan adalah, apakah perbankan syariah telah menjadi bank alternatif, yang mampu melayani masyarakat secara profesional? Pertanyaan lain, apakah perbankan syariah telah dimanfaatkan sepenuhnya oleh lapisan masyarakat, kuhususnya umat Islam? Jawaban dari kedua pertanyaan itu nampaknya belum. Mengapa? Karena di satu sisi, eksistensi perbankan syariah di Indonesia belum sepenuhnya mapan (established). Hal ini mengingat masih relatif muda usianya ketimbang bank konvensional. Di sisi lain, masih seabregnya tantangan yang mesti dihadapi perbankan syariah di Indonesia.

Nampaknya peluang perbankan syariah ke depan akan semakin meningkat, ketika perbankan syariah mampu menghadapi dan memecahkan berbagai tantangan baik yang sifatnya internal maupun eksternal.

Sejarah dan Perkembangan Bank Syariah

Dalam historisnya di Indonesia, perbankan syariah lahir dari rahim MUI yang secara formal ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991. BMI sebagai bank syariah pertama boleh dikatakan sebagai anak emas dari hasil kerja keras Tim Perbankan, yang dibentuk MUI. Selanjutnya, bank syariah semakin lama mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat hingga sekarang.

Adiwarman A. Karim (2001), seorang pejuang perbankan syariah berujar, “Perbankan syariah mulai menggeliat, persis ketika perbankan nasional sedang dilanda badai,” Tentu, kita masih ingat dengan mega krisis moneter cukup dahsyat pada 1997. Saat itu, banyak bank konvensional yang collaps, akan tetapi perbankan syariah mampu bertahan dan tetap eksis dari terpaan krisis. Rupanya dalam peristiwa itu ada semacam blessing in disquise. Bahkan pasca reformasi, perbankan syariah mengalami perkembangan yang membanggakan. Terutama semenjak diberlakukannya UU No 10 Tahun 1998, yang mengatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dijalankan perbankan syariah, serta memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah.

UU No. 10 Tahun 1998 yang lahir di tengah ‘krismon’ itu, disambut gegap gempita oleh masyarakat perbankan, terutama yang peduli dan berada dalam pengelolaan perbankan syariah. Sejumlah bank konvensional membuka unit syariah. Diantaranya Bank Syariah Mandiri, yang membuka layanan syariah dengan sifat stand-alone (berdiri sendiri), BNI ’46 syariah, BPR syariah, BPD Jabar, BII syariah, Bank Danamon syariah dan IFI syariah. Bahkan tidak ketinggalan, sebuah bank milik asing ikut pula membuka unit syariah, yakni HSBC syariah.

Dibukanya unit syariah pada bank konvensional, baik pelat merah (milik pemerintah) maupun pelat kuning (milik swasta), ikut menumbuhsuburkan perbankan syariah, sekaligus memudahkan dan membantu sosialisasi kepada masyarakat. Sampai akhir 2004, tercatat ada 3 bank umum syariah, 15 unit usaha syariah, 355 KC/KCP dan 89 BPRS. Total aset bank syariah pada akhir November 2003 sebesar Rp 7,8 triliun naik menjadi Rp 14 triliun pada akhir 2004. Jumlah DPK (dana pihak ketiga) mencapai Rp 10.6 triliun atau meningkat 104,6 %, sedangkan dana yang berhasil disalurkan sebesar 10,9 triliun atau meningkat sebesar 97 % (Laporan BI, 2004). Diperkirakan total aset bank syariah secara nasional pada akhir 2005 mencapai Rp 20 sampai Rp 25 triliun. Kuantitas yang terus bertambah dan adanya kenaikan total aset yang signifikan tersebut, menjadi indikator pesatnya laju perkembangan bank syariah.

Peluang Perbankan Syariah

Perbankan syariah, sesungguhnya memiliki peluang yang besar untuk terus berkembang. Gubernur BI, Burhanuddin Abdulah (2005) menegaskan, ‘prospek perbankan syariah di masa depan, diperkirakan akan semakin cerah.’ Menarik untuk dicatat, Bank Indonesia telah merevisi proyeksi pertumbuhan aset dan jaringan kantor bank syariah. Pada tahun 2011 diperkirakan aset bank syariah mencapai Rp 171 triliun dengan share bank syariah sekitar 9,10 persen dari total bank di Indonesia (BI, 2005) dengan jumlah kantor cabang diperkirakan mencapai 817 buah. Untuk tahun 2005, menurut Ketua DSN, KH. Ma’ruf Amin (2005) akan ada tiga bank asing dan 14 BPD yang membuka layanan syariah.

Peluang yang besar dan terbuka lebar bagi perbankan syariah di Indonesia, merupakan sesuatu yang wajar. Setidaknya ada sejumlah argumentasi untuk menguatkan pendapat ini. Pertama, mayoritas penduduk Islam. Kuantitas ini, merupakan pangsa pasar yang begitu potensial. Ketika umat Islam mau memanfaatkan maka bank syariah akan berkembang lebih pesat dan dahsyat. Akan tetapi, bukan berarti menafikan pelanggan non-muslim, bahkan menjadi tantangan tersendiri bagi insan perbankan syariah untuk meraihnya. Beberapa perbankan syariah luar negeri, sudah banyak memiliki customer non-muslim. Kedua, fatwa bunga bank. Fatwa ini, dapat menjadi legitimasi bagi perbankan syariah dalam mensosialisasikan kiprahnya. Umat perlu disadarkan bahwa ada alternatif pilihan, bahkan solusi untuk menghindari bunga, berganti sistem bagi hasil (profit sharing) yang lebih berkeadilan. Walaupun tidak lantas terjebak dengan sentimen emosional keagamaan tapi tetap mengedepankan rasional profesional dengan tampilnya bank syariah yang sehat dan terpercaya. Ketiga, menggeliatnya kesadaran beragama. Hal ini ditandai dengan maraknya acara keagamaan seperti pengajian dan umroh para eksekutif dan selebritis, diskusi aktual keislaman di kampus atau masjid, termasuk kuliah subuh di radio dan televisi.

Bahkan ada majelis atau instansi mengadakan acara keagamaan secara rutin. Tentunya, semua ini memberi andil cukup besar dalam menggugah kesadaran beragama, termasuk untuk menerapkan perekonomian Islam. Keempat, menjalarnya penerapan ekonomi Islam. Saat ini, hadir asuransi syariah (takaful), pegadaian syariah, MLM syariah (ahad net), koperasi syariah, pasar modal dan obligasi syariah termasuk bisnis hotel syariah. Pada gilirannya, memberi peluang begitu lebar bagi bank syariah untuk melakukan net working, sehingga akan lebih berkembang dan bisa saling menguntungkan. Kelima, berkembangnya lembaga keislaman. Kehadiran partai Islam pasca reformasi, setidaknya berpengaruh terhadap iklim kehidupan nasional. Terutama ketika politisi muslim tampil sebagai pembuat kebijakan (law maker). Diharapkan kebijakannya sesuai syariah dan mendukung penuh pada kemajuan bank syariah. Berdirinya sekolah tinggi ekonomi Islam atau sejumlah perguruan tinggi yang membuka jurusan ekonomi Islam, serta maraknya sekolah Islam unggulan merupakan saham berharga untuk mencetak kader-kader ekonom dan bankir Islam.

Tantangan Masa Depan

i samping memanfaatkan peluang, perbankan syariah juga dituntut menghadapi berbagai tantangan, yang semakin kompleks. Seperti yang telah dipaparkan, usia perbankan syariah di Indonesia masih relatif muda, laksana ‘sosok’ remaja yang masih mencari ‘jati diri’. Tantangan yang dihadapinya pun tidaklah ringan dan mudah. Kalamuddinsjah (2005), Regional Manager BMI Jateng/DIY, mengibaratkan membangun perbankan syariah seperti membangun jaringan transportasi kereta api yang harus dimulai dari membuat rel. Mengapa? Oleh karena menciptakan satu landasan ekonomi syariah, harus dimulai dari nol. Berbeda dengan bank nasional yang telah mapan serta dukungan penuh dari pemerintah.

Pendapat Kalamuddinsjah ini, memberi gambaran, betapa tantangan yang dihadapi bank syariah di Indonesia masih cukup berat. Secara umum, tantangan berat yang harus dipecahkan itu adalah bagaimana menjadikan industri keuangan syariah yang mapan (established), yakni perbankan syariah yang profesional, sehat dan terpercaya. Apabila diklasifikasikan, berbagai tantangan tersebut ada yang berasal dari dalam (internal), dan ada yang datang dari luar (eksternal). Tantangan dari dalam adalah sejumlah tantangan yang harus dipecahkan, berasal dari ‘ diri ‘ bank syariah sendiri.

Sejumlah tantangan itu meliputi: Satu, pengembangan kelembagaan. Sampai saat ini, kelembagaan perbankan syariah belum sepenuhnya mapan. Beberapa hal masih perlu dibenahi, terutama dalam manajemen, tugas dan wewenang, peraturan, dan struktur keorganisasian. Hubungan antara bank konvensional dengan unit syariahnya (subsystem) perlu diperjelas, agar sinergis. Dual banking system yang selama ini dijalankan perlu disempunakan, terutama karena belum adanya Deputi Gubernur khusus syariah. Bahkan ke depan perlu dipikirkan adanya BCS (Bank Sentral Syariah).

Dua, sosialisasi dan promosi. Di lapangan, cukup banyak masyarakat yang belum memahami secara utuh ‘sosok’ bank syariah. Meminjam istilah Adiwarman A. Karim, setidaknya ada 3 kategori nasabah, yakni loyalis syariah, loyalis konvensional dan pasar mengambang (floating market). Potensi pasar mengambang mencapai Rp 720 triliun. Persoalan pada pasar mengambang adalah ada yang sudah tahu tapi belum paham, sudah paham tapi belum percaya, sudah percaya tapi belum sepenuhnya berpartisipasi. Proses sosialisasi perlu dilakukan secara continue. Promosi yang gencar dan menarik dengan memanfaatkan berbagai media, baik media bellow the line (event-event, seminar, brochure, spanduk, umbul-umbul) maupun media above the line (televisi, radio, koran, majalah). Promosi via televisi nampaknya masih jarang. Padahal promosi lewat media ini cukup efektif untuk pembentukan branch image dan branch awareness. Yang perlu digarisbawahi bahwa, sosialisasi dan promosi itu harus mampu membentuk image dan dapat mengubah pilihan pasar mengambang pada bank syariah

Tiga, perluasan jaringan kantor. Indonesia memiliki wilayah yang amat luas. Akan tetapi jumlah kantor syariah yang beroperasi hingga ke pelosok masih kurang. Rizqullah, praktisi BNI Syariah (Republika, 2005) mengakui, ‘ salah satu kendala pertumbuhan bank syariah adalah masih terbatasnya jaringan.’ Tantangan ini barangkali dapat dipecahkan dengan cara mensupport pemerintah mendirikan bank syariah, optimalisasi outlet pada setiap bank konvensional dan bank asing atau menggolkan konversi bank BUMN besar menjadi bank syariah.

Empat, peningkatan SDM. Harus diakui secara jujur, bahwa sumber daya insani perbankan syariah yang profesional, amanah, dan berkualitas belum sepenuhnya tersedia. Insan perbankan yang berkualifikasi syariah handal masih jarang. Nampaknya, sebagian besar SDM terutama level menengah ke atas masih hasil didikan ekonomi konvensional. Padahal, yang dibutuhkan bukan hanya menguasai ekonomi/perbankan modern, tetapi sekaligus paham fiqih (syariah) serta mampu berinovasi dalam menyelesaikan ‘pernak-penik’ persoalan bank syariah yang sistemnya masih baru. Training, workshop, seminar, studi banding, serta berbagai pembinaan lain untuk meningkatkan kompetensi SDM harus mendapat perhatian serius.

Lima, peningkatan modal. Tantangan ini masih dirasakan oleh bank syariah di Indonesia. Ungkapan Ma’ruf Amin (2005) perlu direnungkan, ‘ jika bank-bank syariah berandai melakukan suatu sindikasi dalam mendanai proyek besar, masih belum mampu.’ Pernyataan seperti ini sungguh ironis, tetapi itulah kenyataannya. Para stake holder (pemegang saham) bank syariah perlu menambah modalnya, sehingga risk taking capacity-nya meningkat. Besar kecilnya kemampuan pembiayaan bank-bank syariah, amat tergantung pada kemampuan modalnya. Perlu juga nampaknya mendesak pemerintah untuk menempatkan dana besar pada bank syariah.

Enam, peningkatan pelayanan. Perbankan syariah perlu terus meningkatkan kualitas pelayanannya. Prinsip pelayanan yang ramah, mudah, cepat dan murah harus menjadi trade mark bank syariah. Ramah dalam melayani, mudah dan cepat dalam proses, serta murah dalam biaya (administrasi). Begitu pula upaya mempermudah akses informasi dan pengambilan uang atau tabungan harus ditingkatkan. Pemanfaatan online internet dan ketersedian fasilitas ATM di berbagai lokasi strategis dan mudah terjangkau, merupakan keniscayaan. Ketujuh, pembinaan dan pengawasan. Dalam operasionalnya di lapangan, bank syariah harus terus dibina dan sekaligus diawasi. Dibina untuk lebih berkembang, diawasi agar tidak timbul penyimpangan. Pengawasan pada bank syariah di daerah, termasuk pada bank konvensional yang membuka syariah perlu dilakukan dengan ketat dan hati-hati. Jangan muncul kesan formalitas identitas syariah, praktek dan sistemnya tidak berbeda dengan konvensional.

Sejumlah tantangan di atas, merupakan kategori tantangan dari dalam (internal). Usaha perbankan merupakan industri yang menjual kepercayaan. Berbagai tantangan internal itu perlu dipecahkan, sehingga masyarakat lebih percaya dan mau berpartisipasi aktif. Selanjutnya ada juga tantangan yang datang dari luar dan tidak kalah penting untuk diselesaikan.
   
Kesatu, belum memadainya kerangka hukum. Tantangan ini bersifat mendesak, karena akan menghambat upaya pengembangan bank syariah. RUU perbankan syariah yang tengah digodok perlu diperjuangkan untuk segera diundangkan. Aturan tentang pasar modal syariah, surat utang negara syariah, obligasi syariah serta aturan lain sangat penting. Intinya, semua aturan yang akan memberikan ruang gerak lebih luas bagi pelaku bisnis syariah.

Kedua, dukungan pemerintah belum penuh. Pemerintah mendukung keberadaan perbankan syariah, tetapi dalam tataran kebijakan (political will) dan keseriusan (good will) belum optimal. Para menteri, gubernur, bupati belum memberi tempat yang layak. Di BI (bank Indonesia) belum ada Deputi Gubernur khusus syariah. Selayaknya, Dewan Syariah Nasional dan bankir syariah melakukan lobi-lobi dan pendekatan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar dukungan konkret dan nyata pada perbankan syariah dapat terealisasikan.

Ketiga, sinisme masyarakat. Tidak terelakkan, masih ada masyarakat yang memandang dengan senyum sinis. Terjadi mis-persepsi, seolah bank syariah itu eklusif (untuk umat Islam), sistem bagi hasil kurang menguntungkan dan susah prosesnya. Bank syariah perlu mempromosikan dirinya secara simpatik dan memikat. Berusaha mengubah mindset mereka dan yang penting mampu menampilkan sosok bank syariah yang profesional, berkualitas dan menguntungkan.

Tantangan dari luar bukan untuk dihindari, tetapi untuk dihadapi. Berbagai tantangan diharapkan akan memotivasi setiap insan perbankan syariah untuk terus belajar dan berkarya.

Penutup

Di usianya yang masih relatif muda, kehadiran perbankan syariah di Indonesia sungguh memberikan segudang harapan bagi umat, akan terciptanya kehidupan perekonomian nasional yang berkah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.

Peluang perbankan syariah ke depan amat besar. Mengingat, banyaknya komponen yang mendukung terciptanya perbankan syariah yang sehat dan terpercaya. Berbagai komponen pendukung tersebut perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Peluang yang ada, sekecil apapun akan ikut berkontribusi dalam pengembangan perbankan syariah.Hanya saja, peluang untuk menjadi perbankan syariah yang mapan, tidak lepas dari berbagai tantangan. Baik yang berasal dari dalam, maupun datang dari luar. Kesemua tantangan perlu dihadapi, dipecahkan untuk selanjutnya dicari solusinya yang tepat demi kemajuan perbankan syariah. Akan tiba saatnya, di mana bank syariah menjadi ‘ primadona ‘, yang berperan penting dalam pembangunan nasional bahkan internasional. Wallahu a’ lam. ***

Daftar Pustaka

A. Karim, Adiwarman (2001) : Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, GIP, Jakarta Chapra, Umar (2001) : Masa Depan Ilmu Ekonomi (Sebuah tinjauan Islam), GIP, Jakarta Hafidhuddin, Didin (2003) : Islam Aplikatif, GIP, Jakarta Lubis, Suhrawardi K.(2000) : Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta Syafi’i, M. Antonio (2001) : Bank Syariah dari Teori ke Praktek, GIP, Jakarta Sumber Lain : Majalah Modal, edisi Pebruari, Maret 2003 Harian Umum Kompas, edisi Pebruari, Maret, April 2005 Harian Umum Suara Merdeka, edisi Maret, April 2005 Harian Umum Republika, edisi Juni 2004, Pebruari, Maret, April 2005 Harian Umum Pikiran Rakyat, edisi Maret, April 2005 On line internet.


Rating: 5

Akad atau Transaksi Perbankan Syariah


Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kegiatan tolong-menolong (tabarru’). Turunan dari tijarah adalah perniagaan (al  bai’) yang berbentuk kontrak pertukaran dan kontrak bagi hasil dengan segala variasinya. Cakupan akad yang akan dibahas meliputi akad perniagaan (Al  Bai’) yang umum digunakan untuk produk bank syariah, seperti terlihat pada gambar dibawah ini yang diberi warna hijau, ditambah akad-akad lain di luar perniagaan, seperti  qardhul  hasan (pinjaman kebajikan).


Maraji’
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep Dan Praktek Di Beberapa Negara. Jakarta: Bank Indonesia.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: 5

Thursday, January 26, 2012

Sistem Perbankan Syariah di Indonesia



Atas dasar dorongan kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa perbankan syariah, bank syariah pertama berdiri pada tahun  1992. Semenjak itu, pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan  dual banking system. Komitmen Pemerintah dalam usaha pengembangan perbankan syariah baru mulai terasa sejak tahun 1998 yang memberikan kesempatan luas kepada bank syariah untuk berkembang.

Tahun berikutnya, kepada Bank Indonesia (bank sentral) diberi amanah untuk mengembangkan perbankan syariah di  Indonesia. Selain menganut strategi market driven dan  fair  treatment, pengembangan perbankan syariah di Indonesia dilakukan dengan strategi pengembangan bertahap yang berkesinambungan (gradual  and sustainable approach) yang sesuai dengan prinsip Syariah (comply to Sharia principles).

Tahap pertama dimaksudkan untuk meletakkan fundasi pertumbuhan perbankan syariah yang kokoh (2002 – 2004). Tahap  berikutnya memasuki fase untuk memperkuat struktur industri perbankan syariah (2004 – 2008). Sementara itu, tahap ketiga perbankan syariah diarahkan untuk dapat memenuhi standar keuangan dan mutu pelayanan internasional (2008 – 2011). Pada tahun 2011 diharapkan perbankan syariah Indonesia telah memiliki pangsa yang signifikan yang ikut ambil bagian dalam mengembangkan ekonomi Indonesia yang mensejahterakan masyarakat luas. Tahapan perkembangan perbankan dan keuangan syariah di Indonesia dapat dibaca pada gambar diatas.

Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.


Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.

Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.

“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu  pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.

Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.

Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.

Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.

Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.

Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.

Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.

Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan

Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.




http://www.bi.go.id/web/id
http://anto.web.id
Dikutip dan Ringkas Judul oleh Dakwah Syariah

Rating: 5