Dia menerima penghargaan dan gelar dari pemerintah Inggris, tapi ia mengembalikan semua hadiah yang diberikan mereka padanya. Sir Sayid Ahmad Khan dikenal sebagai seorang tokoh pembaru di kalangan umat Islam India pada abad ke-19. Dia dilahirkan di India pada tahun 1817. Nenek moyangnya berasal dari Semenanjung Arab yang kemudian hijrah ke Herat, Persia (Iran), karena tekanan politik pada zaman dinasti Bani Umayyah.
Dari Herat mereka hijrah ke Hindustan (India) dan menetap di sana. Ayahnya bernama al-Muttaqi, seorang ulama yang saleh. Ahmad Khan memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW melalui cucu beliau dari keturunan Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Talib. Karena itulah dia bergelar sayid. lbunya seorang wanita cerdas dan pandai mendidik anak-anaknya. Ahmad Khan memulai pendidikannya dalam pengetahuan agama secara tradisional.
Di samping itu beliau juga mempelajari bahasa Persia dan bahasa Arab, matematika, mekanika, sejarah dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Beliau pun banyak membaca buku-buku ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Hal ini menjadikannya sebagai seorang yang luas ilmu pengetahuannya, berpikiran maju, dan dapat menerima ilmu pengetahuan modern. Sejak sang ayah meninggal tahun 1838, Ahmad Khan mulai bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena ibunya enggan menerima tunjangan pensiun dari istana.
la bekerja pada Serikat India Timur, kemudian ia pindah bekerja sebagai hakim di Fatehpur (1841). Selanjutnya ia dipindahkan ke Bignaur. Dan pada tahun 1846 ia kembali lagi ke Delhi. Masa delapan tahun di Delhi merupakan masa yang paling berharga dalam hidupnya karena ia dapat melanjutkan pelajarannya. Ketika terjadi pemberontakan umat Hindu dan umat Islam terhadap penguasa Inggris pada tanggal 10 Mei 1857, Ahmad Khan berada di Bignaur sebagai salah seorang pegawai peradilan.
Dalam peristiwa ini ia tidak ikut memberontak, bahkan banyak membantu melepaskan orang-orang Inggris yang teraniaya di Bignaur. Atas jasa-jasanya, pemerintah Inggris menganugerahkan gelar Sir dan memberikan berbagai hadiah kepadanya. Ahmad Khan menerima gelar tersebut, tetapi ia menolak hadiah-hadiah itu, kecuali kesempatan untuk berkunjung ke Inggris pada tahun 1869. Kesempatan tersebut dimanfaatkan olehnya untuk meneliti lebih jauh sistem pendidikan serta menyaksikan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris.
Ahmad Khan pun menjelaskan kepada pemerintah Inggris bahwa dalam pemberontakan di tahun 1857, umat Islam tidaklah memainkan peran utama. Hal itu dijelaskan lewat buku yang berisikan catatan kronologis pemberotakan tersebut (Tarikhi Sarkhasi Bijnaur/1858). Buku lainnya, berjudul Asbab Baghawat-i Hind (1858) yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, The Causes of the Indian Revolt (Sebab-sebab Revolusi India), juga menceritakan hal yaang sama. Ahmad Khan berhasil mendamaikan umat Islam dengan pemerintah Inggris.
Dia pun berusaha keras untuk memajukan umat Islam India dan kembali menulis beberapa buku yang menyiratkan bahwa umat Islam hendaknya bekerja sama dengan pemerintah Inggris untuk mencapai kesejahteraan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukunya antara lain Risalah tentang Orang-orang Saleh (Risalat Khair Khawahan Musulman) dan Hukum Memakan Makanan Ahli Kitab (Ahkam Ta'am Ahl al-Kitab). Setelah berhasil mendamaikan umat Islam dan pemerintah Inggris, Ahmad Khan mulai memunculkan ide-idenya dalam rangka memajukan umat Islam.
Menurut Ahmad Khan, umat Islam terbelakang, bodoh, dan miskin, karena mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagaimana yang dimiliki oleh negara Eropa lainnya. la berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern dan teknologi adalah hasil pendayagunaan akal yang maksimal. Sejalan dengan itu, Alquran sangat mendorong umat Islam untuk mempergunakan akal dalam bidang-bidang yang sangat luas, walaupun jangkauan akal tersebut terbatas. Sir Ahmad Khan kemudian mendirikan lembaga pendidikan pertama yaitu Sekolah Inggris di Mudarabad pada tahun 1861.
Untuk menunjang lembaga pendidikan tersebut, Sir Ahmad Khan pada tahun 1864 mendirikan The Scientific Society (Translation Society) sebagai lembaga penerjemahan ilmu pengetahuan modern ke dalam bahasa Urdu. la juga membentuk Panitia Peningkatan Pendidikan Umat Islam dan Panitia Dana Pembentukan Perguruan Tinggi Islam. Pada setiap kesempatan, Sir Ahmad Khan selalu mengemukakan pendapatnya bahwa satu-satunya cara untuk mengubah pola berpikir umat Islam India dari keterbelakangannya adalah melalui pendidikan.
Beliau pun mencurahkan segala perhatiannya pada bidang ini hingga akhir hayatnya. Aligarh Muslim University yang berdiri tahun 1920 (sekarang masih eksis) adalah wujud karya nyata sang ulama. Menerobos pakem di negaranya, sistem sekolah ini mengadopsi konsep pendidikan modern bagi generasi muda. Kiprah perguruan tinggi inilah yang membuatnya dijuluki sebagai bapak pendidikan modern India. Sejumlah tokoh penting pernah mempunyai sangkutan sejarah dengan perguruan tinggi ini.
Sebut misalnya tokoh pergerakan nomor satu India mahatma Gandhi dan Ishwari Prasad. Mantan presiden India, Zakir Hussain dan presiden Maldives, Abdul Ghayoom juga pernah tercatat sebagai siswa perguruan tinggi ini. Perguruan tinggi ini memiliki 12 fakultas yang semuanya diunggulkan, yaitu seni budaya, ilmu sosial, sains, Life Sciences, bisnis, teknik dan teknologi, kedokteran, pengobatan tradisional, hukum, pertanian, manajemen, dan teologi. Saat ini, mahasiswa di Aligarh datang dari seluruh dunia, terutama Asia Barat, Asia Tenggaram, dan Afrika. Para mahasiswa ini tinggal dalam asrama.(rpb) www.suaramedia.com
Dari Herat mereka hijrah ke Hindustan (India) dan menetap di sana. Ayahnya bernama al-Muttaqi, seorang ulama yang saleh. Ahmad Khan memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW melalui cucu beliau dari keturunan Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Talib. Karena itulah dia bergelar sayid. lbunya seorang wanita cerdas dan pandai mendidik anak-anaknya. Ahmad Khan memulai pendidikannya dalam pengetahuan agama secara tradisional.
Di samping itu beliau juga mempelajari bahasa Persia dan bahasa Arab, matematika, mekanika, sejarah dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Beliau pun banyak membaca buku-buku ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Hal ini menjadikannya sebagai seorang yang luas ilmu pengetahuannya, berpikiran maju, dan dapat menerima ilmu pengetahuan modern. Sejak sang ayah meninggal tahun 1838, Ahmad Khan mulai bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena ibunya enggan menerima tunjangan pensiun dari istana.
la bekerja pada Serikat India Timur, kemudian ia pindah bekerja sebagai hakim di Fatehpur (1841). Selanjutnya ia dipindahkan ke Bignaur. Dan pada tahun 1846 ia kembali lagi ke Delhi. Masa delapan tahun di Delhi merupakan masa yang paling berharga dalam hidupnya karena ia dapat melanjutkan pelajarannya. Ketika terjadi pemberontakan umat Hindu dan umat Islam terhadap penguasa Inggris pada tanggal 10 Mei 1857, Ahmad Khan berada di Bignaur sebagai salah seorang pegawai peradilan.
Dalam peristiwa ini ia tidak ikut memberontak, bahkan banyak membantu melepaskan orang-orang Inggris yang teraniaya di Bignaur. Atas jasa-jasanya, pemerintah Inggris menganugerahkan gelar Sir dan memberikan berbagai hadiah kepadanya. Ahmad Khan menerima gelar tersebut, tetapi ia menolak hadiah-hadiah itu, kecuali kesempatan untuk berkunjung ke Inggris pada tahun 1869. Kesempatan tersebut dimanfaatkan olehnya untuk meneliti lebih jauh sistem pendidikan serta menyaksikan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris.
Ahmad Khan pun menjelaskan kepada pemerintah Inggris bahwa dalam pemberontakan di tahun 1857, umat Islam tidaklah memainkan peran utama. Hal itu dijelaskan lewat buku yang berisikan catatan kronologis pemberotakan tersebut (Tarikhi Sarkhasi Bijnaur/1858). Buku lainnya, berjudul Asbab Baghawat-i Hind (1858) yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, The Causes of the Indian Revolt (Sebab-sebab Revolusi India), juga menceritakan hal yaang sama. Ahmad Khan berhasil mendamaikan umat Islam dengan pemerintah Inggris.
Dia pun berusaha keras untuk memajukan umat Islam India dan kembali menulis beberapa buku yang menyiratkan bahwa umat Islam hendaknya bekerja sama dengan pemerintah Inggris untuk mencapai kesejahteraan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukunya antara lain Risalah tentang Orang-orang Saleh (Risalat Khair Khawahan Musulman) dan Hukum Memakan Makanan Ahli Kitab (Ahkam Ta'am Ahl al-Kitab). Setelah berhasil mendamaikan umat Islam dan pemerintah Inggris, Ahmad Khan mulai memunculkan ide-idenya dalam rangka memajukan umat Islam.
Menurut Ahmad Khan, umat Islam terbelakang, bodoh, dan miskin, karena mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagaimana yang dimiliki oleh negara Eropa lainnya. la berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern dan teknologi adalah hasil pendayagunaan akal yang maksimal. Sejalan dengan itu, Alquran sangat mendorong umat Islam untuk mempergunakan akal dalam bidang-bidang yang sangat luas, walaupun jangkauan akal tersebut terbatas. Sir Ahmad Khan kemudian mendirikan lembaga pendidikan pertama yaitu Sekolah Inggris di Mudarabad pada tahun 1861.
Untuk menunjang lembaga pendidikan tersebut, Sir Ahmad Khan pada tahun 1864 mendirikan The Scientific Society (Translation Society) sebagai lembaga penerjemahan ilmu pengetahuan modern ke dalam bahasa Urdu. la juga membentuk Panitia Peningkatan Pendidikan Umat Islam dan Panitia Dana Pembentukan Perguruan Tinggi Islam. Pada setiap kesempatan, Sir Ahmad Khan selalu mengemukakan pendapatnya bahwa satu-satunya cara untuk mengubah pola berpikir umat Islam India dari keterbelakangannya adalah melalui pendidikan.
Beliau pun mencurahkan segala perhatiannya pada bidang ini hingga akhir hayatnya. Aligarh Muslim University yang berdiri tahun 1920 (sekarang masih eksis) adalah wujud karya nyata sang ulama. Menerobos pakem di negaranya, sistem sekolah ini mengadopsi konsep pendidikan modern bagi generasi muda. Kiprah perguruan tinggi inilah yang membuatnya dijuluki sebagai bapak pendidikan modern India. Sejumlah tokoh penting pernah mempunyai sangkutan sejarah dengan perguruan tinggi ini.
Sebut misalnya tokoh pergerakan nomor satu India mahatma Gandhi dan Ishwari Prasad. Mantan presiden India, Zakir Hussain dan presiden Maldives, Abdul Ghayoom juga pernah tercatat sebagai siswa perguruan tinggi ini. Perguruan tinggi ini memiliki 12 fakultas yang semuanya diunggulkan, yaitu seni budaya, ilmu sosial, sains, Life Sciences, bisnis, teknik dan teknologi, kedokteran, pengobatan tradisional, hukum, pertanian, manajemen, dan teologi. Saat ini, mahasiswa di Aligarh datang dari seluruh dunia, terutama Asia Barat, Asia Tenggaram, dan Afrika. Para mahasiswa ini tinggal dalam asrama.(rpb) www.suaramedia.com
No comments:
Post a Comment