Salah satu penemuan penting yang dicapai umat Islam di era keemasan adalah sabun. Sejak abad ke-7 M, umat Muslim telah mengembangkan sebuah gaya hidup higienis yang mutakhir. Menurut Ahmad Y Al-Hassan dalam bukunya berjudul, Technology Transfer in the Chemical Industries, kota-kota Islam seperti Nablus (Palestina), Kufah (Irak), dan Basrah (Irak) telah menjadi sentra industri sabun.
"Sabun yang kita kenal hari ini adalah warisan dari peradaban Islam," papar Al-Hassan.
"Sabun yang kita kenal hari ini adalah warisan dari peradaban Islam," papar Al-Hassan.
Menurut Al-Hassan, sabun yang terbuat dari minyak sayuran, seperti minyak zaitun serta minyak aroma, pertama kali diproduksi para kimiawan Muslim di era kekhalifahan. Salah seorang sarjana Muslim yang telah mampu menciptakan formula sabun adalah Al-Razi--kimiawan legendaris dari Persia.
"Hingga kini, formula untuk membuat sabun tak pernah berubah," cetus Al-Hassan. Sabun yang dibuat umat Muslim di zaman kejayaan sudah menggunakan pewarna dan pewangi. Selain itu, ada sabun cair dan ada pula sabun batangan. Bahkan, pada masa itu sudah tercipta sabun khusus untuk mencukur kumis dan janggut.
Harga sabun pada 981 M berkisar tiga Dirham (koin perak) atau setara 0,3 Dinar (koin emas). Resep pembuatan sabun di dunia Islam juga telah ditulis seorang dokter terkemuka dari Andalusia--Spanyol Islam--bernama Abu Al-Qasim Al-Zahrawi alias Abulcassis (936-1013 M). Ahli kosmetik ini memaparkan tata cara membuat sabun dalam kitabnya yang monumental bertajuk, Al-Tasreef.
Al-Tasreef merupakan ensiklopedia kedokteran yang terdiri atas 30 volume. Kitab itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan digunakan sebagai buku referensi utama di sejumlah universitas Eropa terkemuka. Sang dokter memaparkan resep-resep pembuatan beragam alat kosmetik pada volume ke-19 dalam kitab Al-Tasreef.
Selain itu, resep pembuatan sabun yang lengkap tercatat dalam sebuah risalah bertarikh abad 13 M. Manuskrip itu memaparkan secara jelas dan detail tata cara pembuatan sabun. Fakta ini menunjukkan betapa dunia Islam telah jauh lebih maju dibandingkan peradaban Barat. Masyarakat Barat, khususnya Eropa, diperkirakan baru mengenal pembuatan sabun pada abad ke-16 M.
Namun, Sherwood Taylor (1957) dalam bukunya berjudul, A History of Industrial Chemistry, menyatakan, peradaban Barat baru menguasai pembuatan sabun pada abad ke-18 M. Sejatinya, menurut RJ Forbes (1965) dalam bukunya bertajuk, Studies in Ancient Technology, campuran yang mengandung sabun telah digunakan di Mesopotamia.
"Mereka belum mengenal sabun, tapi beberapa deterjen telah digunakan," ungkap Forbes. Menurut dia, dunia klasik belum memiliki deterjen yang lebih baik. Penemuan sabun yang tergolong modern memang baru diciptakan pada masa kejayaan Islam.
Sejarah pembuatan sabun di dunia Islam dicatat secara baik oleh Raja Al- Muzaffar Yusuf ibn `Umar ibn `Ali ibn Rasul ( wafat 1294 M). Dia adalah seorang Raja Yaman yang berasal dari Dinasti Bani Rasul yang kedua. Raja Al-Muzaffar merupakan seorang penguasa yang senang mempelajari karya-karya ilmuwan Muslim dalam bidang kedokteran, farmakologi, pertanian, dan tekonologi.
Raja Al-Muzaffar juga sangat mencintai ilmu pengetahuan. Pada masa kekuasaannya di abad ke-13 M, ia mendukung dan melindungi para ilmuwan dan seniman untuk berkreasi dan berinovasi. Dalam risalahnya, sang raja mengisahkan bahwa Suriah sangat dikenal sebagai penghasil sabun keras yang biasa digunakan untuk keperluan di toilet.
N Elisseeff dalam artikelnya berjudul, Qasr al-Hayr al-Sharqi, yang dimuat dalam Ensiklopedia Islam volume IV menyatakan, para arkeolog menemukan bukti pembuatan sabun dari abad ke-8 M. Saat itu, kekhalifahan Islam sedang menjadi salah satu penguasa dunia.
Geografer Muslim kelahiran Yerusalem, Al-Maqdisi, dalam risalahnya berjudul, Ahsan al-Taqasim fi ma`rifat al-aqalim, juga telah mengungkapkan kemajuan industri sabun di dunia Islam. Menurut Al-Maqdisi, pada abad ke-10, Kota Nablus (Palestina) sangat termasyhur sebagai sentra industri sabun. Sabun buatan Nablus telah diekspor ke berbagai kota Islam.
Menurut Al-Maqdisi, sabun juga telah dibuat kota-kota lain di kawasan Mediterania, termasuk di Spanyol Islam. Andalusia dikenal sebagai penghasil sabun berbahan minyak zaitun. M Shatzmiller dalam tulisannya bertajuk, al-Muwahhidun, yang tertulis dalam Ensiklopedia Islam terbitan Brill Leiden, juga mengungkapkan betapa pesatnya industri sabun berkembang di dunia Islam. "Pada 1200 M, di Kota Fez (Maroko) saja terdapat 27 pabrik sabun," papar Shatzmiller.
Sherwood Taylor, dalam Medieval Trade in the Mediterranean World menyebutkan, pada abad ke-13 M, sabun batangan buatan kota-kota Islam di kawasan Mediterania telah diekspor ke Eropa. Pengiriman sabun dari dunia Islam ke Eropa, papar Taylor, melewati Alps ke Eropa utara lewat Italia.
Selain sabun, dunia Islam pun telah menggenggam teknologi pembuatan beragam alat kosmetik. Salah satunya adalah parfum. Umat Islam di zaman kekhalifahan juga telah mengembangkan teknologi pembuatan parfum hingga menjadi sebuah industri yang sangat besar.
Para sejarawan meyakini bahwa fondasi industri minyak wangi yang berkembang pesat di dunia Islam dibangun oleh dua ahli kimia termasyhur, yakni Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M) serta Al-Kindi (805-873 M). Kimiawan Muslim dari abad ke-12, Al-Isybili, mengungkapkan, pada masa kejayaan Islam terdapat tak kurang dari sembilan buku teknis dan pedoman bagi pengelola industri parfum.
Meski begitu, kitab tentang pengolahan minyak wangi atau parfum yang masih tersisa hanyalah Kitab Kimiya' al-'Itr (Book of the Chemistry of Perfume and Distillations) karya Al-Kindi.
Jauh sebelum Al-Kindi, pengembangan industri parfum di dunia Islam juga sempat dilakukan 'Bapak Kimia Modern' Jabir Ibnu Hayyan. Ia mengembangkan beberapa teknik, termasuk penyulingan (distilasi), penguapan (evaporation), dan penyaringan (filtrasi). Ketiga teknik itu mampu mengambil aroma wewangian dari tumbuhan dan bunga dalam bentuk air atau minyak.
Teknik dan metode dasar yang diletakkan oleh Jabir itu dikembangkan Al-Kindi. Ia melakukan riset dan eksperimen dengan lebih cermat. Al-Kindi mencoba mengombinasikan beragam tanaman dan bahan-bahan lain untuk memproduksi beragam jenis parfum dan minyak wangi. Ilmuwan Muslim asal Kufah, Irak, itu pun berhasil menemukan tak kurang dari 107 metode dan resep untuk membuat parfum serta peralatan pembuatannya.
Begitulah, dunia Islam di era keemasan telah mampu mengembangkan industri sabun dan juga parfum. heri ruslan
Resep Sabun Warisan Peradaban Islam
Minyak zaitun dan al-Qali merupakan bahan utama pembuatan sabun. Bahan lain yang kerap digunakan untuk membuat sabun adalah natrun. Lalu, bagaimana proses pembuatan sabun dilakukan di dunia Islam pada abad ke-13 M? Berikut ini resep pembuatan sabun yang ditulis Daud Al-Antaki seperti dikutip Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk, Islamic Technology: An Illustrated History:
Inilah cara membuat sabun yang diwariskan peradaban Islam:
Ambil satu bagian al-Qali dan setengah bagian kapur. Giling dengan baik, kemudian tempatkan dalam sebuah tangki. Tuangkan air sebanyak lima bagian dan aduk selama dua jam. Tangki dilengkapi lubang bersumbat. Setelah pengadukan berhenti dan cairan menjadi jernih, lubang ini dibuka.
Jika air sudah habis, sumbat kembali lubang tersebut, tuangkan air dan aduk, kosongkan dan seterusnya sampai tak ada lagi air yang tersisa. Faksi air di setiap periode dipisahkan. Lalu, minyak yang sudah murni diambil sebanyak 10 kali jumlah air yang pertama tadi, lalu letakkan di atas api. Jika sudah mendidih, tambahkan air faksi terakhir sedikit demi sedikit. Kemudian tambah dengan air faksi nomor dua terakhir, sampai air faksi pertama.
Dari proses itu, akan diperoleh campuran seperti adonan kue. Adonan ini disendok (dan disebarkan) di atas semacam tikar hingga kering sebagian. Kemudian, tempatkan dalam nura (kapur mati). Inilah hasil akhir dan tidak diperlukan lagi pendinginan atau pencucian dengan air dingin selama proses.
Ada kalanya ditambahkan garam ke dalam al-Qali dan kapur sebanyak setengah kali jumlah kapur. Selain itu, juga ditambhakan amilum tepat sebelum proses selesai. Minyak di sini dapat diganti dengan minyak lain dan lemak seperti minyak carthamus.
Itulah salah satu resep pembuatan sabun yang berkembang di dunia Islam. Sejatinya, masih banyak risalah lain yang mengungkapkan formula pembuatan sabun. Salah satunya adalah buah pikir Al-Razi.
No comments:
Post a Comment