Parfum adalah campuran minyak esensial dan senyawa aroma (aroma compound), fiksatif, dan pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, atau ruangan. Jumlah dan tipe pelarut yang bercampur dengan minyak wangi menentukan apakah suatu parfum dianggap sebagai ekstrak parfum, Eau de parfum, Eau de toilette, atau Eau de Cologne.
Pelarut Parfum
Sebagaimana sumber terpercaya yang kami peroleh dari Wikipedia[1], terdapat info sebagai berikut:
“Minyak wangi biasanya dilarutkan dengan menggunakan solvent (pelarut), namun selamanya tidak demikian dan jika dikatakan harus dalam solvent ini pun masih diperbincangkan. Sejauh ini solvent yang paling sering digunakan untuk minyak wangi adalah etanol atau campuran antara etanol dan air. Minyak wangi juga bisa dilarutkan dalam minyak yang sifatnya netral seperti dalam fraksi minyak kelapa, atau dalam larutan lak (lilin) seperti dalam minyak jojoba (salah satu jenis tanaman, pen).”
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebagian parfum ada yang menggunakan solvent (pelarut) dari alkohol atau campuran antara alkohol dan air.
Alkohol Sebagai Solvent (Pelarut) pada Parfum Bukanlah Khomr
Mungkin ini yang sering kurang dipahami oleh sebagian orang yang menghukumi haramnya parfum beralkohol. Mereka mengira bahwa alkohol yang terdapat dalam parfum adalah khomr.
Perlu kita ketahui terlebih dahulu, khomr adalah segala sesuatu yang memabukkan. Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram.”[2]
Pelarut Parfum
Sebagaimana sumber terpercaya yang kami peroleh dari Wikipedia[1], terdapat info sebagai berikut:
“Minyak wangi biasanya dilarutkan dengan menggunakan solvent (pelarut), namun selamanya tidak demikian dan jika dikatakan harus dalam solvent ini pun masih diperbincangkan. Sejauh ini solvent yang paling sering digunakan untuk minyak wangi adalah etanol atau campuran antara etanol dan air. Minyak wangi juga bisa dilarutkan dalam minyak yang sifatnya netral seperti dalam fraksi minyak kelapa, atau dalam larutan lak (lilin) seperti dalam minyak jojoba (salah satu jenis tanaman, pen).”
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebagian parfum ada yang menggunakan solvent (pelarut) dari alkohol atau campuran antara alkohol dan air.
Alkohol Sebagai Solvent (Pelarut) pada Parfum Bukanlah Khomr
Mungkin ini yang sering kurang dipahami oleh sebagian orang yang menghukumi haramnya parfum beralkohol. Mereka mengira bahwa alkohol yang terdapat dalam parfum adalah khomr.
Perlu kita ketahui terlebih dahulu, khomr adalah segala sesuatu yang memabukkan. Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram.”[2]
Silakan lihat pembahasan mengenai definisi khomr di sini.
Yang jadi illah (sebab) pengharaman khomr adalah karena memabukkan. Perhatikan perkataan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsamin berikut.
“Khomr diharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah)”. Illah dalam pengharaman khomr adalah memabukkan dan illah ini berasal dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan ulama kaum muslimin).”[3]
Inilah sebab pengharaman khomr yaitu karena memabukkan. Oleh karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khomr itu diharamkan karena alkohol yang terkandung di dalamnya. Walaupun kami akui bahwa yang jadi patokan dalam menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah karena alkohol di dalamnya. Namun ingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat menimbulkan efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun). Dan sekali lagi kami katakan bahwa Al Qur’an dan Al Hadits sama sekali tidak pernah mengharamkan alkohol, namun yang dilarang adalah khomr yaitu segala sesuatu yang memabukkan.
Lalu kita kembali pada point yang kami ingin utarakan. Perlu kiranya kita ketahui bersama bahwa alkohol (etanol) yang bertindak sebagai solvent (pelarut) dalam parfum bukanlah khomr. Maksudnya, yang menjadi solvent (pelarut) di situ bukanlah wiski, vodka, rhum atau minuman keras lainnya. Tidak ada pembuat parfum beralkohol yang menyatakan demikian. Namun yang menjadi solvent boleh jadi adalah etanol murni atau etanol yang bercampur dengan air. Dan ingat, etanol di sini bukanlah khomr. Dari pengamatan di sini saja, kenapa parfum beralkohol mesti diharamkan, yang nyata-nyata kita saksikan bahwa campurannya saja bukan khomr?
Pernyataan kami di atas bukan berdasar dari logika keilmuan kami semata, namun LP POM MUI[4] pun menyatakan demikian. Berikut kami cuplik sebagian perkataan mereka.
“Alkohol yang dimaksud dalam parfum adalah etanol . Menurut fatwa MUI, etanol yang merupakan senyawa murni -bukan berasal dari industri minuman beralkohol (khamr)- sifatnya tidak najis. Hal ini berbeda dengan khamr yang bersifat najis[5]. Oleh karena itu, etanol tersebut boleh dijual sebagai pelarut parfum, yang notabene memang dipakai di luar (tidak dimasukkan ke dalam tubuh).” [REPUBLIKA - Jumat, 30 September 2005[6]]. Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi.
Taruhlah kita mengangap bahwa khomr adalah najis sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Tetap kita katakan bahwa parfum beralkohol hukum asalnya adalah halal karena campurannya saja bukan khomr, lantas mengapa dianggap haram?
Etanol adalah Zat yang Suci
Pembahasan ini bukanlah memaksudkan pada pembahasan minuman keras. Minuman keras sudah diketahui haramnya karena termasuk khomr. Yang kita bahas adalah mengenai apa hukum dari etanol (C2H5OH), apakah suci dan halal?
Ini sudah kami kemukakan dalam tulisan sebelumnya di sini. Namun kami akan sedikit mengulang dengan menjelaskan melalui ilustrasi berikut.
Kami ilustrasikan sebagai berikut.
Air kadang bercampur dengan zat lainnya. Kadang air berada di minuman yang halal. Kadang pula air berada pada minuman yang haram (semacam dalam miras). Namun bagaimanakah sebenarnya status air itu sendiri sebagai zat yang berdiri sendiri, tanpa bercampur dengan zat lainnya? Apakah halal? Jawabannya, halal. Karena kita kembali ke hukum asal segala sesuatu adalah halal[7]. Dasarnya adalah firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al A’rof: 32)
Air ini bisa menjadi haram jika ia sudah berupa campuran, namun yang ditinjau adalah campurannya dan bukan lagi airnya. Misalnya air yang terdapat dalam miras. Pada saat ini, air sudah bercampur dan menjadi satu dengan miras. Dan miras dihukumi haram, termasuk pula air di dalamnya.
Sama halnya kita terapkan untuk etanol. Etanol kadang bercampur dan jadi satu dengan minuman keras. Kadang pula etanol berada dalam cairan etanol yang bercampur dengan air. Bagaimanakah hukum asal etanol ketika berdiri sendiri dan belum bercampur atau menyatu dengan zat lain? Jawabannya, sama dengan air di atas. Kita kembali ke hukum asal bahwa segala sesuatu itu halal. Termasuk juga etanol ketika ia berdiri sendiri.
Nanti masalahnya berbeda ketika etanol tadi bercampur dan menyatu dengan miras. Ketika itu etanol juga bercampur dengan zat asetanilda, propanol, butanol, dan metanol yang kebanyakan bersifat toksik (racun). Pada saat ini, campurannya dihukumi haram karena sifatnya memabukkan, termasuk pula etanol di dalamnya.
Namun bagaimana jika etanol hanya bercampur dengan air. Apakah dihukumi haram? Jawabnya, kembali ke hukum asal yaitu halal. Pada saat ini pula etanol bukan lagi memabukkan. Namun asal etanol memang toksik (beracun) dan tidak bisa dikonsumsi. Jika etanol hanya bercampur dengan air, lalu dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan bila dikonsumsi, yaitu sakit perut atau mati.
Intinya, ada beberapa point yang bisa kita simpulkan:
Hukum asal etanol jika ia berdiri sendiri dan tidak bercampur dengan zat lain adalah halal.
Etanol bisa berubah statusnya jadi haram jika ia menyatu dengan minuman yang haram seperti miras.
Etanol ketika berada dalam miras, yang dihukumi adalah campuran mirasnya dan bukan etanolnya lagi.
Jika melihat etanol (alkohol) yang ada dalam parfum, maka kita dapat katakan bahwa yang jadi solvent (pelarut) dalam parfum tersebut adalah etanol yang suci, lantas mengapa mesti dipermasalahkan? Karena ingat sekali lagi, campuran dalam parfum di sini bukanlah khomr, namun etanol yang statusnya suci. Semoga Allah beri kepahaman.
Jika Kita Menganggap Campuran Parfum adalah Khomr
Ini sebenarnya pernyataan yang kurang tepat sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas. Namun taruhlah jika kita masih meyakini bahwa parfum alkohol memakai campuran khomr, lalu dari segi mana parfum tersebut boleh digunakan?
Jawabannya, kita kembali pada pembahasan apakah khomr itu najis ataukah tidak. Sebagaimana yang telah kami utarakan bahwa khomr itu haram namun tidak najis. Di antara alasannya:
Pertama: Tidak ada dalil tegas yang menyatakan khomr itu najis.
Kedua: Terdapat dalil yang menyatakan khomr itu suci. Sebagaimana hal ini dapat kita lihat pada hadits dari Anas bin Malik tentang kisah pengharaman khomr. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dengan berkata, “Ketahuilah, khomr telah diharamkan.”[8] Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa ketika bejana-bejana khomr pun dihancurkan dan penuhlah jalan-jalan kota Madinah dengan khomr. Padahal ketika itu orang-orang pasti ingin melewati jalan tersebut. Jika khomr najis, maka pasti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyuruh membersihkannya sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintakan untuk membersihkan kencing orang Badui di masjid. Jika khomr najis tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan orang-orang membuangnya di jalan begitu saja.
Ketiga: Hukum asal segala sesuatu adalah suci.
Jika sudah jelas zat khomr itu suci dan tidak najis, maka tidak menjadi masalah dengan parfum beralkohol. Namun perlu diketahui bahwa ulama yang menyatakan khomr itu suci, mengenai hukum parfum beralkohol ada beberapa pendapat di antara mereka, yaitu sebagai berikut:
Dibolehkan jika alkohol dalam parfum itu sedikit.[9]
Tidak dibolehkan karena kita diperintahkan menghancurkan khomr sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. Jika diperintahkan dihancurkan, maka mengapa malah digunakan untuk parfum? Tentu saja tidak boleh menggunakannya.[10]
Namun jika kita melihat penjelasan di awal tadi, dua pendapat ini kami nilai kurang tepat karena salah dalam memahami istilah alkohol dalam parfum. Sebagaimana telah dikemukakan, solvent (pelarut) yang digunakan dalam parfum beralkohol bukanlah khomr namun etanol atau campuran antara etanol dan air. Lantas mengapa mesti dipermasalahkan?
Kesimpulan
Hukum asal menggunakan parfum beralkohol adalah boleh, mengingat status alkohol (etanol) yang suci yang bercampur dalam parfum tersebut, kecuali bila ada campuran zat najis lainnya dalam parfum tersebut[11].
Catatan penting:
Untuk wanita, diperbolehkan menggunakan wewangian hanya di rumah sebagaimana telah kami terangkan ketika membahas "Kriteria Wanita Idaman" di sini. Di antara alasannya adalah riwayat berikut:
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Shahih)
Yang jadi illah (sebab) pengharaman khomr adalah karena memabukkan. Perhatikan perkataan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsamin berikut.
“Khomr diharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah)”. Illah dalam pengharaman khomr adalah memabukkan dan illah ini berasal dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan ulama kaum muslimin).”[3]
Inilah sebab pengharaman khomr yaitu karena memabukkan. Oleh karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khomr itu diharamkan karena alkohol yang terkandung di dalamnya. Walaupun kami akui bahwa yang jadi patokan dalam menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah karena alkohol di dalamnya. Namun ingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat menimbulkan efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun). Dan sekali lagi kami katakan bahwa Al Qur’an dan Al Hadits sama sekali tidak pernah mengharamkan alkohol, namun yang dilarang adalah khomr yaitu segala sesuatu yang memabukkan.
Lalu kita kembali pada point yang kami ingin utarakan. Perlu kiranya kita ketahui bersama bahwa alkohol (etanol) yang bertindak sebagai solvent (pelarut) dalam parfum bukanlah khomr. Maksudnya, yang menjadi solvent (pelarut) di situ bukanlah wiski, vodka, rhum atau minuman keras lainnya. Tidak ada pembuat parfum beralkohol yang menyatakan demikian. Namun yang menjadi solvent boleh jadi adalah etanol murni atau etanol yang bercampur dengan air. Dan ingat, etanol di sini bukanlah khomr. Dari pengamatan di sini saja, kenapa parfum beralkohol mesti diharamkan, yang nyata-nyata kita saksikan bahwa campurannya saja bukan khomr?
Pernyataan kami di atas bukan berdasar dari logika keilmuan kami semata, namun LP POM MUI[4] pun menyatakan demikian. Berikut kami cuplik sebagian perkataan mereka.
“Alkohol yang dimaksud dalam parfum adalah etanol . Menurut fatwa MUI, etanol yang merupakan senyawa murni -bukan berasal dari industri minuman beralkohol (khamr)- sifatnya tidak najis. Hal ini berbeda dengan khamr yang bersifat najis[5]. Oleh karena itu, etanol tersebut boleh dijual sebagai pelarut parfum, yang notabene memang dipakai di luar (tidak dimasukkan ke dalam tubuh).” [REPUBLIKA - Jumat, 30 September 2005[6]]. Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi.
Taruhlah kita mengangap bahwa khomr adalah najis sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Tetap kita katakan bahwa parfum beralkohol hukum asalnya adalah halal karena campurannya saja bukan khomr, lantas mengapa dianggap haram?
Etanol adalah Zat yang Suci
Pembahasan ini bukanlah memaksudkan pada pembahasan minuman keras. Minuman keras sudah diketahui haramnya karena termasuk khomr. Yang kita bahas adalah mengenai apa hukum dari etanol (C2H5OH), apakah suci dan halal?
Ini sudah kami kemukakan dalam tulisan sebelumnya di sini. Namun kami akan sedikit mengulang dengan menjelaskan melalui ilustrasi berikut.
Kami ilustrasikan sebagai berikut.
Air kadang bercampur dengan zat lainnya. Kadang air berada di minuman yang halal. Kadang pula air berada pada minuman yang haram (semacam dalam miras). Namun bagaimanakah sebenarnya status air itu sendiri sebagai zat yang berdiri sendiri, tanpa bercampur dengan zat lainnya? Apakah halal? Jawabannya, halal. Karena kita kembali ke hukum asal segala sesuatu adalah halal[7]. Dasarnya adalah firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al A’rof: 32)
Air ini bisa menjadi haram jika ia sudah berupa campuran, namun yang ditinjau adalah campurannya dan bukan lagi airnya. Misalnya air yang terdapat dalam miras. Pada saat ini, air sudah bercampur dan menjadi satu dengan miras. Dan miras dihukumi haram, termasuk pula air di dalamnya.
Sama halnya kita terapkan untuk etanol. Etanol kadang bercampur dan jadi satu dengan minuman keras. Kadang pula etanol berada dalam cairan etanol yang bercampur dengan air. Bagaimanakah hukum asal etanol ketika berdiri sendiri dan belum bercampur atau menyatu dengan zat lain? Jawabannya, sama dengan air di atas. Kita kembali ke hukum asal bahwa segala sesuatu itu halal. Termasuk juga etanol ketika ia berdiri sendiri.
Nanti masalahnya berbeda ketika etanol tadi bercampur dan menyatu dengan miras. Ketika itu etanol juga bercampur dengan zat asetanilda, propanol, butanol, dan metanol yang kebanyakan bersifat toksik (racun). Pada saat ini, campurannya dihukumi haram karena sifatnya memabukkan, termasuk pula etanol di dalamnya.
Namun bagaimana jika etanol hanya bercampur dengan air. Apakah dihukumi haram? Jawabnya, kembali ke hukum asal yaitu halal. Pada saat ini pula etanol bukan lagi memabukkan. Namun asal etanol memang toksik (beracun) dan tidak bisa dikonsumsi. Jika etanol hanya bercampur dengan air, lalu dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan bila dikonsumsi, yaitu sakit perut atau mati.
Intinya, ada beberapa point yang bisa kita simpulkan:
Hukum asal etanol jika ia berdiri sendiri dan tidak bercampur dengan zat lain adalah halal.
Etanol bisa berubah statusnya jadi haram jika ia menyatu dengan minuman yang haram seperti miras.
Etanol ketika berada dalam miras, yang dihukumi adalah campuran mirasnya dan bukan etanolnya lagi.
Jika melihat etanol (alkohol) yang ada dalam parfum, maka kita dapat katakan bahwa yang jadi solvent (pelarut) dalam parfum tersebut adalah etanol yang suci, lantas mengapa mesti dipermasalahkan? Karena ingat sekali lagi, campuran dalam parfum di sini bukanlah khomr, namun etanol yang statusnya suci. Semoga Allah beri kepahaman.
Jika Kita Menganggap Campuran Parfum adalah Khomr
Ini sebenarnya pernyataan yang kurang tepat sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas. Namun taruhlah jika kita masih meyakini bahwa parfum alkohol memakai campuran khomr, lalu dari segi mana parfum tersebut boleh digunakan?
Jawabannya, kita kembali pada pembahasan apakah khomr itu najis ataukah tidak. Sebagaimana yang telah kami utarakan bahwa khomr itu haram namun tidak najis. Di antara alasannya:
Pertama: Tidak ada dalil tegas yang menyatakan khomr itu najis.
Kedua: Terdapat dalil yang menyatakan khomr itu suci. Sebagaimana hal ini dapat kita lihat pada hadits dari Anas bin Malik tentang kisah pengharaman khomr. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dengan berkata, “Ketahuilah, khomr telah diharamkan.”[8] Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa ketika bejana-bejana khomr pun dihancurkan dan penuhlah jalan-jalan kota Madinah dengan khomr. Padahal ketika itu orang-orang pasti ingin melewati jalan tersebut. Jika khomr najis, maka pasti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyuruh membersihkannya sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintakan untuk membersihkan kencing orang Badui di masjid. Jika khomr najis tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan orang-orang membuangnya di jalan begitu saja.
Ketiga: Hukum asal segala sesuatu adalah suci.
Jika sudah jelas zat khomr itu suci dan tidak najis, maka tidak menjadi masalah dengan parfum beralkohol. Namun perlu diketahui bahwa ulama yang menyatakan khomr itu suci, mengenai hukum parfum beralkohol ada beberapa pendapat di antara mereka, yaitu sebagai berikut:
Dibolehkan jika alkohol dalam parfum itu sedikit.[9]
Tidak dibolehkan karena kita diperintahkan menghancurkan khomr sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. Jika diperintahkan dihancurkan, maka mengapa malah digunakan untuk parfum? Tentu saja tidak boleh menggunakannya.[10]
Namun jika kita melihat penjelasan di awal tadi, dua pendapat ini kami nilai kurang tepat karena salah dalam memahami istilah alkohol dalam parfum. Sebagaimana telah dikemukakan, solvent (pelarut) yang digunakan dalam parfum beralkohol bukanlah khomr namun etanol atau campuran antara etanol dan air. Lantas mengapa mesti dipermasalahkan?
Kesimpulan
Hukum asal menggunakan parfum beralkohol adalah boleh, mengingat status alkohol (etanol) yang suci yang bercampur dalam parfum tersebut, kecuali bila ada campuran zat najis lainnya dalam parfum tersebut[11].
Catatan penting:
Untuk wanita, diperbolehkan menggunakan wewangian hanya di rumah sebagaimana telah kami terangkan ketika membahas "Kriteria Wanita Idaman" di sini. Di antara alasannya adalah riwayat berikut:
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Shahih)
Demikian pembahasan kami mengenai parfum beralkohol. Semoga bisa menjawab polemik yang ada yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin. Semoga pelajaran ini bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu a’lam bish showab.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Alumni Teknik Kimia UGM)
Artikel http://rumaysho.com
Diselesaikan di Panggang-Gunung Kidul, selepas shalat Isya, 15 Shofar 1431 H
[1] Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Perfume
[2] HR. Muslim no. 2003, dari Ibnu ‘Umar.
[3] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah
[4] Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disingkat LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas untuk meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi agama Islam yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat.
[5] Mengenai pendapat yang menyatakan bahwa khomr itu najis adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama dan telah kami sanggah dalam pembahasan tersendiri.
[6] Sumber: http://www.republika.co.id/print/20898
[7] Kaedah “Hukum asal segala sesuatu adalah halal” merupakan kaedah yang tidak disepakati oleh para ulama, namun merupakan kaedah yang diterapkan mayoritas ulama. Lihat Al Wajiz fii Iidhohi Qowa’idil Fiqhi Al Kulliyah, Syaikh Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad Al Burnu, hal. 191, Muassasah Ar Risalah, cetakan kelima, tahun 1422 H.
[8] HR. Bukhari 2464 dan Muslim 1980, dari Anas.
[9] Lihat pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsamin dalam Liqo’at Al Bab Al Maftuh, kaset no. 60, pertanyaan ke-17, Asy Syamilah
[10] Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Soal kedua, Fatawa no. 3426, 22/145.
[11] Ini adalah tambahan dari LP POM MUI: “Walaupun demikian, selain etanol, perlu diperhatikan pula kemungkinan-kemungkinan digunakannya bahan najis lain pada pembuatan parfum tersebut. Bahan tersebut dapat berupa turunan hewani atau pun penggunaan bahan lain yang tidak halal dalam proses pembuatannya. Seperti kemungkinan penggunaan lemak hewan dalam proses enfleurasi (proses penyerapan aroma bunga). Bahan-bahan ini harganya mahal dan biasanya digunakan pada parfum yang mahal pula tentunya.”
No comments:
Post a Comment