Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaiminn pernah ditanya,
Apa hukum memberi upah (harta) pada tukang bekam atas usaha bekamnya?
Syaikh rahimahullah menjawab:
Tidak mengapa (boleh-boleh saja) memberi upah pada tukang bekam. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
إن أجرة الحجام ليست حراماً، ولو كانت حراماً ما أعطى النبي صلى الله عليه وسلم الحجام أجرته
“Sesungguhnya upah tukang bekam tidaklah haram. Seandainya upah tersebut haram, tentu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak akan memberikan upah tersebut pada tukang bekam.”[1]
Benarlah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Akan tetapi ingatlah bahwa upah bekam disebut khobits (jelek). Sudah selayaknya tukang bekam tidak meminta upah karena proses bekam memberikan dhoror (bahaya) pada saudaranya (dengan mengeluarkan darah). Jadi dapat kita katakan untuk upah bekam: Upah semacam ini adalah jelek, namun bukan haram. Apakah khobits (jelek) berarti halal? Iya. Allah Ta’ala berfirman,
أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ
“Nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang khobits (yang buruk-buruk) lalu kamu menafkahkan daripadanya.” (QS. Al Baqarah: 267)
Sumber: Liqo’at Al Bab Al Maftuh, 189/17
No comments:
Post a Comment