Thursday, December 22, 2011

Kajian Memahami Tentang Hakikat Takwa

Takwa sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum mengetahui hakekatnya. Setiap jum’at para khotib menyerukan takwa dan para makmumpun mendengarnya berulang-ulang kali. Namun yang mereka dengar terkadang tidak difahami dengan benar dan pas.

Pengertian Takwa

Untuk mengenal hakekat takwa tentunya harus kembali kepada bahasa Arab, karena kata tersebut memang berasal darinya. Kata takwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syar’i adalah menjaga diri dari perbuatan dosa.Dengan demikian maka bertakwa kepada Allah adalah rasa takut kepada-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya. Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan dan siksaan-Nya dengan mentaat-iNya dan mencari keridhoan-Nya.Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketakwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam detiap saat kehidupannya karena ketakwaan pada hakikatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzab-Nya.Sangat pas sekali definisi para ulama yang menyatakan ketakwaan seorang hamba kepada Allah adalah dengan menjadikan benteng perlindungan diantara dia dengan yang ditakuti dari kemurkaan dan kemarahan Allah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Berikut ini beberapa ungkapan para ulama salaf dalam menjelaskan pengertian takwa:

Kholifah yang mulia Umar bin Al Khothob pernah bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang takwa. Ubai bertanya: Wahai amirul mukminin, Apakah engkau pernah melewati jalanan penuh duri? Beliau menjawab: Ya. Ubai berkata lagi: Apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: Saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak kedua telapak kakiku. Saya majukan satu kaki dan mundurkan yang lainnya khawatir terkena duri. Ubai menyatakan: Itulah takwa.[1]
Kholifah Umar bin Al Khothob pernah berkata: Tidak sampai seorang hamba kepada hakekat takwa hingga meninggalkan keraguan yang ada dihatinya.
Kholifah Ali bin Abi Tholib pernah ditanya tentang takwa, lalu beliau menjawab: Takut kepada Allah, beramal dengan wahyu (Al Qur’an dan Sunnah) dan ridho dengan sedikit serta bersiap-siap untuk menhadapi hari kiamat.
Sahabat Ibnu Abas menyatakan: Orang yang bertakwa adalah orang yang takut dari Allah dan siksaanNya.
Tholq bin Habib berkata: takwa adalah beramal ketaatan kepada Allah diatas cahaya dari Allah karena mengharap pahalaNya dan meninggalkan kemaksiatan diatas cahaya dari Allah karena takut siksaanNya
Ibnu Mas’ud menafsirkan firman Allah:  اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ dengan menyatakan: “Taat tanpa bermaksiat dan ingat Allah tanpa melupakannya dan bersyukur.
Takwa ada dikalbu.

Takwa adalah amalan hati (kalbu) dan tempatnya di kalbu, dengan dasar firman Allah Ta’ala:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. (QS. 22:32) . dalam ayat ini takwa di sandarkan kepada hati, karena hakekat takwa ada dihati.

Demikian juga firman Allah:

Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. (QS. 49:3)

Sedangkan dalil dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal ini adalah sabda beliau:

التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا ويُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ [ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ] بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُّهُ وَعِرْضُهُ


“Takwa itu disini! Takwa itu disini! Takwa itu disini! –dan beliau mengisyaratkan ke dadanya (Tiga kali). Cukuplah bagi seorang telah berbuat jelek dengan merendahkan saudara muslimnya. Setiap muslim diharamkan atas muslim lainnya dalam darah, kehormatan dan hartanya.” (HR Al Bukhori dan Muslim)

Juga hadits Qudsi yang masyhur dan panjang dari sahabat Abu Dzar. Di antara isinya adalah:

يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا

“Wahai hambaKu, seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia dan jin seluruhnya berada pada ketakwaan hati seorang dari kalian tentulah tidak menambah hal itu sedikitpun dari kekuasaanKu.” (HR Muslim)

Dalam hadits ini ketakwaan disandarkan kepada tempatnya yaitu kalbu. Namun walaupun ketakwaan adalah amalan hati dan adanya dihati, tetap saja harus dibuktikan dan dinyatakan dengan amalan anggota tubuh. Siapa yang mengklaim bertakwa sedangkan amalannya menyelisihi perkataannya maka ia telah berdusta.Ketakwaan ini berbeda-beda sesuai kemampuan yang dimiliki setiap individu, sebagaimana firman Allah:

فاتّقوا اللّهَ ما استَطَعتُم

“Bertakwalah kepada Allah semampu kalian.”

Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita ketakwaan yang sempurna.


__________________________________

[1] Al Jaami’ Liahkam Al Qur’an karya Al Qurthubi 1/162
Ref:Ustadz Kholid

No comments:

Post a Comment