Showing posts with label Sunnah. Show all posts
Showing posts with label Sunnah. Show all posts

Thursday, January 5, 2012

Pentingnya Memelihara Amalan Sunnah


Allah Subhanhu Wa Ta'ala berfirman (yang artinya): Sembahlah Allah hingga datang kepada kamu sesuatu yang meyakinkan (maut) (TQS. al-Hijr: 99). Terkait ayat di atas, Imam asy Sya'rawi menyatakan, bahwa ibadah adalah ketaatan seorang hamba kepada Zat Yang disembah. Ibadah itu sendiri mencakup seluruh gerak hidup manusia. Asy-Sya'rawi juga menegaskan, bahwa sesuatu yang meyakinkan yang disepakati oleh setiap orang —yang tidak ada pertentangan di dalamnya— adalah kematian. (Imam asy-Sya'rawi, Tafsir asy Sya'rawi, I/4836).

Ayat ini sesungguhnya memerintahkan kita untuk selalu istiqamah dalam beribadah kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala hingga akhir hayat kita. Sikap istiqamah dalam beribadah kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala hingga kematian menghampiri kita tentu hanya akan bisa dilakukan jika kita mampu memelihara amal-amal shalih kita, baik yang wajib maupun yang sunah. Amalan yang wajib tentu tak perlu diperbincangkan lagi; mutlak harus dilakukan. Hanya saja, wajib itu ada dua: fardhu 'ain dan fardhu kifayah. Sayangnya, fardhu kifayah ini sering diabaikan oleh kebanyakan Muslim hanya karena sudah ada sekelompok orang yang berusaha menunaikannya, padahal kelompok tersebut belum berhasil menunaikannya. Misalnya adalah kewajiban menegakkan Khilafah dan syariah Islam secara total dalam aspek kehidupan, sekaligus menyerbarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. Padahal Baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sejak menerima wahyu pertama, diikuti oleh para Sahabat, tidak pernah sejenak pun beristirahat untuk berdakwah sekaligus berjuang menegakkan Islam hingga mereka berhasil mendirikan Daulah Islam (Negara Islam di Madinah). Setelah Negara Islam berdiri pun, dakwah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para Sahabat tidak berhenti. Melalui institusi Negara Islam yang mereka dirikan itu, Islam lalu disebarluaskan ke seluruh penjuru dengan dakwah dan jihad. Mereka senantiasa istiqamah serta tanpa lelah terus berdakwah dan berjuang untuk Islam hingga datang kepada mereka sesuatu yang meyakinkan, yakni kematian.

Selain amal-amal yang wajib, tentu setiap Muslim harus memelihara amalan-amalan sunah. Sebab, amalan-amalan sunah pun memiliki banyak keutamaan yang tidak boleh diabaikan begitu saja oleh setiap Muslim. Contohnya adalah shalat-shalat sunah (nafilah). Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, misalnya, bersabda, "Hendaklah kalian banyak bersujud. Sebab, siapa saja yang bersujud kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala satu kali, Dia akan mengangkat derajatnya satu derajat dan menghapus darinya satu kesalahan (dosa)."(HR Muslim).

Di antara shalat sunah yang paling utama adalah shalat malam (tahajud). Allah Subhanhu Wa Ta'ala berfirman (yang artinya): Pada sebagian malam itu, bertahajudlah kalian sebagai ibadah tambahan bagi kalian. (Dengan shalat malam itu) Allah pasti mengangkat kalian ke derajat yang terpuji (TQS al-Isra': 79).

Begitu pentingnya shalat tahajud ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sampai menyuruh kita untuk "mengqadhanya" saat tertinggal. Beliau bersabda, "Jika kalian tertinggal dari menunaikan shalat malam karena sakit atau hal lain, hendaklah kalian menunaikan shalat dua belas rakaat di siang hari." (HR Muslim).

Dalam hadits lain beliau bersabda, "Siapa saja yang ketiduran hingga tidak menunaikan shalat witir atau sunah-sunahnya, hendaklah ia menunaikannya saat terjaga."(HR Muslim).

Sebaliknya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam "mencela" orang yang tidak melakukan shalat malam, padahal ia sering bangun tengah malam. Beliau bersabda kepada Abdullah bin Amr bin al-'Ash, "Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan; ia bangun malam tetapi tidak menunaikan sholat malam." (Mutaffaq'alaih).

Dalam Al-Fath dinukil kata-kata Ibn'Arabi, "Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mendawamkan amal kebajikan yang biasa dilakukan oleh seorang Muslim tanpa melalaikannya. Dapat disimpulkan dari hadits tersebut, bahwa makruh memutus ibadah (tidak mendawamkannya) meskipun bukan ibadah wajib." (Muhammad 'Allan ash-Shiddqi, Dalil al-Falihin,I/313).

Amalan sunah lain yang tak kalah utamanya adalah membaca Alquran. Baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya." (HR al-Bukhari).

Beliau pun bersabda, "Bacalah oleh kalian Alquran karena ia akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafaat bagi orang yang membaca dan mengamalkannya."(HR Muslim).

Tentu masih banyak amalan-amalan sunah yang lain seperti memperbanyak dzikir, shaum sunah (shaum Senin-Kamis, shaum Dawud, dll), bersedekah, dll. Semua itu selayaknya dilakukan secara kontinyu (dawam). Sebab, kata Baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sebagaimana dituturkan Ummul Mukmin Aisyah ra., "Sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah Subhanhu Wa Ta'ala adalah yang paling kontinyu (dawam) dilakukan meski sedikit." (HR al-Bukhari).

Semoga kita bisa melakukannya.
Oleh: Arief B. Iskandar

Wednesday, October 5, 2011

Kajian Sunnah-Sunnah Jika Akan Tidur

Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiallahu anhu dia berkata: Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الْأَيْمَنِ ثُمَّ قُلْ اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَتَكَلَّمُ بِهِ
“Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu dan ucapkanlah: ALLAHUMMA ASLAMTU WAJHII ILAIKA, WA FAWWADHTU AMRII ILAIKA, WA ALJA`TU ZHAHRII ILAIKA, RAGHBATAN WA RAHBATAN ILAIKA. LAA MALJA`A WA LAA MANJAA ILLAA ILAIKA. ALLAHUMMA AAMANTU BIKITAABIK ALLADZII ANZALTA, WANNABIYYIK ALLADZII ARSALTA (Ya Allah, aku pasrahkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu dengan perasaan senang dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari siksa-Mu melainkan kepada-Mu. Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus). Jika kamu meninggal pada malammu itu, maka kamu dalam keadaan fitrah dan jadikanlah doa ini sebagai akhir kalimat yang kamu ucapkan (di malam hari).” (HR. Al-Bukhari no. 6311 dan Muslim no. 2710)

Dari Huzaifah radhiallahu anhu dia berkata;

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ مِنْ اللَّيْلِ وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خَدِّهِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَمُوتُ وَأَحْيَا وَإِذَا اسْتَيْقَظَ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Apabila Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hendak tidur di malam hari, beliau meletakkan tangannya di bawah pipi, kemudian beliau mengucapkan: “ALLAHUMMA BISMIKA AMUUTU WA AHYA (Ya Allah, hanya dengan nama-Mu aku mati dan aku hidup).” Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: “ALHAMDULILLAH ALLADZI AHYAANAA BA’DAMAA AMAATANAA WA ILAIHIN NUSYUR (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).” (HR. Al-Bukhari no. 6314 juga diriwayatkan olehnya pada no. 5850 dari hadits Abu Dzar dan Muslim no. 4886 dari Al-Barra` radhiallahu anhu)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:

رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مُضْطَجِعًا عَلَى بَطْنِهِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ ضَجْعَةٌ لَا يُحِبُّهَا اللَّهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat seseorang tidur tengkurap, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya ini adalah cara tidur yang tidak disukai Allah.” (HR. At-Tirmizi no. 2768 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 4718)

Penulis : Abu Muawiah

Tuesday, May 10, 2011

Kajian Pengertian Sunnah

Sunnah itu memiliki penganut. Dan para penganutnya memiliki aqidah atau keyakinan dan selalu bersatu di atas kebenaran. Maka sudah sepantasnya penulis memaparkan di sini pengertian dari ketiga kata tersebut : Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Pengertian Aqidah Secara Bahasa Dan Menurut Istilah. Aqidah secara bahasa diambil dari kata 'aqad yakni ikatan dan buhulan yang kuat. Bisa juga berarti teguh, permanent, saling mengikat dan rapat. Bila dikatakan tali itu di-'aqad-kan, artinya diikat. Bisa juga digunakann dalam ikatan jual beli atau perjanjian. Meng-'aqad sarung, berarti mengikatnya dengan kuat. Kata aqad adalah lawan dari hall (melepas/mengurai)[1].

Pengertian aqidah menurut istilah adalah : Bahwa aqidah itu digunakan dalam arti iman yang teguh, kokoh dan kuat yang tidak akan terasuki oleh keragu-raguan. Yakni keyakinan yang menyebabkan seseorang itu diberi jaminan keamanan, hati dan nuraninya terikatt pada keyakinan itu, lalu dijadikan sebagai madzhab dan agamanya. Apabila iman yang teguh, kokoh, kuat dan pasti itu benar, maka aqidah seseorang juga menjadi benar, seperti aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Kalau keimanan itu batil, maka aqidah pemiliknya juga batil, seperti aqidah yang dimiliki oleh kelompok-kelompok sesat. [2]

Pengertian Ahlus Sunnah

Sunnah secara bahasa artinya adalah jalan atau riwayat hidup, baik ataupun buruk. [3] Sementara sunnah menurut istilah para ulama aqidah Islam adalah petunjuk yang dijalani oleh Rasulullah dan para sahabat beliau ; dalam ilmu, amalan, keyakinan, ucapan dan perbuatan. Itulah ajaran sunnah yang wajib diikuti dan dipuji pelakunya, serta harus dicela orang yang meninggalkannya. Oleh sebab itu dikatakan ; si Fulan temasuk Ahlus Sunnah. Artinya, ia orang yang mengikuti jalan yang lurus dan terpuji.[4]

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menyatakan : "Sunnah adalah jalan yang dilalui, termasuk diantaranya adalah berpegang teguh pada sesuatu yang dijalankan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Al-Khulafa Ar-Rasyidun, berupa keyakinan, amalan dan ucapan. Itulah bentuk sunnah yang sempurna". [Jami'ul Ulumiwal Hikam I : 120]

Syaikhul Islam Ibnu Timiyah rahimahullah menyatakan : "Sunnah adalah sesuatu yang ditegakkan di atas dalil syari'at, yakni ketaatan kepada Allah dan RasulNya, baik itu perbuatan beliau, atau perbuatan yang dilakukan di masa hidup beliau, atau belum pernah beliau lakukan dan tidak pula pernah dilakukan di masa hidup beliau karena pada masa itu tidak ada hal yang mengharuskan itu dilakukan pada masa hidup beliau, atau karena ada hal yang menghalanginya".[Majmu' Al-Fatawa oleh Ibnu Taimiyah XXI : 317]

Dengan demikian perngertian itu, berarti adalah mengikuti jejak Rasulullah secara lahir dan batin, dan mengikuti jalan hidup orang-orang terdahulu dari generasi awal umat ini dari kalangan Al-Muhajirin dan Al-Anshar. [Refernsi sebelumnya III : 157]

Pengertian Jama'ah

Jama'ah secara bahasa diambil dari kata dasar jama'a (mengumpulkan). Dari akar kata itulah muncul kata-kata semacam ijma' (kesepakatan) dan ijtima' (pertemuan), lawan kata dari tafarruq (perpisahan).

Ibnu Faris menyatakan : "Huruf Jim, Mim dan 'Ain berasal dari satu kata dasar yang menunjukkan pengumpulan sesuatu. Saya menjamak sesuatu artinya mengumpulkannya sedemikian rupa".[5]

Sementara Jama'ah menurut istilah ulama aqidah Islam yang tidak lain adalah generasi As-Salaf dari umat Islam dari kalangan sahabat, tabi'in dan yang mengikuti jejak mereka hingga hari Kiamat, yang mereka bersatu dalam kebenaran yang jelas dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. [6]

Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu menyebutkan : "Jama'ah adalah sesuatu yang bersesuaian dengan kebenaran meski hanya engkau seorang diri"

Nu'aim bin Hammad menyatakan : "Yakni apabila jama'ah kaum muslimin sudah rusak, hendaknya engkau berpegang pada sesuatu yang dilaksanakan oleh jama'ah itu sebelum ia rusak, meski hanya engkau seorang diri. Karena pada saat itu, engkaulah jama'ah itu sendiri". [7]

[Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid'ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, Edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid'ah, Penulis Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Penerbit Darul Haq]
_________

Foote Note

[1]. Lihat Lisanul Arab oleh Ibnu Mandzur, bab huruf daal, pasal huruf 'ain III:296. Lihat juga Qamus Al-Muhith oleh fairuz Abadi, bab huruf daal pasal huruf 'ain, hal.383. Lihat juga Mu'jamul Maqayis Fil Lughah oelh Ibnu Faris kitab Al-Ain hal.679.

[2]. Lihat Mabahits Fi Aqidah Ahlus Sunnah, oleh Doktor Nashir Al-Aql, hal.9-10

[3]. Lihat Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur bab ; Nuun, pasal huruf sien XIII : 225.

[4]. Lihat Mabahits Fi Aqidah Ahlus Sunnah, oleh Doktor Nashir Al-Aql, hal. 15

[5]. Mu'jamul Maqayis Fil Lughah oleh Ibnu Faris, kitab huruf Jiim hal. 224

[6]. Lihat Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah oleh Ibnu Abil Izzi hal. 68 dan Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah tulisan Khalil Hirras hal, 61

[7]. Oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan I : 70, lalu dinisbatkan kepada Al-Baihaqi.