Showing posts with label Kajian Ramadhan. Show all posts
Showing posts with label Kajian Ramadhan. Show all posts

Saturday, July 5, 2014

Adab-Adab Berpuasa Mengenai Sahur

Saudaraku kaum muslimin, ketahuilah. Diantara adab yang juga harus selalu diperhatikan dan dijaga oleh orang yang berpuasa adalah sahur atau makan sahur.

Hal itu karena Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda :

تسحروا فإن في السحور بركة

“Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat barokah/keberkahan.”

(HR Imam Al-Bukhori no. 1923 dan Muslim no. 1095, dari hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu)

Kurma dapat meguatkan hati, melancarkan pembuangan air besar ...

Tentang makna barokah yang terdapat dalam makan sahur, dijelaskan oleh Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahulloh : “Sesungguhnya keberkahan di dalam sahur itu bisa dicapai/diraih dari berbagai sisi, (diantaranya) yaitu : (1) mengikuti sunnah (mencontoh sunnah/tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, edt.), (2) untuk menyelisihi/membedakan diri dengan puasanya ahlul Kitab (Yahudi dan Nashoro, edt.),(3) untuk menguatkan ibadah, (4) untuk menambah semangat, (5) menolak atau menghindari munculnya akhlak yang jelek yang ditimbulkan karena lapar (seperti : keinginan untuk membatalkan puasa, dll), (6) merupakan sebab untuk bersedekah kepada orang yang minta-minta (yakni minta makan karena lapar), atau mengajaknya untuk makan bersama dengannya (sahur bersama), (7) merupakan sebab untuk banyak berdzikir dan berdoa di waktu yang diharapkan terkabulnya doa (karena waktu itu termasuk akhir-akhir malam, yang merupakan salah satu waktu dikabulkannya doa bagi yang mau berdoa, edt.), (8) untuk mendapatkan niat berpuasa, bagi orang yang lupa berniat sebelum dia tidur malam………” (Fathul Bari, Syarh Shohih Al-Bukhori, 4/164)

Al-Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied rohimahulloh juga berkata : “Keberkahan ini, boleh jadi kembali kepada perkara-perkara ukhrowi (akhirat), karena dengan menegakkan/mengamalkan sunnah (tuntunan Rosululloh, khususnya makan sahur ini, edt.) akan diberi pahala dan tambahan (kebaikan yang banyak, edt.). Dan bisa jadi pula kembali kepada urusan-urusan dunia, seperti kuatnya badan untuk melakukan puasa, dan kemudahan lainnya tanpa adanya bahaya bagi orang yang berpuasa…” (Fathul Bari, Syarh Shohih Al-Bukhori, 4/164)         

Mengingat begitu besarnya keberkahan dalam sahur itu, maka tidak selayaknya kita meninggalkannya. Sebagaimana hal ini juga ditunjukkan hadits sebagai berikut ini. Salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bercerita : “Aku pernah masuk (menjumpai) Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, saat itu beliau sedang sahur, lalu beliau bersabda:

إنها بركة أعطاكم الله إياها فلا تدعوه

“Sesungguhnya dia (sahur itu) barokah, yang Alloh telah memberikannya untuk kalian, karena itu janganlah kalian meninggalkannya.”

(HR Imam An-Nasa’i (4/145), dishohihkan oleh Syaikh Al-‘Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rohimahulloh dalam Al-Jami’us Shohih, 2/422)

Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjadikan makan sahur itu sebagai pembeda antara puasa kita kaum muslimin dengan puasanya Ahlul Kitab (orang-orang yahudi dan nashoro), sebagaimana dalam sabda beliau :

فصل ما بين صيامنا و صيام أهل الكتاب أكلة السحور

 “Pemisah/pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahlul Kitab adalah makan sahur.”

(HR Imam Muslim no. 1096, dari sahabat ‘Amru bin Al-Ash rodhiyallohu ‘anhu)

LALU, APA HUKUMNYA MAKAN SAHUR ITU ?

Al-Imam An-Nawawi rohimahulloh mengatakan : “Ibnul Mundzir rohimahulloh dalam Al-Isyrof mengatakan : “Umat Islam ini telah sepakat, bahwa sahur itu hukumnya sunnah, tidak ada dosa bagi orang yang meninggalkannya.”

(Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/360).

Al-Imam Ibnu Qudamah rohimahulloh juga menyatakan : “Kami tidak mengetahui adanya khilaf (perselisihan) di antara para ulama (yakni tentang sunnahnya hal tersebut).” (Al-Mughni, 3/54) Lihat juga Fathul Bari, Syarh Shohih Al-Bukhori (1922)

KAPAN WAKTUNYA MAKAN SAHUR ITU ?

Waktu makan sahur itu disunnahkan untuk diakhirkan, yakni beberapa saat menjelang datangnya waktu shubuh (terbitnya fajar shodiq di waktu shubuh tersebut). Dalam hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, dari Zaid bin Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, dia bercerita : “Kami pernah sahur bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami sholat (yakni sholat Shubuh, edt.)” Saya (Anas bin Malik) bertanya : “Berpakah jarak antara waktu adzan dan sahur ?” Dia (Zaid) menjawab : “Kira-kira lima puluh ayat (yakni kira-kira selama orang membaca lima puluh ayat dari Al-Qur’an, kurang lebih 10-15 menit, wallohu a’lam, edt.).” (HR Imam Al-Bukhori no. 1921 dan Muslim no. 1097)

Sahl bin Sa’ad rodhiyallohu ‘anhu juga bercerita : “Aku pernah sahur di rumah keluargaku, kemudian aku cepat-cepat untuk mendapatkan sholat Shubuh bersama Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.” (HR Imam Al-Bukhori no. 577)

Dari hadits-hadits tersebut di atas, para ulama menyimpulkan dan menyatakan disunnahkannya untuk mengakhirkan makan sahur bagi orang yang hendak berpuasa. (Al-Majmu’ (6/360), Al-Mughni (3/54), Fathul Bari (4/165) )

DENGAN APAKAH MAKAN SAHUR ITU ?

Para ulama, diantaranya Al-Imam Ibnu Qudamah dan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahumalloh menegaskan : “Sahur itu sudah bisa terpenuhi dengan sesuatu yang sedikit, baik itu yang dimakan atau diminum oleh seseorang.” (tidak mesti dengan makan atau minum yang banyak, edt.).

Hal itu ditunjukkan dalam sebuah hadits Abu Sa’id Al-Khudri rodhiyallohu ‘anhu secara marfu’, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

السحور بركة فلا تدعوه ولو أن يجرع أحدكم جرعة من ماء فإن الله و ملاءكته يصلون على المتسحرين

“Sahur itu barokah, karena itu janganlah kamu meninggalkannya (yakni tidak mau makan sahur), meskipun salah seorang dari kamu (hanya sekedar) minum dengan seteguk air. Kerena sesungguhnya Alloh dan para Malaikatnya bersholawat (yakni mendoakan kebaikan, edt.) kepada orang-orang yang makan sahur.”

(HR Imam Ahmad dalam Al-Musnad, 3/12)

Tentang hadits tersebut, guru kami, Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh mengatakan : “Tetapi di dalam sanad hadits ini ada Rifa’ah Abu Rifa’ah, dia ini keadaannya Majhul (tidak diketahui/tidak dikenal), juga di dalam hadits ini ada ‘an’anah Yahya bin Abi Katsir. Hadits tersebut juga mempunyai jalan-jalan yang lain di sisi Imam Ahmad (3/44), tetapi di dalam sanadnya ada Abdurrohman bin Zaid bin Aslam, dia ini disepakati akan kedho’ifannya.

Akan tetapi lafadz hadits : “Sahur itu barokah”, mempunyai banyak penguat dan telah disebutkan sebagiannya di depan. Adapun lafadz : “meskipun salah seorang dari kamu (hanya sekedar) minum dengan seteguk air”, juga mempunyai penguat (yakni) hadits Abdullah bin ‘Amru bin Al-Ash rodhiyallohu ‘anhuma di sisi Ibnu Hibban (no. 3476), tetapi dalam sanadnya ada ‘Imron Al-Qoththon, yang rojih dia ini didho’ifkan. Adapun bagian akhir hadits tersebut : (“Kerena sesungguhnya Alloh dan para Malaikatnya bersholawat (yakni mendoakan kebaikan, edt.) kepada orang-orang yang makan sahur”), tidak aku temukan penguat yang bagus untuk menguatkan hadits tersebut. Sehingga (kesimpulannya), hadits ini HASAN tanpa bagian akhirnya.”

(Ithaaful Anam bi Ahkami wa Masaailis Shiyaam, hal. 50-51)

Jadi, kalau seseorang hanya mampu sekedar minum seteguk air untuk sahur (baik karena tidak ada makanan atau karena waktu yang sempit atau karena sebab-sebab yang lainnya), maka hal itu sudah mencukupi. Tetapi bila seseorang mampu untuk makan sahur (dengan makanan apapun), maka hal itu lebih baik. Sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh : “Dan yang jelas, bahwa  bila (seseorang) mampu untuk makan, maka hal itu (lebih sesuai) dengan sunnah.”

(Kitabus Shiyaam, 1/520-521) (Lihat juga masalah ini dalam : Al-Mughni (3/55), Fathul Bari (no. 1922)

ADAKAH DOA KHUSUS UNTUK BERBUKA PUASA ?

Di tengah masyarakat kita, banyak sekali beredar bacaan dzikir atau doa ketika berbuka puasa. Bahkan sebagiannya telah banyak kita hapal dan tertanam di benak kita sejak kecil hingga sekarang ini. Tetapi masalahnya, shohih atau tidakkah hadits-haditsnya ? Untuk mengetahuinya, insya Alloh di bawah ini akan kami sebutkan dzikir-dzikir dan doa-doa tersebut, berikut penjelasan keshohihannya ataukah tidak (catatan : penshohihan atau pendho’ifan di sini, menurut guru kami dalam kitabnya Ithaful Anam, hal. 63-64)

Pertama : Hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, bahwasannya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa ketika berbuka puasa) :

اللهم لك صمنا و على رزقك أفطرنا فتقبل منا إنك أنت السميع العليم

“Ya Alloh, untuk-Mu-lah kami berpuasa, dan atas rejeki dari-Mu-lah kami berbuka, maka terimalah (puasa) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (HR Imam Ad-Daruquthni (2/185), di dalam sanadnya ada Abdul Malik bin Harun bin ‘Antaroh, dia meriwayatkan dari bapaknya, dan dia (Abdul Malik) adalah rowi yang MATRUK (ditinggalkan haditsnya), sedangkan bapaknya DHO’IF (lemah). Sehingga hadits ini sangat lemah, wallohu a’lam)

Kedua : Hadits Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh berdoa dengan lafadz :

اللهم لك صمت و على رزقك افطرت

“Ya Alloh, untuk-Mu-lah aku berpuasa, dan atas rejeki dari-Mu-lah aku berbuka.”

(HR Imam Ath-Thobroni dalam Al-Ausath (no. 7545) dan Mu’jam As-Shoghir (no. 912), di dalam sanadnya ada Isma’il bin Amru, dia ini DHO’IF, juga ada Dawud bin Az-Zibriqon, dia ini MATRUK, sehingga sanadnya sangat lemah)    

Ketiga : Hadits Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma secara marfu’, bahwasannya dia berkata (berdoa ketika berbuka puasa) :

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إنشاء الله

“Telah hilang dahaga (rasa haus), telah basah urat-urat tenggorokan, dan telah tetap pahala, insya Alloh (bila Alloh menghendaki).”

(HR Imam Abu Dawud no. 2357, di dalam sanadnya ada Marwan bin Salim Al-Muqfi’, dia ini rowi yang MAJHUL (tidak dikenal keadaannya, sehingga hadist ini pun DHO’IF) 

Demikianlah doa-doa yang masyhur tentang doa bagi orang yang berbuka puasa, tetapi tidak ada satupun yang shohih dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Lihat juga pembahasan ini dalam kitab IRWA’UL GHOLIL (no. 919-920), karya Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani rohimahulloh.

Lalu, bila tidak ada dalil khusus yang shohih tentang doa ketika akan berbuka puasa, doa apa yang harus kita baca ? Dalam hal ini, kita kembalikan kepada hukum asal tentang doa ketika akan makan dan minum secara umum, yakni membaca BASMALAH (yakni bacaan Bismillah), wallohu a’lamu bis showab.

BENARKAH BAHWA DOANYA ORANG YANG BERPUASA ITU MAQBUL ?

Tentang hal ini, ada sebuah hadits yang menjelaskan seperti itu, yakni doanya orang yang berpuasa itu maqbul (akan dikabulkan oleh Alloh Ta’ala), khususnya bila dilakukan doa itu ketika sedang berbuka puasa.

Hadits yang dimaksud adalah hadits Abdulloh bin ‘Amru bin Al-Ash rodhiyallohu ‘anhuma, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إن للصائم عند فطره دعوة لا ترد

“Sesungguhnya orang yang berpuasa itu mempunyai doa yang tidak ditolak ketika sedang berbuka puasa.”

(HR Imam Ibnu Majah no. 1753)

Hadits ini tidak tsabit/kokoh atau kuat, karena di dalam sanadnya ada Ishaq bin ‘Ubaidillah bin Abil Muhajir, dia ini rowi yang MAJHUL, dan hadits ini mempunyai jalan-jalan sanad yang lainnya di sisi Ath-Thoyalisi (no. 2262), tetapi di dalam sanadnya ada Abu Muhammad Al-Maliki. 

As-Syaikh Al-Albani rohimahulloh berkata tentangnya : “Aku tidak mengenalnya. Mungkin saja dia itu Abdurrahman bin Abi Bakr bin ‘Ubaidillah bin Abi Mulaikah Al-Madani. Bila itu adalah dia, maka dia itu DHO’IF, sebagaimana dalam At-Taqrib, bahkan An-Nasa’i berkata : “Dia bukanlah rowi yang tsiqoh (kuat atau terpercaya).” Dalam lafadz lainnya dia berkata : “Dia MATRUKUL HADITS (ditinggalkan haditsnya).”

Kesimpulannya, hadits tersebut didho’ifkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam IRWA’UL GHOLIL (no. 921), dan juga didho’ifkan oleh Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rohimahulloh dalam ta’liq beliau atas kitab Tafsir Ibnu Katsir, terhadap firman Alloh Ta’ala di surat Al-Baqoroh ayat 186.

Namun ada hadits lain yang lebih shohih, yang menjelaskan tentang salah satu doa yang akan dikabulkan oleh Alloh Ta’ala adalah doanya orang yang sedang berpuasa, sampai dia berbuka.

Hadits tersebut adalah hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga (golongan manusia) yang doa mereka tidak akan ditolak : (1) Imam yang adil, (2) orang yang berpuasa sampai dia berbuka, (3) dan doanya orang yang teraniaya/terdholimi. Alloh akan mengangkatnya (doanya tersebut, edt.) di atas awan pada hari kiamat. Dan akan dibukakan untuknya pintu langit, kemudian Alloh akan berfirman : “Demi keagungan-Ku, sungguh Aku benar-benar akan menolongmu, meskipun setelah beberapa waktu.” (HR Ibnu Majah, dishohihkan oleh Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rohimahulloh dalam Al-Jami’us Shohih, 2/506)

Hadits tersebut menunjukkan, bahwa doanya orang yang sedang berpuasa itu akan dikabulkan oleh Alloh Ta’ala, hingga waktu ketika dia berbuka. Karena itu, semangatlah kita untuk selalu berdoa kepada Alloh di saat kita berpuasa sampai ketika kita berbuka.

MASALAH : “BILA SESEORANG SEDANG MAKAN SAHUR, LALU TERDENGAR SUARA ADZAN SHUBUH, ORANG YANG BELUM SELESAI MAKAN SAHUR ITU BOLEH MENERUSKAN MAKAN SAHURNYA, ATAUKAH DIA WAJIB MENGHENTIKANNYA ?”

Masalah seperti ini pernah ditanyakan kepada guru kami yang mulia, Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuri hafidzhohulloh Ta’ala, maka beliau menjawab sebagai berikut :

“Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS Al-Baqoroh : 187).

Dan di dalam As-Shohihain, dari hadits Adi bin Hatim rodhiyallohu ‘anhu dia berkata : “Ketika turun ayat : “Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”, maka aku mengambil dua buah benang  (satu berwarna hitam dan satunya lagi berwarna putih, edt.), dan aku meletakkan keduanya di bawah kepalaku (ketika tidur malam, edt.). Kemudian aku melihat kepada keduanya hingga pagi hari, kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau mengabarkan kepadaku (tentang pengertian yang benar dari ayat tersebut, edt.), lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya bantalmu itu (wahai ‘Adi), benar-benar lebar…. ”

(HR Imam Al-Bukhori no. 1916 dan Muslim no. 1090)

(Dari sini), kemudian jelaslah bagi Adi bin Hatim rodhiyallohu ‘anhu bahwa yang dimaksud dengan benang putih dan benang hitam adalah putihnya siang dan kegelapan malam. Benang putih adalah siang dan benang hitam adalah malam.

Di dalam As-Shohihain dari hadits Umar bin Al-Khoththob rodhiyallohu ‘anhu datang dengan (lafadz) seperti itu, kemudian juga hadits Abdullah bin Abi Aufa rodhiyallohu ‘anhuma, keduanya dalam As-Shohihain, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila malam telah muncul dari arah sini – yakni dari arah timur, dan siang menghilang dari arah sini – yakni beliau mengisyaratkan arah barat, sungguh telah berbuka (yakni waktunya berbuka, edt.) bagi orang yang berpuasa.”

Telah datang pula hadits dalam As-Shohihain, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam  bahwa beliau bersabda : “Makan dan minumlah kamu sampai (terdengar) Ibnu Ummi Maktum adzan, karena sesungguhnya tidaklah dia adzan (kecuali) sampai dikatakan kepadanya : “Telah datang shubuh, telah datang shubuh..”

(HR Imam Al-Bukhori no. 617 dan 622, dan Muslim no. 1092)(yakni, Ibnu Ummi Maktum adzan apabila telah benar-benar masuk waktu shubuh, yakni dengan tampaknya fajar shodiq, edt.)

Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : “Janganlah adzannya Bilal menghalangi kalian dari sahur kalian…”

(HR Imam Al-Bukhori no. 621 dan Muslim no. 1093)(yakni karena Bilal adzan ketika masih malam/adzan pertama sebelum masuk waktu shubuh, untuk membangunkan orang-orang yang masih tidur agar sholat lail atau segera makan sahur bagi yang akan berpuasa, edt.)

Maka berdasarkan hadits-hadits tersebut, apabila seorang mu’adzin adzan pada waktunya , atau seseorang telah benar-benar melihat terbitnya fajar shodiq (sebagai tanda telah masuk waktu shubuh), maka wajib bagi dia untuk “imsak” (menahan diri dari makan dan minumnya) secara langsung, meskipun bejana (yang berisi makanan atau minuman) masih ada di tangannya. Dia harus meninggalkan makanan dan minumannya tersebut, meskipun masih ada satu suap (makanan) di tangannya, dia harus meninggalkan (makanan atau minuman tersebut) dan tidak boleh memasukkan ke mulutnya, dan (dengan begitu) puasanya tetap sah.

Selanjutnya dalam masalah ini ada sebuah hadits :

إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فليأخذ منه حاجته

“Apabila salah seorang dari kalian mendengar adzan, sedangkan bejana (yang berisi makanan atau minuman) berada di tangannya, maka (tetap) ambillah/selesaikan hajatnya.” (maksudnya, tetap teruskan saja makan atau minumnya tersebut hingga selesai, edt.)  

Hadits ini dinyatakan cacat oleh Al-Imam Ibnu Abi Hatim rohimahulloh, dari bapaknya (sebagaimana disebutkan dalam kitab ‘Ilalul Hadits, karya beliau) sebagai hadits yang mauquf pada Abu Huroiroh saja. Hadits ini tidak tsabit dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Karena itu tidak layak/pantas dipertentangkan dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan atas wajibnya bagi orang yang berpuasa untuk berhenti dari makan dan minum serta apa saja yang bisa membatalkan puasa, apabila fajar telah terbit (telah tiba waktu shubuh).” Wallohu a’lamu bis showab.

(lihat kitab Ithaful Kirom bi Ajwibati Ahkami Az-Zakati Wal Hajji Was Shiyam (hal. 343-344), karya guru kami, As-Syaikh Al-‘Allamah Yahya bin Ali Al-Hajuri hafidzhohulloh)

Guru kami yang lainnya, yakni As-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam hafidzhohulloh juga menyatakan : “Apabila seorang mu’adzin tidaklah adzan kecuali apabila dia benar-benar yakin telah terbit fajar (yakni masuk waktu shubuh), maka wajib (bagi orang yang akan berpuasa) untuk imsak (menahan diri dari makan dan minum dan semua perkara yang membatalkan puasa, edt.), karena sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Makan dan minumlah kamu sampai Ibnu Ummi Maktum adzan….”

(HR Imam Al-Bukhori no. 617 dan 622, dan Muslim no. 1092).

Bila seorang mu’adzin adzan tetapi dia tidak yakin atau belum yakin terbitnya fajar (yakni ragu-ragu telah masuk waktu shubuh atau belum), maka boleh bagi dia (atau orang yang masih sahur lainnya, edt.) untuk makan sampai selesai, selama belum yakin (telah masuk waktu shubuh yang sebenarnya). Karena hukum asalnya adalah tetap masih malam, sedangkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS Al-Baqoroh : 187).

Tetapi, yang lebih utama dan untuk lebih berhati-hati adalah hendaknya imsak (menahan diri dari makan dan minum dll), dalam rangka untuk Ihthiyath (berhati-hati dan menjaga) agama ini. Karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu…”

(HR Imam At-Tirmidzi no. 2518, An-Nasa’i (8/327), dan Imam Ahmad (1/200), dari hadits Al-Hasan bin Ali rodhiyallohu ‘anhuma, sanadnya shohih)

Ini adalah pendapat jumhur ulama terdahulu, dan dengan pendapat ini pula para ulama masa kini berfatwa, seperti Samahatus Syaikh Ibnu Baaz, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, dan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I rohimahumulloh. Kemudian aku juga melihat Syaikhul Islam berfatwa seperti itu juga.

(lihat : Fatawa Romadhon (1/201-203), Majmu’ Al-Fatawa (25/216), karya Syaikhul Islam rohimahulloh)

(Lihat : Ithaful Anam bi Ahkami wa Masailis Shiyaam (hal. 53-54), karya guru kami tersebut di atas).

Semoga pembahasan yang ringkas ini bermanfaat untuk penulisnya, dan juga untuk seluruh kaum muslimin di mana saja, walhamdu lillahi robbil ‘aalamiin.

Friday, July 4, 2014

Keutamaan dan Amalan Bulan Sya'ban

Keutamaan dan Amalan Bulan Sya'ban

 Suatu waktu sahabat Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.: “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa  (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya'ban? Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. menjawab: "Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya, yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan itu segala perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa". (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).

Dalam Riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Sayyidatina Aisyah r.a. berkata: “Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyempurnakan shaum selama satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat beliau memperbanyak shaum dalam satu bulan kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1833, Muslim No. 1956).

Dilain tempat beliau (sayyidatina Aisyah r.a.) juga berkata: "Suatu malam Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. shalat, kemudian beliau bersujud panjang sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. telah diambil. Karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah saw. selesai shalat beliau berkata: "Hai Aisyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah saw. telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. Beliau pun berkata: "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hamba-Nya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki." (H.R. Baihaqi dari Ala’ bin Harits).

Jika kita cermati, beberapa riwayat diatas setidaknya memberikan penjelasan kepada kita akan keutamaan-keutamaan bulan Sya’ban. Dikatakan bahwa bulan Sya’ban ialah bulan dimana amal-amal perbuatan manusia diangkat ke hadirat Tuhan penguasa alam. Bulan Sya’ban juga merupakan bulan dimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala. -saat malam pertengahan bulan Sya’ban- mengawasi hamba-hamba-Nya (adakah diantara mereka yang mendirikan qiyamul lail  saat itu), memaafkan mereka yang memohon ampunan, mencurahkan kasih saying bagi mereka yang mengharapkannya dan menyingkirkan hamba-hamba-Nya yang bersifat pendengki.

Dan jika mau kita cermati beberapa riwayat diatas, ada dua hal yang biasa atau setidaknya pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. di bulan Sya’ban yaitu memperbanyak berpuasa serta ber-qiyamul lail (mendirikan shalat) pada malam pertengahan bulan Sya’ban.

Memperbanyak berpuasa merupakan amaliah yang sangat gemar dilakukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. di bulan Sya’ban. Maksud memperbanyak disini bukan berarti beliau melakukannya sebulan penuh akan tetapi beliau sering mengisi hari-hari di bulan Sya’ban dengan berpuasa.

Disamping menganjurkan berpuasa di bulan Sya’ban, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. juga melarang umatnya berpuasa jika hal tersebut dilakukan sehari atau dua hari sebelum bulan sya’ban berakhir. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. : “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka puasalah.” (HR. Bukhari No. 1983 dan Muslim No. 1082 dari Abu Hurairah).

Dalam hal ini Imam Nawawi dalam kitab Majmu’nya mengatakan bahwa apabila puasa sehari atau dua hari tersebut memiliki sebab atau merupakan kebiasaan dia berpuasa, seperti puasa dahr (puasa satu tahun penuh), puasa nabi daud (satu hari puasa satu hari berbuka) atau puasa senin-kamis maka maka hal tersebut di bolehkan. Namun jika tidak, maka hal itu terlarang.

Adapun tentang qiyamul lail, meskipun apa yang diriwayatkan Imam Baihaqi bersifat mursal (kurang valid), namun hal ini tidak mengurangi akan keutamaan bulan Sya’ban melihat banyak riwayat sahih lainnya yang menunjukkan  keutamaan bulan tersebut. Jadi, adalah mulia jika malam nisfu Sya’ban diisi dengan memperbanyak ibadah shalat, zikir, membaca al Qur’an, berdoa atau bermacam kegiatan positif lainnya.

Waba’du, marilah kita manfaatkan kesempatan mencicipi bulan yang penuh keutamaan ini dengan memperbanyak ibadah puasa atau amal shalih lainnya. Selain sebagai manifestasi pendekatan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. (taqarruban ilallah), puasa juga bisa menjadi ajang pemanasan dalam menghadapi bulan Ramadhan yang didalamnya diwajibkan berpuasa. Jika seseorang terbiasa berpuasa sebelum Ramadhan, maka ia akan lebih terbiasa, lebih kuat dan lebih bersemangat dalam menunaikan puasa wajib dibulan Ramadhan.

Wallahua’lam bisshawab

ref: Pusat AlQur'an

Meraih Keutamaan di Bulan Ramadhan

Meraih Keutamaan Ramadhan 

Allah telah mengistimewakan bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya dengan berbagai keutamaan. Maka sepatutnya kita menyambutnya dengan taubat nasuha dan tekad meraih kebaikan sebanyak-banyaknya di bulan suci ini. Berikut kiat-kiatnya, 

1. Berpuasa dengan benar 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa karena keimanan dan semata-mata mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). 
Yang perlu diperhatikan agar bisa berpuasa dengan benar; 
(a) Menjauhi kemaksiatan, perkataan dan perbuatan sia-sia. 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak menahan diri dari ucapan dusta dan perbuatan buruk maka sedikit pun Allah tidak sudi menerima puasanya meskipun ia menahan diri dari makan dan minum.” (HR. al-Bukhari). 
(b) Berniat puasa pada malamnya, mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dengan membaca doa berbuka,

ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ إِنْ شَاءَاللهُ

“Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, Insyaallah.” (HR. Abu Dawud)

2. Shalat Tarawih 
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa menunaikan qiyamullail pada bulan Ramadhan, karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) 

“Siapa saja yang shalat Tarawih bersama imam hingga selesai, akan ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah). 

3. Bershadaqah 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah orang yang sangat dermawan; kebaikan dan kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus. Rasulullah bersabda, “Seutama-utama shadaqah adalah shadaqah di bulan Ramadhan.” (HR. at-Tirmidzi) 

Shadaqah ini di antaranya adalah: 
(a) Memberi makan 
Para Salafush Shalih senantiasa berlomba dalam memberi makan kepada orang lapar dan yang membutuhkan. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi makan saudaranya sesama mukmin yang lapar, niscaya Allah akan memberinya buah-buahan Surga. Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi minum saudaranya sesama mukmin yang haus, niscaya Allah akan memberinya minuman dari Rahiqul Makhtum.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad hasan). 

(b) Menyediakan makanan berbuka 
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, niscaya ia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR. at-Tirmidzi, hasan shahih). 

Dalam riwayat lain dikatakan, “…menjadi penghapus dosanya dan menjadi pembebas dirinya dari api Neraka…” 

4. Banyak membaca al-Qur’an 
Malaikat Jibril memperdengarkan al-Qur’an kepada Rasulullah pada bulan Ramadhan. Utsman bin Affan mengkhatamkannya pada setiap hari Ramadhan. Sebagian Salafush Shalih mengkhatamkan setiap 3 malam sekali dalam shalat Tarawih. Imam asy-Syafi’i dapat mengkhatamkan 60 kali di luar shalat dalam bulan Ramadhan. 


5. Tetap duduk di dalam masjid hingga terbit matahari 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa shalat fajar berjama’ah di masjid, kemudian tetap duduk berdzikir mengingat Allah, hingga terbit matahari lalu shalat dua raka’at (Dhuha), maka seakan-akan ia mendapat pahala haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani). 

6. Mencari malam Lailatul Qadar 
Terutama pada malam-malam ganjil di akhir Ramadhan dengan memperbanyak doa,

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan menyukai untuk mengampuni, maka ampunilah aku.” (HR. at-Tirmidzi) 

“Barangsiapa shalat di malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). “Diampuni juga dosa yang akan datang.” (dalam Musnad ahmad dari ‘Ubadah). 

7. I’tikaf 
Yakni menetapi masjid dan berdiam di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah. 
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Bila masuk 10 (hari terakhir bulan Ramadhan) Nabi mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dengan ibadah dan membangunkan keluarganya.” (HR. al-Bukhari). 

“Bahwasanya Nabi senantiasa ber’itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) 

8. Umrah di bulan Ramadhan 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Umrah di bulan Ramadhan sama seperti ibadah haji.” Dalam riwayat lain, “...sama seperti menunaikan haji bersamaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) 

9. Memperbanyak istighfar, dzikir dan doa 
Terutama di saat sahur, berbuka, hari Jum’at, dan sepertiga malam terakhir sepanjang bulan Ramadhan.

Hukum dan Golongan Manusia Dalam Berpuasa

1. Puasa diwajibkan kepada setiap muslim, baligh, mampu dan bukan dalam keadaan safar(bepergian). 
2. Orang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan jika ia masuk Islam tidak diwajibkan mengqadha’(mengganti) puasa yang ditinggalkannya selama ia belum masuk Islam. 
3. Anak kecil di bawah usia baligh tidak diwajibkan berpuasa, tetapi dianjurkan untuk dibiasakan berpuasa. 
4. Orang gila tidak wajib berpuasa dan tidak dituntut untuk mengganti puasa dengan memberi makan, walaupun sudah baligh. Begitu pula orang yang kurang akalnya dan orang pikun. 
5. Orang yang sudah tidak mampu untuk berpuasa disebabkan penyakit, usia lanjut, sebagai pengganti puasa ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin (membayar fidyah). 
6. Bagi seseorang yang sakit dan penyakitnya masih ada kemungkinan untuk dapat disembuhkan, jika ia merasa berat untuk menjalankan puasa, maka dibolehkan baginya tidak berpuasa, tetapi harus mengqadha’nya setelah sembuh. 
7. Wanita yang sedang hamil atau sedang menyusui jika dengan puasa ia merasa khawatir terhadap kesehatan dirinya dan anaknya, maka dibolehkan tidak berpuasa dan kemudian mengqadha’nya di hari yang lain. 
8. Wanita yang sedang haidh atau nifas, tidak boleh berpuasa dan harus mengqadha’nya pada hari yang lain. 
9. Orang yang terpaksa berbuka puasa karena hendak menyelamatkan orang yang hampir tenggelam atau terbakar, maka ia mengqadha’ puasa yang ditinggalkan itu pada hari yang lain. 
10. Bagi musafir boleh memilih antara berpuasa dan tidak berpuasa. Jika memilih tidak berpuasa, maka ia harus mengqadha’nya di hari yang lain. Hal ini berlaku bagi musafir sementara, seperti bepergian untuk melaksanakan umrah, atau musafir tetap, seperti sopir truk dan bus (luar kota), maka bagi mereka boleh tidak berpuasa selama mereka tinggal di daerah (negeri) orang lain dan harus mengqadha’nya. (Buletin An-Nur Edisi Th. XVIII No. 871/ Jum`at IIl/Sya'ban 1433 H/ 20 Juli 2012 M.) 

Wednesday, July 2, 2014

Hadits Tentang Keutamaan Ramadhan

Hanya dalam hitungan hari Ramadhan  akan datang. Sebagian besar umat Islam bersuka cita menyambutnya, meskipun sebagian lagi menghadapinya dengan biasa-biasa saja tanpa semangat. Apalagi merencanakan aktivitas ibadah untuk mengisi bulan Ramadhan. Sungguh sangat disayangkan jika bulan Ramadhan dilewati begitu saja. 

Sejatinya bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Berbagai keistimewaan ada dalam bulan ini. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjelaskan dalam banyak haditsnya mengenai kemuliaan bulan Ramadhan. Beberapa hadits berikut menerangkan keutamaan Ramadhan

1. dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: 

“Shalat yang lima waktu, satu Jumat ke Jumat berikutnya, dan satu Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, menjadi penebus dosa yang dilakukan di antara keduanya, selama dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Bukhari meriwayatkan hadits ini dalam at-Tarikh al-Kabir.

2., dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sungguh rugi seseorang ketika (nama)ku disebut di sampingnya tetapi dia tidak bershalawat atasku. Sungguh rugi seseorang yang bertemu dengan Ramadhan, lalu Ramadhan itu berlalu darinya sebelum dosa-dosa dirinya diampuni, dan sungguh rugi seseorang yang mendapati kedua orang tuanya dalam keadaan renta, tetapi keduanya tidak (menjadi sebab yang) memasukkannya ke dalam surga. Rib’i berkata: Aku tidak tahu kecuali dia berkata: Atau salah satu dari kedua orang tuanya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan al-Hakim)

3., dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: 

“Jika Ramadhan tiba, maka pintu-pintu langit dibukakan, pintu-pintu jahanam dikunci, dan setan-setan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasai, Ahmad, Ibnu Hibban, dan ad-Darimi dengan redaksi kalimat yang berbeda-beda)

4. dari Abu Hurairah raia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: 

“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan dengan mengharapkan ridho-Nya, maka diampunilah dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu.” (HR. Bukhari, an-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dan riwayat kedua an-Nasai dari jalur yang sama disebutkan: 

“Maka diampunilah dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan yang akan datang. Dengan adanya tambahan “yang akan datang”.

Al-Mundziri berkata: isnad haditsnya hasan. Tetapi Hammad meragukan bersambungnya sanad hadits ini, atau Qutaibah bin Said telah menyendiri meriwayatkan tambahan tersendiri dari Sufyan

5. dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Umrah di bulan Ramadhan menyamai (nilai) haji.” (HR.Ibnu Majah, an-Nasai dan Ahmad)

Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini dengan lafadz yang sama. Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari jalur Wahb bin Khanbasi. Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini dari jalur Jabir ra. Bukhari meriwayatkan dari jalur yang sama. Muslim dan Abu Dawud dengan redaksi:

“Karena sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan sama dengan berhaji, atau berhaji bersamaku.”

Thabrani meriwayatkan hadits ini dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir. Abu Dawud dan Ahmad dari Ummi Ma’qil ra, ia berkata:

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku seorang perempuan yang telah tua, dan aku dalam keadaan sakit, apakah ada satu perbuatan yang cukup bagiku menggantikan ibadah hajiku? Maka beliau saw bersabda: “Umrah di bulan Ramadhan telah cukup bagimu (menggantikan hajimu)”.

6. dari Abu Hurirah ra, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

“Ketika tiba malam pertama bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin durhaka dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, sehingga tidak ada satu pintu neraka pun yang dibuka, dan pintu-pintu surga dibuka sehingga tidak ada satu pintu surga pun yang ditutup. Lalu seseorang berseru, wahai pencari kebaikan maka sambutlah, wahai pelaku kejahatan maka tahanlah. Dan milik Allah-lah orang-orang yang dibebaskan dari neraka, dan hal itu terjadi pada setiap malam.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi)

Al-Hakim meriwayatkan dan menshahihkannya, dan disepakati oleh ad-Dzahabi. Ibnu Khuzaimah meriwayatkan, tetapi dia berkata:

“Setan-setan atau jin yang durhaka dibelenggu.”

Thabrani meriwayatkan hadits ini dalam kitab al-Mu’jam al-Ausath, juga an-Nasai dengan redaksi yang hampir sama dari jalur Utbah bin Farqad ra.

Dilalah hadits-hadits ini begitu jelas sehingga tidak perlu dijelaskan lebih jauh. Jika ditambahkan lagi hadits-hadits lain yang menyebutkan keutamaan puasa secara umum ke dalam pembahasan kami ini, maka tampak jelas keutamaan Ramadhan dan puasa bulan Ramadhan. Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: 

“Rasulullah saw adalah orang yang paling pemurah, dan lebih pemurah lagi dalam bulan Ramadhan. Ketika ditemui oleh Jibril, beliau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ditemui Jibril pada setiap malam di bulan Ramadhan, dan kemudian beliau melakukan mudarasah al-Qur’an (mendengarkan dan memperdengarkan bacaan al-Qur’an). Sungguh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sangat lebih pemurah dibandingkan angin yang bertiup.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasai, Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

Semoga artikel ini bermanfaat. mari bantu share.....

Kajian Fadhilah Dan Hikmah Puasa

Agar seorang muslim dapat menjalani ibadah puasa Ramadhan dengan baik, tidak sekadar untuk menggugurkan kewajiban, apalagi sampai menganggapnya sebagai beban, berikut ini akan dibahas keutamaan dan hikmah puasa yang perlu diketahui.

Keutamaan puasa

1. Puasa Ramadhan merupakan salah satu sebab seorang hamba mendapatkan pengampunan dari dosa. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”(HR. Bukhari no. 38, Muslim no. 760)

Pahala orang yang berpuasa tidak terhingga, dan Allah sendiri yang akan membalasnya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman (yang artinya): “Semua amal manusia adalah untuk dirinya. Dan setiap kebaikan akan dilipatgandakan balasannya menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.”(HR. at-Tirmidzi 764)

2.  Puasa adalah tameng yang menjaga pelakunya dari perbuatan yang sia-sia dan dari pedihnya azab neraka. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Puasa adalah tameng, maka seorang yang berpuasa janganlah berkata-kata keji dan berteriak-teriak.”(HR. al-Bukhari no. 1805, Muslim no. 1151). Beliau juga bersabda, “Puasa adalah tameng bagi seorang hamba untuk menjaga dirinya dari nereka.”(HR. Ahmad 3/369)

3. Puasa akan memberi syafaat kepada orang yang mengerjakannya pada hari kiamat. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Puasa dan al-Quran akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat. Puasa akan berkata, “Wahai Rabbku, aku telah membuatnya meninggalkan makanan dan syahwat, maka jadikanlah aku sebagai syafaat untuknya.” Al-Quran akan mengatakan, “Wahai Rabbku, aku telah membuatnya tidak tidur di malam hari, maka jadikanlah aku sebagi syafaat baginya.” Beliau Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  bersabda, “Maka keduanya memberi syafaat.”(HR. Ahmad 2/174)

4. Puasa merupakan salah satu sebab seorang hamba meraih ketakwaan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 183)

5. Orang yang berpuasa akan masuk surga dari pintu ar-rayyan. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya di surga ada pintu yang diberi nama ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan masuk ke surga melalui pintu itu pada hari kiamat dan tidak ada yang masuk melaluinya selain mereka.”(Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 1896, Muslim 1152)

6. Orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  bersabda, “Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa. (Yaitu) ketika berbuka dia berbahagia dengan buka puasanya, dan ketika bertemu Rabbnya dia berbahagia dengan puasanya.” (HR. Muslim 2762)

7. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah, daripada aroma minyak wangi misik. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  bersabda, “Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat, daripada aroma minyak wangi misik.” (HR. Muslim 2762)

8. Orang yang berpuasa memiliki doa yang mustajab pada saat berpuasa dan ketika berbuka. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  bersabda, “Ada tiga jenis manusia yang tidak ditolak doanya; Penguasa yang adil, Orang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, dan orang yang dizalimi.”(HR. Ibnu Majah 1752) Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sungguh, orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak akan ditolak ketika dia berbuka.”(HR. Ibnu Majah 1753)

9. Puasa adalah penggugur dosa-dosa seorang muslim. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta, anak dan tetangganya akan digugurkan dengan shalat, puasa, sedekah dan amar makruf nahi munkar.”(Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 525, Muslim 144)

10. Orang yang menutup usia saat sedang berpuasa dengan niat yang ikhlas akan dimasukkan ke surga. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa mengatakan ‘Laa ilaaha illallah’, karena mengharap wajah Allah, dan ia menutup usianya dengan kalimat itu, akan masuk surga. Barangsiapa berpuasa satu hari karena mengharap wajah Allah dan ia menutup usianya dengan puasa tersebut, akan masuk surga. Dan barangsiapa bersedekah karena mengharap wajah Allah dan ia menutup usianya dengan sedekah tersebut, akan masuk surga.”(Shahih at-Targhib wa at-Tarhib 1/579)

Hikmah puasa

Hikmah puasa banyak sekali dan dapat diketahui oleh orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang lurus. Oleh karenanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala mensyariatkan puasa sebagai rahmat bagi hamba-hamba-Nya.

Diantara hikmah-hikmah yang mulia itu antara lain:

1. Dari segi ibadah, puasa merupakan bentuk ibadah badaniyah yang utama dan sangat dicintai oleh Allah sebab di dalamnya terkumpul tiga macam kesabaran, yaitu:

Sabar melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Sabar menjauhi kemaksiatan kepada Allah.
Sabar atas takdir Allah yang dirasakan pahit.
Dengan puasa, seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan beberapa perkara yang disenangi dan dicintainya berupa makanan, minuman dan berhubungan suami istri. Dengan ini tampaklah kejujuran imannya, kesempurnaan penghambaannya, dan kekuatan cinta dan pengharapannya  kepada Allah.

2. Dari segi sosial kemasyarakatan, puasa Ramadhan menjadikan orang-orang yang kaya dan miskin saling berlunak hati dan berkasih sayang, karena semuanya menjalani ibadah tersebut secara bersama-sama, sehingga timbul perasaan senasib sepenanggungan. Ketika orang kaya berpuasa, ia merasakan betapa pedihnya menahan lapar dan betapa sulitnya menahan haus. Hal ini akan mengingatkannya dengan saudara-saudaranya yang fakir, yang merasakan kepedihan dan kesulitan itu sepanjang tahun, sehingga timbullah kesediaan untuk memberikan sebagian hartanya untuk mereka. Dengan suasana seperti ini hilanglah perasaan iri hati diantara mereka. Kedengkian berganti menjadi perasaan saling cinta. Terwujudlah kedamaian di semua lapisan masyarakat.

3.Dari segi kesehatan, puasa merupakan jeda waktu bagi lambung untuk beristirahat setelah sebelas bulan terus menerus bekerja menghancurkan dan mengolah makanan. Lambung adalah gudang penyakit. Menjaga lambung adalah tindakan pencegahan yang paling utama.

Dengan puasa, hati dapat berkonsentrasi untuk bertafakkur dan berdzikir mengingat Allah. Sebab menuruti syahwat akan membuat hati menjadi lalai, bahkan bisa mengeraskan dan membutakannya dari melihat kebenaran. Oleh karena itulah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membimbing kita untuk bersikap sederhana dalam hal makan dan minum. Beliau bersabda, “Hendaknya manusia merasa cukup dengan beberapa suap makanan yang dapat menegakkan punggungnya.”(HR. Ibnu Majah 3349)

Puasa melatih manusia untuk menahan dan menguasai dirinya sehingga ia bisa menuntunnya untuk mengerjakan apa yang mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan.

Puasa menghilangkan kesombongan dan keangkuhan diri, sebab rasa kenyang dan selalu berhubungan badan akan membawa orang kepada kejelekan, kesombongan dan keangkuhan. Hal tersebut karena ketika manusia membutuhkan perkara-perkara ini, ia akan sangat sibuk untuk mendapatkannya. Dan jika ia telah memiliki semua itu, timbullah pandangan bahwa ia telah beruntung dan menjadi lebih tinggi dari yang lainnya.

Puasa menyempitkan pembuluh darah yang membuat setan sulit mengalir di dalam tubuh manusia, karena setan berjalan dalam tubuh melalui saluran darah. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,“Sesungguhnya setan mengalir di dalam diri kalian pada tempat mengalirnya darah.”(HR. at-Tirmidzi 1172)

Puasa menghilangkan kedengkian, kebencian dan kegelisahan di dalam hati. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Puasa pada bulan kesabaran dan tiga hari di setiap bulan akan menghilangkan kedengkian hati.” (Shahih at-Targhib wa at-Tarhiib 1/599)

Puasa membuat orang kaya menyadari betapa banyak anugerah yang Allah berikan kepadanya. Sebab di sekitarnya, masih banyak sekali orang yang tidak memiliki kekayaan seperti dirinya.

Demikianlah, betapa mulia dan bermanfaatnya syariat Allah bagi makhluk dan betapa besar hikmah Allah yang terkandung di dalamnya.

(Sumber: Majalis Syahr Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Taisirul ‘Allam Syarh ‘Umdatul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman alu Bassam, as-Shiyam fii Dhaui al-Kitab wa as-Sunnah, DR. Sa’id bin Wahf al-Qahthaniy)

Sunday, July 21, 2013

Kajian Sunnah Ketika Berbuka Puasa


Kajian Sunnah Ketika Berbuka Puasa
Sunnah-sunnah ketika berbuka puasa."Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanhu Wa Ta'ala yang telah menyampaikan kita di bulan ramadhan yang penuh rahmat dan keberkahan ini. Mudah-mudahan kita senantiasa beramal dengan penuh keikhlasan hati dan dengan meng-ittiba’ petunjuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam didalamnya,insyaa Allah…

Berkaitan dengan aktifitas ramadhan yang sedang kita jalankan saat ini, berikut beberapa sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ketika berbuka puasa:

1. Ta’jil
Yaitu menyegerakan berbuka puasa sebelum menunaikan sholat maghrib.

Dari Sahl bin Sa’ad ra bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيٍرٍ مَا عَجَلُّوْا الفِطْرَ

artinya, “Senantiasa manusia (umat Islam) dalam keadaan baik selama ia menta’jilkan (menyegerakan) berbuka.“ (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dari Anas ra ia berkata,

يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَ تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُتْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ.

artinya, “Rasulullah berbuka dengan beberapa butir ruthab (kurma basah yang baru masak) sebelum sholat maghrib, bila tidak ada (beliau) berbuka dengan beberapa butir tamar (kurma kering), kalau tidak ada (beliau) minum beberapa teguk air.” (HR. Abu Dawud)

Begitu juga dengan hadits Qudsi dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

قَالَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ: أَحَبَّ عِبَادِى إِلَىَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرَا.

artinya, “Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Hamba yang paling Aku cintai adalah yang paling sepat berbuka.”(HR. At-Tirmidzi)

2. Berbuka puasa dengan kurma.Dari Anas ra ia berkata,

يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَ تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُتْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ.

artinya, “Rasulullah berbuka dengan beberapa butir ruthab (kurma basah yang baru masak) sebelum sholat maghrib, bila tidak ada (beliau) berbuka dengan beberapa butir tamar (kurma kering), kalau tidak ada (beliau) minum beberapa teguk air.” (HR. Abu Dawud)

Dari Sulaiman bin ‘Amir ad-Dhobbiy ra, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

إِذَا إِفْطرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ لَمْ يَجِدْ

artinya, “Apabila salah seorang dari kamu berbuka, maka berbukalah dengan kurma. Jika tidak menemukan, berbukalah dengan air, karena sesungguhnya air itu pembersih.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

3. Berdo’a ketika berbuka dengan do’a yang shahih.

Dari Abdullah bin ‘Amr al ‘Ash berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

”Sesungguhnya bagi orang berpuasa, pada waktu berbuka tersedia do’a yang makbul, diantaranya dengan membaca:

اَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْتَغْفِرْلِيْ.

artinya, “Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu.”(HR. Ibnu Majah)

Kemudian diriwayatkan dari Ibnu Umar ra ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila telah berbuka puasa, beliau membaca:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْشَاءَ اللهُ.

artinya, “Telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat, dan pahala telah tetap, insyaa Allah.“ (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)

Dan apabila seseorang yang berpuasa mendapatkan makanan berbuka dari orang lain, maka disunnahkan kepadanya untuk berdo’a:

أَفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُوْنَ وَ أَكَلَ طَعَامَكُمْ الْأَبْرَارُ وَ صَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلاَئِكَةُ.

artinya, “Telah berbuka di tempatmu orang-orang yang berpuasa, makananmu telah dikonsumsi oleh orang-orang yang bertaqwa, dan malaikat telah memanjaatkan do’a untukmu.” (HR. Abu Dawud)

4. Tidak berlebihan ketika berbuka.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak memenuhi hawa-nafsunya terhadap makanan yang dikonsumsinya. Beditupun saat menghadapi waktu berbuka puasa karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

مَا مَلأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسَبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ فَاعِلاً فَثُلُثُ لِطَعَامِهِ وَثُلُثُ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

artinya, “Tidak ada tempat paling buruk yang dipenuhi isinya oleh manusia, kecuali perutnya, karena sebenarnya cukup baginya beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Kalaupun ia ingin makan, hendaknya ia atur dengan cara sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan At-Tirmidzi)

Demikian beberapa sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkenaan dengan amalan ketika waktu berbuka puasa tiba. Mudah-mudahan bermanfaat wa barakallahu fikum.

(abujibriel.com/arrahmah.com)
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah

Wednesday, July 17, 2013

Bulan Ramadhan Sebagai Bulan Al-Qur'an


Bulan Ramadhan Sebagai Bulan Al-Qur'an
Bulan Ramadhan Adalah Bulan Qur’an." Bulan Ramadhan disebut juga dengan sebutan Syahrul Qur’an, karena pada bulan ini Allah Subhanhu Wa Ta'ala menurunkan Al-Qur’an, sebagaimana yang telah dituturkan dalam surat Al-baqarah ayat 185,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari petunjuk serta pembeda ( antara kebenaran dan kebathilan) (QS.Al-Baqarah:185).

Oleh sebab itu, selama bulan Ramadhan kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an dan konon Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam selalu memperbanyak membaca Al-Qur’an di bulan ini dan beliau juga  bertadarrus dengan Jibril Alaihissalam setiap malam dibulan Ramadhan (HR. Bukhori bab Bad’il wahyi).

Abdulloh Ibnu Aljarullah berkata, dari ayat diatas menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur’an dan berkumpul untuk membaca Al-Qur’an dan juga dianjurkan untuk memperbanyak bacaan Al-Qur’an di bulan Ramadhan.

Disunnahkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun di bulan Ramadhan atau di tanah suci boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari seminggu karena memanfaatkan waktu dan tempat sebab Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

  اقراءه في كل ثلاث       

 ( Bacalah Al-Qur’an dalam setiap tiga hari. Lihat Fadhoilul qur’an Ibnu Katsir : 169)

Moment ramadhan seharusnya dapat digunakan oleh kaum muslimin untuk kembali menghidupkan Al-Qur’an, bukan hanya sekedar membacanya semata akan tetapi juga harus disertai dengan penghayatan akan maknanya. Para generasi terdahulu (salaf) memiliki kepribadian yang tinggi ketika membaca Al-Qur’an, berbeda dengan generasi sekarang ini yang membaca Al-Qur’an tanpa memberi kesan yang berarti. Ini berarti suatu kedzaliman terhadap Al-Qur’an  ( Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an :19). Pola hidup Qur’aniy ini pernah tergambar dari pribadi Rasulullah Shalallohu alahi wasallam, beliau merupakan manifestasi nyata dari penjelasan Al-Qur’an, beliau adalah visualisasi konkret dari Al-Qur’an. Sayyidah A’isyah pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw dan beliau menjawab,

ان اخلاقه هو القرأن

Sesungguhnya akhlak beliau adalah Al-Qur’an (Shahih Muslim, Bab Shalat Al-Musaffirin).

Oleh sebab itu Imam Syafii pernah berkata,” Sunnah adalah pemahaman Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri terhadap Al-Qur’an yang benar-benar dijadikannya sebagai pembimbing hidupnya lahir dan bathin.”

Kejayaan umat terdahulu adalah dari pengamalan mereka terhadap nilai-nilai Al-Qur’an. Al-Qur’an tidak hanya dibaca, namun lebih dari itu mereka merenungi maknanya untuk kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Seharusnya hal ini juga dapat diterapkan oleh kaum muslimin dewasa ini. Sebab Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yang berisikan tema-tema terbaik dalam masalah pendidikan umat, peradaban dan akhlak mulia. Bangsa Arab waktu itu benar-benar mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dalam arti disamping mereka melantunkan Al-Qur’an dengan penjiwaan juga mereka terapkan kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan mereka, sehingga mereka menjadi bangsa yang beradab meskipun awalnya mereka adalah komunitas barbar.

Terkait dengan hal ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

مثل المؤمن الذي يقرأ القرأن كمثل الاتروج  طعمه حلو  وريحه طيب.رواه مسلم

Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an itu seperti jeruk manis, rasanya manis dan baunya harum (HR Mjuslim)

Maksud dari hadits di atas adalah seseorang yang membaca Al-Qur’an dan dapat mengamalkan kandungannya dengan baik, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi mukmin yang sholih yang berakhlak dengan Al-Qur’an sehingga ia akan dapat memberikan manfaat kepada siapapun orang yang ada disekitarnya. Suaranya yang merdu ketika melantunkan Al-Qur’an berbanding lurus dengan prilakunya yang qur’aniy, inilah mukmin jeruk manis.

Berangkat dari keinginan mengembalikan dan memasyarakatkan Al-Qur’an, Syaikh Ali Ash-Shobuniy dalam At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an berkata :

من لم يقرأ القرأن فقد هجره, ومن قرأ القرأن ولم يتدبر معانيه فقد هجره, ومن قرأه وتدبره ولم يعمل بما فيه فقد هجره

Siapapun yang tidak membaca Al-Qur’an maka ia telah menyia-nyiakannya, siapapun yang membaca Al-Qur’an dan tidak mau merenungi makna-maknanya maka ia telah menyia-nyiakannya, dan siapapun yang membaca dan menghayati makna Al-Qur’an namun tidak mengamalkan isinya maka ia telah menyia-nyiakan Al-Qur’an ( Ash-Shobuni, At-Tibyan, 10).

Al-Qur’an memang diturunkan oleh Allah Subhanhu Wa Ta'ala sebagai petunjuk bagi manusia, dan Al-Qur’an hanya akan dapat berfungsi sebagai petunjuk apabila kita mampu mengetahui kandungannya dan dapat menangkap pesan-pesan yang disampaikannya.

[1] Disampaikan di Masjid Baiturrahman Kabel Cempaka Putih 10 Ramadhan 1432 H
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah

Rating: Excellent

Wednesday, November 23, 2011

Kajian Hukum Puasa Yang Belum Diqadha'

Tanya:

Saya belum mengganti (mengqadha’) puasa yang saya tinggalkan pada bulan Ramadhan disebabkan haidh, sementara saya tidak dapat menghitung jumlah puasa yang telah ditinggalkan, apakah yang harus saya lakukan?

Jawab:

Alhamdulillah, hendaknya saudariku fillah berusaha menghitungnya dan mengganti puasa itu sesuai dengan sangkaan kuat saudari tentang jumlah puasa yang telah ditinggalkan. Mintalah pertolongan dan taufiq kepada Allah, bukankah Allah telah berfirman:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah :286)

Berusahalah sekuatnya dan ambillah yang paling selamat bagi diri saudari, hendaklah saudari mengganti jumlah puasa yang saudari yakini telah ditinggalkan. Dan hendaknya juga saudari segera bertaubat kepada Allah, hanya Allah sajalah yang berhak memberi taufik.

Diambil dari fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah.

Thursday, July 28, 2011

Kajian Sedekah di Bulan Ramadhan

Kedatangan bulan Ramadhan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini. Pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadhan. Insan yang menyadari betapa dosa melumuri dirinya, tidak ada rasa kecuali bahagia akan kedatangan bulan Ramadhan.

Mukmin Sejati Itu Dermawan

Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah. Dan bulan Ramadhan, amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi. Dan demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu dermawan. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan bahkan memberi contoh kepada umat Islam untuk menjadi orang yang dermawan serta pemurah. Ketahuilah bahwa kedermawanan adalah salah satu sifat Allah Ta’ala, sebagaimana hadits:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744)

Dari hadits ini demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelit dan bakhil adalah akhlak yang buruk dan bukanlah akhlak seorang mukmin sejati. Begitu juga, sifat suka meminta-minta, bukanlah ciri seorang mukmin. Bahkan sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta.” (HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)

Selain itu, sifat dermawan jika di dukung dengan tafaqquh fiddin, mengilmui agama dengan baik, sehingga terkumpul dua sifat yaitu alim dan juud (dermawan), akan dicapai kedudukan hamba Allah yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rizqi oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik.” (HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: “Hasan shahih”)

Keutamaan Bersedekah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Terdapat ratusan dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan  orang-orang yang bersedekah. Ibnu Hajar Al Haitami mengumpulkan ratusan hadits mengenai keutamaan sedekah dalam sebuah kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja’a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, meskipun hampir sebagiannya perlu dicek keshahihannya. Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah.

Diantara keutamaan bersedekah antara lain:

1. Sedekah dapat menghapus dosa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)

Diampuninya dosa dengan sebab sedekah di sini tentu saja harus disertai taubat atas dosa yang dilakukan. Tidak sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim, dan sebelum melakukan hal-hal ini ia sudah merencanakan untuk bersedekah setelahnya agar ‘impas’ tidak ada dosa. Yang demikian ini tidak dibenarkan karena termasuk dalam merasa aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99)

2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di suatu, hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, yaitu hari akhir. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:

“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)

3. Sedekah memberi keberkahan pada harta.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)

Apa yang dimaksud hartanya tidak akan berkurang? Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan: “Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud disini mencakup 2 hal: Pertama, yaitu hartanya diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi ‘impas’ tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan. Kedua, jika secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut ‘impas’ tertutupi pahala yang didapat, dan pahala ini dilipatgandakan sampai berlipat-lipat banyaknya.”

4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.

Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)

5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.

“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)

6. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim no.223)

An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”

7. Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)

8. Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)

9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit:

“Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)

Dan hal ini tentu pernah kita buktikan sendiri bukan? Ada rasa senang, bangga, dada yang lapang setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan.

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang mengabarkan tentang manfaat sedekah dan keutamaan orang yang bersedekah. Tidakkah hati kita terpanggil?

Kedermawanan Rasulullah di Bulan Ramadhan

Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)

Dari hadits di atas diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada dasarnya adalah seorang yang sangat dermawan. Ini juga ditegaskan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling berani dan paling dermawan.” (HR. Bukhari no.1033, Muslim no. 2307)

Namun bulan Ramadhan merupakan momen yang spesial sehingga beliau lebih dermawan lagi. Bahkan dalam hadits, kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan melebihi angin yang berhembus. Diibaratkan demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus cepat. Dalam hadits juga angin diberi sifat ‘mursalah’ (berhembus), mengisyaratkan kedermawanan Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus sebagaimana angin yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus terus-menerus. Penjelasan ini disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari.

Oleh karena itu, kita yang mengaku meneladani beliau sudah selayaknya memiliki semangat yang sama. Yaitu semangat untuk bersedekah lebih sering, lebih banyak dan lebih bermanfaat di bulan Ramadhan, melebihi bulan-bulan lainnya.

Dahsyatnya Sedekah di Bulan Ramadhan

Salah satu sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teladan untuk lebih bersemangat dalam bersedekah di bulan Ramadhan adalah karena bersedekah di bulan ini lebih dahsyat dibanding sedekah di bulan lainnya. Diantara keutamaan sedekah di bulan Ramadhan adalah:

1. Puasa digabungkan dengan sedekah dan shalat malam sama dengan jaminan surga.

Puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang agung, bahkan pahala puasa tidak terbatas kelipatannya. Sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits qudsi:

“Setiap amal manusia akan diganjar kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Muslim no.1151)

Dan sedekah, telah kita ketahui keutamaannya. Kemudian shalat malam, juga merupakan ibadah yang agung, jika didirikan di bulan Ramadhan dapat menjadi penghapus dosa-dosa yang telah lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang shalat malam karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.37, 2009, Muslim, no. 759)

Ketiga amalan yang agung ini terkumpul di bulan Ramadhan dan jika semuanya dikerjakan balasannya adalah jaminan surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya di surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah makanan, berpuasa, dan shalat dikala kebanyakan manusia tidur.” (HR. At Tirmidzi no.1984, Ibnu Hibban di Al Majruhin 1/317, dihasankan Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/47, dihasankan Al Albani di Shahih At Targhib, 946)

2. Mendapatkan tambahan pahala puasa dari orang lain.

Kita telah mengetahui betapa besarnya pahala puasa Ramadhan. Bayangkan jika kita bisa menambah pahala puasa kita dengan pahala puasa orang lain, maka pahala yang kita raih lebih berlipat lagi. Subhanallah! Dan ini bisa terjadi dengan sedekah, yaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)

Padahal hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi, 696)

Betapa Allah Ta’ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan menuai pahala begitu lebarnya di bulan yang penuh berkah ini.

3. Bersedekah di bulan Ramadhan lebih dimudahkan.

Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia mudah terpedaya godaan setan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan, setan berkata:

“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Qs. Al A’raf: 16)

Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun di bulan Ramadhan ini Allah mudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Jika datang bulan Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no.3277, Muslim no. 1079)

Dan pada realitanya kita melihat sendiri betapa suasana Ramadhan begitu berbedanya dengan bulan lain. Orang-orang bersemangat melakukan amalan kebaikan yang biasanya tidak ia lakukan di bulan-bulan lainnya. Subhanallah.

Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar. Karena yang mendasari keyakinan ini adalah hadits yang lemah, yaitu hadits:

“Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) di dalamnya lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Barangsiapa (pada bulan itu) mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong, di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin bertambah (ditambah). Barangsiapa (pada bulan itu) memberikan buka  kepada seorang yang berpuasa, maka itu menjadi maghfirah (pengampunan) atas dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa (itu) sedikitpun.” Kemudian para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan sebagai buka orang yang berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan buka dari sebutir kurma, atau satu teguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah (no. 1887) dan Al Ash-habani dalam At Targhib (178). Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115), juga oleh Dhiya Al Maqdisi di Sunan Al Hakim (3/400), bahkan dikatakan oleh Al Albani hadits ini Munkar, dalam Silsilah Adh Dhaifah (871).

Ringkasnya, walaupun tidak terdapat kelipatan pahala 70 kali lipat pahala ibadah wajib di luar bulan Ramadhan, pada asalnya setiap amal kebaikan, baik di luar maupun di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat. Berdasarkan hadits:

“Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna.  Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim no.1955)

Oleh karena itu, orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah adalah amal kebaikan, kemudian berdasarkan Al A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah. Kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah. Lalu jika ia mengiringi amalan sedekahnya dengan puasa dengan shalat malam, maka diberi baginya jaminan surga. Kemudian jika ia tidak terlupa untuk bersedekah memberi hidangan berbuka puasa bagi bagi orang yang berpuasa, maka pahala yang sudah dilipatgandakan tadi ditambah lagi dengan pahala orang yang diberi sedekah. Jika orang yang diberi hidangan berbuka puasa lebih dari satu maka pahala yang didapat lebih berlipat lagi. Subhanallah…

Sumber: Muslim