Thursday, November 3, 2011

Sejarah Islam, Kisah Ibnu Batutah

Rihla. Inilah salah satu  buku legendaris yang mengisahkan perjalanan seorang petualang agung bernama Ibnu Battuta pada 1325 hingga 1354 M. Sejatinya, Rihla bukanlah  judul buku, tetapi hanya menggambarkan sebuah genre. Judul asli dari buku yang ditulis Ibnu Batutta itu adalah Tuhfat al-Nuzzar fi Gharaib al-Amsar wa-Ajaib al-Asfar.

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda, Tuntutlah ilmu walaupun hingga ke negeri Cina. Islam memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan, hingga ke tempat yang jauh sekalipun.  Terinspirasi hadis itu, Ibnu Battuta pun melakukan perjalanan untuk mencari pengalaman dan ilmu pengetahuan dan membentuk konsep  al-Rihla fi Talab al-Ilm (Perjalanan untuk Mendapatkan Ilmu Pengetahuan).

Ibnu Battuta menghabiskan waktu  hingga 30 tahun untuk berpetualang dari satu negeri ke negeri lainnya. Hampir seluruh dunia telah dijelajahinya, meliputi; Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Utara, Timur Tengah, Benua Hindia, India, Asia Tengah, juga Cina.

Bahkan, perjalanan yang dicapai  Ibnu Battuta itu mampu melewati rekor perjalanan yang ditorehkan Marco Polo. Ibnu Battuta menuliskan pengalaman perjalanannya dengan luar biasa. Ia menorehkan  kisah perjalanannya meliputi aspek geografi, politik, kepribadian, sejarah,  alam,  serta adat lokal setempat.

Pada zaman dulu, orang-orang melakukan perjalanan hanya untuk membuat peta sebagai penunjuk rute terbaik naik haji. Namun Ibn Battuta melakukan perjalanan bukan hanya untuk membuat rute naik haji saja. Hal ini yang menyebabkan konteks perjalanan yang dilaluinya menjadi lebih luas.

Rihla sendiri bisa dibilang merupakan buku berisi ingatan tentang perjalanan Ibnu Battuta, karena sejumlah catatan sejarah menyebutkan bahwa dia tidak pernah mengeluarkan catatannya selama melakukan perjalanan. Bahkan yang meminta Ibnu Battuta untuk menuangkan pengalamannya itu ke dalam sebuah buku justru Sultan Marinid Fez.

Sang sultan menilai perjalanan Ibnu Battuta mengandung begitu banyak kisah dan pengalaman berharga yang patut dijadikan pelajaran. Buku Rihla bisa disebut sebagai sejarah oral,  karena Ibnu Battuta dalam menuangkan pengalamannya dalam buku itu dengan cara mendiktekannya kepada penyair yang bekerja di Kerajaan Sultan Marinid Fez.

Dia mendiktekan pengalaman yang ditempuhnya selama 30 tahun itu dalam waktu dua tahun lebih, hingga akhirnya menjadi sebuah buku yang utuh. Ibnu Juzayy merupakan seorang penulis yang memberikan petunjuk penulisan Rihla dan juga yang mengedit buku tersebut. Ibnu Juzzay dengan gayanya berupaya menjadikan Rihla sebagai sebuah buku berkualitas yang mudah dipahami pembacanya.

Sejumlah orientalis di negara-negara Barat memang agak meragukan sejumlah tempat yang benar-benar dikunjungi oleh Ibnu Battuta, seperti perjalanannya menuju Sungai Volga, dari New Sarai ke Bulgaria, perjalanannya ke Sana'a di Yaman, perjalanannya dari Balkh ke Bistam di Khurasan, perjalanannya berkeliling Anatolia, serta petualangannyake Cina. Meskipun sejumlah orientalis Barat menganggap beberapa cerita itu adalah fiksi, tetapi Rihla memberikan banyak keterangan penting berbagai tempat pada abad ke-14.

Ibnu Battuta dalam mengadakan perjalanan ke tempat-tempat yang dilaluinya mengalami beberapa kali gegar buadaya atau  culture shock. Alasannya, budaya lokal setempat sungguh jauh berbeda dengan latar belakang dirinya yang cenderung menganut Islam ortodoks.

Saat bertemu dengan orang-orang Turki dan Mongolia yang berubah menjadi Islam, dia sangat terpesona dengan cara perempuan dari kedua etnis itu  dalam bertingkah laku. Menurutnya mereka sopan sekali. Namun dia terlihat begitu terkejut waktu melihat perempuan di salah satu wilayah Afrika di sekitar gurun Sahara dan perempuan di pulau Maldives yang memakai pakaian yang begitu terbuka.

Dalam perjalanannya, Ibnu Battuta juga sering mendapatkan berbagai macam hadiah karena status sosialnya yang dianggap tinggi olah para penguasa di wilayah yang dikunjunginya. Selama berabad-abad, bukunya menimbulkan keragu-raguan.

Baru pada awal tahun 1800, bukunya dipublikasikan di Jerman dan Inggris berdasarkan sebuah manuskrip yang ditemukan di Timur Tengah yang berisi dengan versi Rihla karangan Ibn Juzayy dalam bahasa Arab dalam bentuk karangan pendek.

Ketika tentara Prancis menyerang Aljazair pada 1830, mereka juga menemukan lima buah manuskrip di Konstantin yang berisi  versi menyeluruh dari buku Rihla. Lalu naskah-naskah tentang Rihla tersebut dibawa ke Bibliotheque Nationale di Paris dan dipelajari sarjana Perancis, Charles Defremery dan Beniamino Sanguinetti.

Pada 1853, mereka menerbitkan seri dari empat jilid berisi teks arab, catatan ekstensif dan sebuah terjemahan ke dalam bahasa Prancis. Hasil penerjemahan Defremery dan Sanguinetti dicetak dalam teks sekarang dan diterjemahkan ke banyak bahasa lainnya. Berkat  Rihla,   Ibnu Battuta menjadi tokoh terkenal hingga saat ini.

Rohla terdiri dari 13 bab. Setiap bab mengisahkan perjalanan Ibnu Batutta. Bab pertama dimulai kisah perjalanannya dari  Maroko melintasi Afrika Utara dan petualangannya di Mesir tahun 1326.  Bab kedua, menceritakan petualangannya ke Suriah dan Palestina serta perngalamannya menunaikan Haji pada 1326.

Dalam bab ketiga,  Ibnu Batutta menyampaikan pengalamannya menjelajahi Persia dan Irak pada 1327.  Pengalamannya menyusuri Lautan Arab dan Afrika Timur selama dua tahun, dari 1328 – 1330 dituangkannya dalam bab empat. Pada bab kelima, ia berkisah tentang pengalamannya di Anatolia (Turki) pada  1330 hingga 1331.

Bab keenam, diisi dengan kisah perjalanannya ke Asia Selatan. Pada bab ketujuh, ia menuturkan tentang pengalamannya dengan penguasa Dinasti Islam di Delhi, India pada 1334 – 1341. Pada bab delapan, ia mengisahkan keberhasilannya meloloskan diri dari Delhi dan sampai di Srilanka pada 1342.  Pada 1345-1346, Ibnu Batutta dalam bab kesemnilan Rihla mengisahkan perjalannya ke Cina dan Nusantara.

Pada bab kesepuluh, ia memaparkan perjalannya kembali ke kampung halamannya di Maroko. Pengalamannya pada 1349 hingga 1350, dituliskan dalam bab sebelas tentang perjalanannya ke Andalusia. Pada bab ke-12, dia berkisah tentang petualangannya ke Afrika Barat. Sedangkan, pada bab ketigabelas mengisahkan tentang proses penulisan  Rihla.


Jejak Sang Petualang

Ibnu Battuta adalah seorang petualang yang terkenal  dengan berbagai macam kisah perjalanannya mengelilingi dunia. Dia dilahirkan pada sebuah keluarga sarjana Hukum Islam di Tangier, Maroko, pada 25 Februari 1304. Saat itu, Maroko dikuasai kekuasan Dinasti Marinid.

Sebagai seorang pemuda sekaligus pelajar yang sangat berbakat, dia juga telah menyelesaikan studinya di sekolah Sunni Maliki yang mengajarkan perihal hukum Islam yang dominan di Afrika Utara, pada saat itu.

PadaJuni 1325, ketika Ibnu Battuta genap berusia dua puluh satu tahun, dia melakukan perjalanan dari kota kelahirannya dengan tujuan pergi melaksanakan ibadah haji menuju ke Tanah Suci Makkah. Perjalanan tersebut berlangsung selama 16 bulan, tetapi dia rupanya tidakmelihat Maroko selama 24 tahun.

Perjalanan Ibnu Battuta menuju Mekah dilakukan melalui jalan darat. Dia berjalan menyusuri pantai Afrika Utara, lalu menyeberangi wilayah kekuasaan  Kesultanan Abd al-Wadid dan Hafsid. Rutenya melewati Tlemcen, Bejaia dan kemudian ke Tunisia di mana dia tinggal di wilayah tersebut selama dua bulan.

Guna menghindari berbagai macam risiko kejahatan seperti diserang para perampok, dia memilih untuk melakukan perjalanan dengan sebuah kafilah. Sehingga banyak orang yang ikut menemani perjalanannya. Di Sfax, Ibnu Battuta menikah untuk yang pertama kalinya dari beberapa kali pernikahan yang dilakukannya dalam perjalanan yang panjang.

Pada awal musim semi 1326, setelah Ibnu Battuta melakukan perjalanan sejauh lebih dari 3.500 km, dia mengunjungi Pelabuhan Iskandariyah, yang merupakan bagian dari Kerajaan Mamluk Bahri. Dia menghabiskan beberapa pekan mengunjungi situs-situs yang terdapat di wilayah tersebut dan kemudian menuju pedalaman wilayah tersebut.

Lalu dia menuju Kairo, kota penting yang besar dan ibukota Dinasti Mamluk, di Kairo dia tinggal selama sekitar sebulan. Dalam wilayah Mamluk, perjalanan relatif aman. Secara umum, terdapat tiga rute umum yang biasanya digunakan dari Kairo menuju ke Makkah. Ibnu Battuta memilih rute perjalanan ke Nil, kemudian ke timur lewat darat ke pelabuhan Laut Merah Aydhab.

Namun, ketika mendekati kota, ia dipaksa untuk kembali ke Kairo karena pemberontakan lokal. Kembali ke Kairo, dia mengambil rute lain menuju Makkah. Dia juga menuju Damaskus dan  bertemu dengan seorang laki-laki suci selama perjalanan pertamanya. Dia mengatakan, Ibnu Battuta hanya akan mencapai Makkah, setelah melakukan perjalanan melalui Suriah.

Lantaran melalui Suriah, dia bisa mengunjungi tempat-tempat suci sepanjang rute Hebron, Yerusalem, dan Betlehem. Dinasti Mamluk juga memastikan keamanan perjalan bagi orang-orang yang naik haji. Ibnu Battuta menghabiskan bulan Ramadan di Damaskus, lalu bergabung dengan kafilah perjalanan dari Damaskus ke Madinah, tempat pemakaman Nabi Muhammad.

Setelah empat hari, dia melanjutkan perjalanan ke Makkah. Di sana ia menyelesaikan ritual ibadah haji. Setelah itu dia memutuskan pulang ke tanah kelahirannya. Setelah Ibn Battuta menyelesaikan buku Rihla pada tahun 1355, dia diangkat menjadi hakim di Maroko. Lalu dia meninggal di Maroko pada 1368.(rpb) www.suaramedia.com

No comments:

Post a Comment