Nama Muhammad bin Abdullah. Garis Keturunan Ayah. Nabi Adam Alaihissalam ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Nabi Idris Alaihissalam ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nabi Nuh Alaihissalam ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Nabi Ibrahim Alaihissalam ⇒ Nabi Ismail Alaihissalam ⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya'rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma'ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu'ay ⇒ Ka'ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Hasyim ⇒ Abdul Muthalib ⇒ Abdullah ⇒ Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam.
Garis Keturunan Ibu, Nabi Adam Alaihissalam ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Nabi Idris Alaihissalam ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nabi Nuh Alaihissalam ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Nabi Ibrahim Alaihissalam ⇒ Nabi Ismail Alaihissalam ⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya'rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma'ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu'ay ⇒ Ka'ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Wahab ⇒ Aminah ⇒ Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam. Usia 62 tahun. Periode sejarah 570 - 632 M. Tempat diutus (lokasi) Mekah al-Mukarramah. Jumlah keturunannya (anak) 7 anak (3 laki-laki, 4 perempuan). Tempat wafat Madinah an-Nabawiyah. Sebutan kaumnya Bangsa Arab, di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 25 kali secara jelas.
Disadari atau tidak, wujud Tuhan pasti dirasakan oleh jiwa manusia baik redup atau benderang. Manusia menyadari bahwa suatu ketika dirinya akan mati. Kesadaran ini mengantarkannya kepada pertanyaan tentang apa yang akan terjadi sesudah kematian, bahkan menyebabkan manusia berusaha memperoleh kedamaian dan keselamatan di negeri yang tak dikenal itu.
Wujud Tuhan yang dirasakan, serta hal-ihwal kematian, merupakan dua dari sekian banyak faktor pendorong manusia untuk berhubungan dengan Tuhan dan memperoleh informasi yang pasti. Sayangnya tidak semua manusia mampu melakukan hal itu. Namun, kemurahan Allah menyebabkan-Nya memilih manusia tertentu untuk menyampaikan pesan-pesan Allah, baik untuk periode dan masyarakat tertentu maupun untuk seluruh manusia di setiap waktu dan tempat. Mereka yang mendapat tugas itulah yang dinamai Nabi (penyampai berita) dan Rasul (Utusan Tuhan).
Jumlah mereka secara pasti tidak diketahui. Al-Quran hanya menginforrnasikan bahwa,
"Tidak satu umat (kelompok masyarakat) pun kecuali telah pernah diutus kepadanya seorang pembawa peringatan" (QS Fathir [35]: 24)
Al-Quran juga menyatakan kepada Nabinya bahwa :
"Kami telah mengutus nabi-nabi sebelum kamu, di antara mereka ada yang telah kami sampaikan kisahnya, dan ada pula yang tidak Kami sampaikan kepadamu" (QS Al-Mu'min [40]: 78)
Al-Quran menyebutkan secara tegas nama dua puluh lima Nabi/Rasul; delapan belas di antaranya disebutkan dalam Al-Quran surat Al-An'am (6): 83-86, sisanya didapatkan dari berbagai ayat.
Nabi Muhammad saw seperti dinyatakan Al-Quran surat Al-A'raf (7): 158 -diutus kepada seluruh manusia, dan beliau merupakan khataman nabiyyin (penutup para nabi) (QS Al-Ahzab [33]: 40).
Masa Prakelahiran
Al-Quran menegaskan bahwa para nabi telah pernah diangkat janjinya untuk percaya dan membela Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam
"Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dan para Nabi, 'Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul (Muhammad) yang membenarkan kamu, niscaya kamu sungguh-sungguh akan beriman kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku yang demikian itu?' Mereka menjawab, 'Kami mengakui.'" (QS Ali'Imran [3]: 81)
Allah subhanahu wa ta'ala telah merencanakan sesuatu untuk Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam, jauh sebelum kelahiran beliau. Karena itu pula sementara pakar menyatakan bahwa kematian ayah beliau sebelum kelahiran, kepergiannya ke pedesaan menjauhi ibunya, serta ketidakmampuannya membaca dan menulis merupakan strategi yang dipersiapkan Tuhan kepada beliau untuk dijadikan utusan-Nya kepada seluruh umat manusia kelak.
Bahkan ulama lain meyakini bahwa pemilihan hal-hal tertentu berkaitan dengan beliau bukanlah kebetulan. Misalnya bulan lahir, hijrah, dan wafatnya pada bulan Rabi'ul Awal (musim bunga). Nama beliau Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah (hamba Allah), ibunya Aminah (yang memberi rasa aman), kakeknya yang bergelar Abdul Muththalib bernama Syaibah (orang tua yang bijaksana), sedangkan yang membantu ibunya melahirkan bernama Asy-Syifa' (yang sempurna dan sehat), serta yang menyusukannya adalah Halimah As-Sa'diyah (yang lapang dada dan mujur). Semuanya mengisyaratkan keistimewaan berkaitan dengan Nabi Muhammad saw Makna nama-nama tersebut memiliki kaitan yang erat dengan kepribadian Nabi Muhammad saw
Al-Quran surat Al-A'raf (7): 157 juga menginformasikan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam pada hakikatnya dikenal oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini antara lain disebabkan mereka mendapatkan (nama)-nya tertulis di dalam Taurat dan Injil (QS Al-A'raf [7]: 157).
Menurut pakar agama Islam, yang ditegaskan oleh Al-Quran itu, dapat terbaca antara lain dalam Pertanjian Lama, Kitab Ulangan 33 ayat 2:
"... bahwa Tuhan telah datang dari Torsina, dan telah terbit untuk mereka itu dari Seir, kelihatanlah ia dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran."
Pemahaman mereka berdasarkan analisis berikut: "Gunung Paran" menurut Kitab Pertanjian Lama, Kejadian ayat 21, adalah tempat putra Ibrahim -yakni Nabi Ismail- bersama ibunya Hajar memperoleh air (Zam-Zam). Ini berarti bahwa tempat tersebut adalah Makkah, dan dengan demikian yang tercantum dalam Kitab Ulangan di atas mengisyaratkan tiga tempat terpancarnya cahaya wahyu Ilahi: Thur Sina tempat Nabi Musa Alaihissalam. Seir tempat Nabi Isa Alaihissalam. , dan Makkah tempat Nabi Muhammad saw. Sejarah membuktikan bahwa beliau satu-satunya Nabi dari Makkah.
Karena itu pula wajar jika Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 146 menyatakan bahkan mereka itu mengenalnya (Muhammad saw), sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka, bahkan salah seorang penganut agama Yahudi yang kemudian masuk Islam, yaitu Abdullah bin Salam pernah berkata, "Kami lebih mengenal dan lebih yakin tentang kenabian Muhammad saw daripada pengenalan dan keyakinan kami tentang anak-anak kami. Siapa tahu pasangan kami menyeleweng."
Masa Prakenabian
Ada beberapa ayat Al-Quran yang berbicara tentang Nabi Muhammad saw sebelum kenabian beliau. Antara lain,
"Bukankah Dia (Tuhan) mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu, dan Dia mendapatimu bimbang, lalu Dia memberi petunjuk kepadamu, dan Dia mendapatimu dalam keadaan kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?" (QS Al-Dhuha [93]: 6-8)
Beliau yatim sejak di dalam kandungan, kemudian dipelihara dan dilindungi oleh paman dan kakeknya. Beliau hidup di dalam keresahan dan kebimbangan melihat sikap masyarakatnya, lalu Allah memberinya petunjuk, dan mengangkatnya sebagai Nabi dan Rasul. Beliau hidup miskin karena ayahnya tidak meninggalkan warisan untuknya, kecuali beberapa ekor kambing dan harta lainnya yang tidak berarti. Tetapi Allah memberinya kecukupan, khususnya menjelang dan saat hidup berumah tangga dengan istrinya, Khadijah Alaihissalam.
Ayat lain yang oleh ulama dianggap berbicara tentang Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam pada masa kanak-kanaknya, adalah surat Alam Nasyrah ayat pertama:
"Bukankah Kami (Tuhan) telah melapangkan dada untukmu?"
Sebagian ulama mengartikan kata nasyrah dengan "memotong/membedah." Memang, bila dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat materi, artinya demikian. Apabila dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat nonmateri, kata itu mengandung arti membuka, memberi pemahaman, menganugerahkan ketenangan dan semaknanya. Yang mengaitkan dengan hal-hal materi berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang "pembedahan" yang pernah dilakukan oleh para malaikat terhadap Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam kala beliau remaja. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh mufasir An -Naisaburi.
Tetapi sepanjang penelitian Prof. Dr. M. Quraish Shihab, kata tersebut dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 5 kali, dan tidak satu pun yang digunakan dengan arti harfiah, apalagi bermakna pembedahan. Akan lebih jelas lagi jika hal itu disejajarkan dengan ayat yang berbicara tentang doa Nabi Musa Alaihissalam. di dalam Al-Quran.
"Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku urusanku dan lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku" (QS Thaha [20]: 25-28)
Selanjutnya Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam tidak pernah membaca satu kitab atau menulis satu kata sebelum datangnya wahyu Al-Quran.
"Engkau tidak pernah membaca satu kitab pun sebelumnya (Al-Quran), tidak juga menulis satu tulisan dengan tanganmu, (andai kata kamu pernah membaca dan menulis) pasti akan benar-benar ragulah orang yang mengingkari-(mu)" (QS Al-'Ankabut [29]: 48).
Ayat ini secara pasti menyatakan bahwa beliau saw adalah orang yang tidak pandai membaca dan menulis. Banyak ulama yang memahami bahwa kendatipun kemudian Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam menganjurkan umatnya belajar membaca dan menulis, namun beliau sendiri tidak melakukannya, karena Allah subhanahu wa ta'ala ingin menjadikan beliau sebagai bukti bahwa informasi yang diperolehnya benar-benar bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah subhanahu wa ta'ala.
Ada juga ulama yang memahami bahwa ketidakmampuan beliau membaca hanya terbatas sampai sebelum terbukti kebenaran ajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah hijrah ke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut pendukungnya ide ini dikuatkan antara lain oleh kata "sebelumnya" yang terdapat pada ayat di atas.
Memang, kata ummi hanya ditemukan dua kali dalam Al-Quran (QS Al-A'raf [7] 157 dan 158), dan keduanya menjadi sifat Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam Memang kedua ayat itu turun di Makkah, meskipun ada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan,
"Dia (Allah) yang mengutus kepada masyarakat ummiyyin (buta huruf), seorang Rasul di antara mereka" (QS Al-Jum'ah [62]: 2)
Di sisi lain, harus disadari bahwa masyarakat beliau ketika itu menganggap kemampuan menulis sebagai bukti kelemahan seseorang.
Pada masa itu sarana tulis-menulis amat langka, sehingga masyarakat amat mengandalkan hafalan. Seseorang yang menulis dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakan kekurangan. Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis, dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia bermohon: "Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis) bagi kami adalah aib."
Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apa yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnya dinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidak sepenting masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah diperoleh.
Masa Kenabian
Pada usia 40 tahun, yang disebut oleh Al-Quran surat Al-Ahqaf ayat 15 sebagai usia kesempurnaan, Muhammad saw diangkat menjadi Nabi. Ditandai dengan turunnya wahyu pertama Iqra' bismi Rabbik.
Sebelumnya beliau tidak pernah menduga akan mendapat tugas dan kedudukan yang demikian terhormat. Karena itu ditemukan ayat-ayat Al-Quran yang menguraikan sikap beliau terhadap wahyu dan memberi kesan bahwa pada mulanya beliau sendiri "ragu" dan gelisah mengenai hal yang dialaminya. QS Yunus (10): 94 mengisyaratkan bahwa,
"Kalau engkau ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Kitab Suci sebelum kamu (QS Yunus [10]: 94)
Kegelisahan itu bertambah besar pada saat wahyu yang beliau nanti-nantikan tidak kunjung datang, hingga menurut beberapa riwayat beliau sedemikian gelisah, sampai-sampai konon beliau hampir saja mencelakakan dirinya. Rupanya Allah subhanahu wa ta'ala bermaksud menjadikan beliau lebih merindukan lagi "sang kekasih dan firman-firman-Nya" agar semakin mantap cinta beliau kepada-Nya.
Ketika matahari naik sepenggalah, cahayanya memancar menerangi seluruh penjuru. Cahayanya tidak terlalu terik, sehingga tidak menyebabkan gangguan sedikit pun, bahkan panasnya memberikan kesegaran, kenyamanan, dan kesehatan. Di sini Allah subhanahu wa ta'ala melambangkan kehadiran wahyu selama ini sebagai kehadiran cahaya matahari yang sinarnya demikian jelas, menyegarkan, dan menyenangkan. Sedangkan ketidakhadiran wahyu dinyatakan dengan kalimat, "Demi malam ketika hening."
Kenabian Muhammad saw bukan merupakan hal yang baru bagi umat manusia. Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam secara tegas diperintahkan untuk menyatakan hal itu,
"Katakanlah, 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul. Aku tidak mengetahui yang diperbuat terhadapku, tidak juga terhadapmu. Aku tidak lain hanya mengikuti yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.'" (QS Al-Ahqaf [46]: 9)
Namun demikian kenabian Muhammad saw berbeda dengan kenabian utusan Tuhan yang lain. Sebelum beliau, para Nabi dan Rasul diutus untuk masyarakat dan waktu tertentu, tetapi Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam diutus untuk seluruh manusia di setiap waktu dan tempat,
"Katakanlah (hai Muhammad), 'Wahai seluruh manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kamu semua'" (QS Al-A'raf [7]: 158)
Ada sementara orientalis yang menduga bahwa pada mulanya Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam hanya bermaksud mengajarkan agamanya kepada orang-orang Arab, tetapi setelah beliau berhasil di Madinah, beliau memperluas dakwahnya untuk seluruh manusia.
Pendapat ini sungguh keliru, karena sejak di Makkah beliau telah menegaskan bahwa beliau diutus untuk seluruh manusia.
"Katakanlah (hai Muhammad), 'Wahai seluruh manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kamu semua.'" (QS Al-A'raf [7]: 158)
Ayat ini turun ketika Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam sedang berada di Makkah, bahkan menurut sementara ulama, semua ayat Al-Quran yang dimulai dengan panggilan "Wahai seluruh manusia," semuanya turun di Makkah kecuali beberapa ayat.
Ketika masyarakat Arab Quraisy meminta bukti-bukti yang bersifat suprarasional, Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam diperintahkan untuk menyampaikan kalimat-kalimat berikut:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya bukti-bukti itu bersumber dari Allah, sedang aku hanya pembawa peringatan yang menjelaskan.'" (QS Al-'Ankabut [29]: 50)
Memang Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam tidak mengandalkan hal-hal yang bersifat suprarasional sebagai bukti kebenaran ajarannya.
Bukti kebenaran kenabian dan kerasulannya adalah Al-Quran dan diri beliau sendiri yang ummi (tidak pandai membaca dan menulis). Para pakar bersepakat dengan menggunakan berbagai tolok ukur untuk mengakui beliau sebagai manusia teragung yang pernah dikenal oleh sejarah kemanusiaan
"Wahai seluruh manusia, telah datang kepada kamu bukti yang sangat jelas dan Tuhanmu (yakni Muhammad saw), dan Kami telah (pula) menurunkan cahaya yang terang benderang (Al-Quran)" (QS Al-Nisa' [4]: 174)
Akhlak dan Fungsi Kenabian Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam
Al-Quran mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad saw memiliki akhlak yang sangat agung. Bahkan dapat dikatakan bahwa konsideran pengangkatan beliau sebagai nabi adalah keluhuran budi pekertinya. Hal ini dipahami dari wahyu ketiga yang antara lain menyatakan bahwa:
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung" (QS Al-Qalam [68]: 4)
Kata "di atas" tentu mempunyai makna yang sangat dalam, melebihi kata lain, misalnya, pada tahap/dalam keadaan akhlak mulia
Seperti dikemukakan di atas, Al-Quran surat Al-An'am ayat 90 menyebutkan dalam rangkaian ayat-ayatnya 18 nama Nabi/Rasul. Setelah kedelapan belas nama disebut, Allah berpesan kepada Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam, "Mereka itulah yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, maka hendaknya kamu meneladani petunjuk yang mereka peroleh." Karena itu pula sebagian ulama tafsir menyimpulkan, bahwa pastilah Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam telah meneladani sifat-sifat terpuji para nabi sebelum beliau
Nabi Nuh Alaihissalam. dikenal sebagai seorang yang gigih dan tabah dalam berdakwah. Nabi Ibrahim Alaihissalam. dikenal sebagai seorang yang amat pemurah, serta amat tekun bermujahadah mendekatkan diri kepada Allah. Nabi Daud Alaihissalam. dikenal sebagai nabi yang amat menonjolkan rasa syukur serta penghargaannya terhadap nikmat Allah. Nabi Zakaria Alaihissalam., Yahya Alaihissalam., dan Isa Alaihissalam., adalah nabi-nabi yang berupaya menghindari kenikmatan dunia demi mendekatkan diri kepada Allah Allah subhanahu wa ta'ala. Nabi Yusuf Alaihissalam. terkenal gagah, dan amat bersyukur dalam nikmat dan bersabar menahan cobaan. Nabi Yunus Alaihissalam. diketahui sebagai nabi yang amat khusyuk ketika berdoa, Nabi Musa terbukti sebagai nabi yang berani dan memiliki ketegasan, Nabi Harun Alaihissalam. sebaliknya, adalah nabi yang penuh dengan kelemahlembutan. Demikian seterusnya, dan Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam meneladani semua keistimewaan mereka itu.
Ada beberapa sifat Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam yang ditekankan oleh Al-Quran, antara lain,
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu (umat manusia), serta sangat menginginkan kebaikan untuk kamu semua, lagi amat tinggi belas kasihannya serta penyayang terhadap orang-orang mukmin" (QS Al-Tawbah [9]: 128)
Begitu besar perhatiannya kepada umat manusia, sehingga hampir-hampir saja ia mencelakakan diri demi mengajak mereka beriman (baca QS Syu'ara [26]: 3). Begitu luas rahmat dan kasih sayang yang dibawanya, sehingga menyentuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk tak bernyawa.
Sebelum Eropa memperkenalkan Organisasi Pencinta Binatang, Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam telah mengajarkan,
"Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang-binatang, kendarailah dan makanlah dengan baik."
Rahmat dan kasih sayang yang dicurahkannya sampai pula pada benda-benda tak bernyawa. Susu, gelas, cermin, tikar, perisai, pedang, dan sebagainya, semuanya beliau beri nama, seakan-akan benda-benda tak bernyawa itu mempunyai kepribadian yang membutuhkan uluran tangan, rahmat, kasih sayang, dan persahabatan.
Diakui bahwa Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam diperintahkan Allah untuk menegaskan bahwa,
"Aku tidak lain kecuali manusia seperti kamu, (tetapi aku) diberi wahyu ..." (QS Al-Kahf [18]: 110)
Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam bahasa tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.
Atas dasar sifat-sifat yang agung dan menyeluruh itu, Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan beliau sebagai teladan yang baik sekaligus sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan)
"Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian." (QS Al-Ahzab [33]: 2l)
Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia, karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat dimiliki oleh manusia.
Dalam konteks ini, Abbas Al-Aqqad, seorang pakar Muslim kontemporer menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerta, dan yang tekun beribadah.
Sejarah hidup Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam membuktikan bahwa beliau menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut. Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta pemikiran-pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim akan kagum berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat memandangnya dengan kacamata iman dan agama.
Banyak fungsi yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam, antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan) (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.
Demikian itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam) menjadi saksi terhadap kamu ... (QS Al-Baqarah [2]: 143)
Kata syahid/syahid antara lain berarti "menyaksikan," baik dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati (pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada posisi tengah, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi. Mereka berada di antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi saksi dalam arti patron/teladan dan skala kebenaran bagi umat-umat yang lain, sedangkan Rasulullah saw yang juga berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan teladan bagi umat Islam.
Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih oleh mereka yang menelusuri jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka yang menurut Ibnu Sina disebut "orang yang arif," mampu memandang rahasia Tuhan yang terbentang melalu qudrat-Nya. Tokoh dari segala saksi adalah Rasulullah yaitu Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam yang secara tegas di dalam ayat ini dinyatakan "diutus untuk menjadi syahid (saksi)."
Kesimpulan yang diberikan oleh penyair Al-Bushiri: "Batas pengetahuan tentang beliau, hanya bahwa beliau adalah seorang manusia, dan bahwa beliau adalah sebaik-baik makhluk Allah seluruhnya."
Allahumma shalli wa sallim 'alaih.
Referensi
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
No comments:
Post a Comment