Wednesday, May 11, 2011

Kajian Suami dan Istri

Etika Terhadap Suami Istri

Orang Muslim meyakini adanya etika timbal balik antara suami dan istri, dan etika tersebut adalah hak atas pasangannya yang lain berdasarkan dalil-dalil berikut :

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari isterinya. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (Al-Baqarah: 228).

Ayat yang mulia di atas menegaskan, bahwa setiap suami-istri mempunyai hak atas pasangannya, dan suami (laki-laki) diberi tambahan derajat atas wanita (istri) karena alasan-alasan khusus.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. di Haji Wada’, “Ketahuilah, bahwa kalian mempunyai hak-hak atas wanita-wanita (istri-istri) kalian, dan sesungguhnya wanita-wanita (istri-istri) kalian mempunyai hak-hak atas kalian.” (Diriwayatkan para pemilik Sunan dan At-Tirmidzi men-shahih-kan hadits ini).

Hak-hak ini, sebagian sama di antara suami-istri dan sebagiannya tidak sama. Hak-hak yang sama di antara suami-istri adalah sebagian berikut :

1. Amanah

Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah laksana dua mitra di mana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan urusan umum keduanya.

2. Cinta kasih

Artinya, masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus kepada pasangannya sepanjang hidupnya karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Ruum: 21).

Dan karena sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Barangsiapa tidak menyayangi ia tidak akan disayangi.” (HR Ath-Thabrani dengan sanad yang baik).

3. Saling percaya

Artinya masing-masing suami-istri harus mempercayai pasangannya, dan tidak boleh meragukan kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara.” (Al Hujurat: 10).

Dan karena sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Salah seorang dan kalian tidak beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).

Ikatan suami-istri itu memperkuat, dan mengokohkan ikatan (ukhuwwah) iman. Dengan cara seperti itu, masing-masing suami-istri merasa, bahwa dirinya adalah pribadi pasangannya. Oleh karena itu, bagaimana ia tidak mempercayai dirinya sendiri, dan tidak menasihatinya? Atau bagaimana seseorang itu kok menipu dirinya sendiri, dan memperdayainya?

4. Etika umum

Seperti lemah lembut dalam pergaulan sehari-hari, wajah yang berseri-seri, ucapan yang baik, penghargaan, dan penghormatan. Itulah pergaulan baik yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya, “Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik.” (An-Nisa’: 19). Itulah perlakuan baik yang diperintahkan Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Perlakukan wanita dengan baik.” (HR Muslim).

Inilah sebagian hak-hak bersama antar suami-istri, dan masing-masing dan keduanya harus memberikan hak-hak tersebut kepada pasangannya untuk merealisir perjanjian kuat yang diisyaratkan firman Allah Ta‘ala, “Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kalian telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kalian penjanjian yang kuat.” (An-Nisa’: 21).

Dan karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berfirman, “Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian, Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kalian kerjakan.” (A1-Baqarah: 237).

Adapun hak-hak khusus, dan etika-etika yang harus dikerjakan masing-masing suami-istri terhadap pasangannya adalah sebagai berikut :

Hak-hak Istri atas Suami

Terhadap istrinya, seorang suami harus menjalankan etika-etika berikut ini :

1. Memperlakukannya dengan baik karena dalil-dalil berikut :

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik.” (An-Nisa’: 19).

Ia memberi istrinya makan jika ia makan, memberinya pakaian jika ia berpakaian, dan mendidiknya jika ia khawatir istrinya membangkang seperti diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadanya dengan menasihatinya tanpa mencacimaki atau menjelek-jelekkannya. Jika istri tidak taat kepadanya, ia pisah ranjang dengannya. Jika istri tetap tidak taat, ia berhak memukul dengan pukulan yang tidak melukainya, tidak mengucurkan darah, tidak meninggalkan luka, dan membuat salah satu organ tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya (pembangkangannya), maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.” (An-Nisa’: 34).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. kepada orang yang bertanya kepada beliau tentang hak istri atas dirinya, “Hendaknya engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menjelek-jelekkannya, dan tidak  mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR Abu Daud dengan sanad yang baik).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Ketahuilah bahwa hak-hak wanita-wanita atas kalian ialah hendaknya kalian berbuat baik kepada mereka dengan memberi mereka makan dan pakaian.”

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Laki-laki Mukmin tidak boleh membenci wanita Mukminah. Jika ia membenci sesuatu pada pisiknya, ia menyenangi lainnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

2. Mengajarkan persoalan-persoalan yang urgen dalam agama kepada istri jika belum mengetahuinya, atau mengizinkannya menghadiri forum-forum ilmiah untuk belajar di dalamnya.

Sebab, kebutuhan untuk memperbaiki kualitas agama, dan menyucikan jiwanya itu tidak lebih sedikit dan kebutuhannya terhadap makanan, dan minuman yang wajib diberikan kepadanya. Itu semua berdasarkan dalil-dalil berikut :

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” (At-Tahrim: 6).

Wanita termasuk bagian dan keluarga laki-laki, dan penjagaan dirinya dan api neraka ialah dengan iman, dan amal shalih. Amal shalih harus berdasarkan ilmu, dan pengetahuan sehingga ia bisa mengerjakannya seperti yang diperintahkan syariat.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Ketahuilah, hendaklah kalian memperlakukan wanita-wanita dengan baik, karena mereka adalah ibarat tawanan-tawanan pada kalian.” (Muttafaq Alaih).

Di antara perlakuan yang baik terhadap istri ialah mengajarkan sesuatu yang bisa memperbaiki kualitas agamanya, menjamin bisa istiqamah (konsisten) dan urusannya menjadi baik.

3. Mewajibkan istri melaksanakan ajaran-ajaran Islam beserta etika-etikanya, melarangnya buka aurat dan berhubungan bebas (ikhtilath) dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, memberikan perlindungan yang memadai kepadanya dengan tidak mengizinkannya merusak akhlak atau agamanya, dan tidak membuka kesempatan baginya untuk menjadi wanita fasik terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, atau berbuat dosa,

Sebab ia adalah penanggung jawab tentang istrinya dan diperintahkan menjaganya, dan mengayominya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (An-Nisa’ 34).

Dan berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan ia akan diminta pertanggungan jawab tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq Alaih).

4. Berlaku adil terhadap istrinya dan terhadap istri-istrinya yang lain, jika ia mempunyai istri lebih dan satu.

Ia berbuat adil terhadap mereka dalam makanan, minuman, pakaian, rumah, dan tidur di ranjang. Ia tidak boleh bersikap curang dalam hal-hal tersebut, atau bertindak zhalim, karena ini diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya, “Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah)  seorang saja, atau budak-budak wanita yang kalian miliki.” (An-Nisa’: 3).

Rasulullah saw. mewasiatkan perlakuan yang baik terhadap istri-istri dalam sabdanya, “Orang terbaik dan kalian ialah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku orang terbaik dan kalian terhadap keluarganya.” (HR Ath-Thabrani dengan sanad yang baik).

5. Tidak membuka rahasia istrinya dan tidak membeberkan aibnya, sebab ia orang yang diberi kepercayaan terhadapnya, dituntut menjaga, dan melindunginya.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah ialah suami yang menggauli istrinya, dan istrinya bergaul dengannya, kemudian ia membeberkan rahasia hubungan suami-istri tersebut.” (Diriwayatkan Muslim).

Hak-hak Suami atas Istri

Terhadap suaminya, seorang istri harus menjalankan etika-etika berikut ini :

1. Taat kepadanya selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena dalil-dalil berikut :

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.” (An-Nisa’: 34).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudian istrinya tidak datang kepadanya, dan suaminya pun marah kepadanya pada malam itu, maka istrinya dilaknat para malaikat hingga pagi harinya.” (Muttafaq Alaih).

“Seandainya aku suruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku suruh seorang istri sujud kepada suaminya.” (HR Abu Daud dan Al-Hakim. At-Tirmidzi meng-shahih-kan hadits mi).

2. Menjaga kehormatan suaminya, kemuliaanya, hartanya, anak-anaknya,dan urusan rumah tangga lainnya, karena dalil-dalil berikut :

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Maka wanita-wanita yang shalihah ialah wanita-wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa’: 34).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Seoranq istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan anaknya.” (Muttafaq Alaih).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Maka hak kalian atas istri-istri kalian ialah hendaknya orang-orang yang kalian benci tidak boleh menginjak ranjang-ranjang kalian, dan mereka tidak boleh memberi izin masuk ke rumah kepada orang orang yang tidak kalian sukai.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

3. Tetap berada di rumah suami, dalam arti, tidak keluar kecuali atas izin dan keridhaannya, menahan pandangan dan merendahkan suaranya, menjaga tangannya dari kejahatan, dan menjaga mulutnya dari perkataan kotor yang bisa melukai kedua orang tua suaminya, atau sanak keluarganya, karena dalil-dalil berikut :

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33).

“Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al-Ahzab: 32).

“Allah tidak menyukai ucapan buruk.” (An-Nisa’: 148).

“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’.” (An-Nuur: 31).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Wanita (istri) terbaik ialah jika engkau melihat kepadanya, ia menyenangkanmu. Jika engkau menyuruhnya, ia taat kepadamu. Jika engkau pergi darinya, ia menjagamu dengan menjaga dirinya dan menjaga hartamu.” (HR Muslim dan Ahmad).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Kalian jangan melarang wanita-wanita hamba-hamba Allah untuk pergi ke masjid-masjid Allah. Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin kepada kalian untuk pergi ke masjid, engkau jangan melarangnya.” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan At Tirmidzi).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam., “Izinkan wanita-wanita pergi ke masjid pada malam hari.”

Sumber : Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim : Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 138-145.

No comments:

Post a Comment