Jangan Terlambat Menyayangi Ibu!." Setidaknya bagi sebagian orang, kehadiran seorang ibu dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Padahal, ibu adalah sosok luar biasa yang patut kita renungkan terus jasa-jasanya. Mengapa?
Ibu,sosok wanita yang telah melahirkan kita ke dunia. Sembilan bulan sepuluh hari lamanya ibu mengandung. Mual, beban berat dan sakit punggung mungkin sebagian kecil saja dari yang dirasakan oleh ibu. Tanpa mengeluh seorang ibu menjaga kehamilan dengan harapan sang anak dapat lahir dengan selamat dan sehat. Pada proses kelahiranpun sang ibu harus bertarung nyawa demi sang buah hati tercinta,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS: Al-Ahqaaf [46]:15).
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِي
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.” (QS Luqman [31]: 14).
Ada sebuah kisah. Seseorang datang ke Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam. Ia bercerita telah menggendong ibunya di pundaknya sendirian selama menjalani seluruh rukun dan wajib haji. Ia ingin mengetahui apakah perbuatannya itu telah dapat membalas kebaikan yang selama ini ditunjukkan ibunya di masa kanak-kanak. Rasulullah menjawab, ”Tidak. Semua yang telah kau kerjakan itu belum dapat membalas satu kali rasa sakit karena kontraksi rahim ketika ibumu melahirkanmu ke dunia.” Subhanallah, begitu berat penderitaan seorang ibu.
Ketika sang buah hati lahir ke dunia, tentu disambut dengan suka cita. Tangis haru bahagia seakan menghapus rasa sakit selama proses kehamilan dan proses kelahiran. Sungguh Allah Subhanahu Wata'ala adil. Do’a harapan tercurahkan semoga menjadi anak yang berbakti dan berguna pada agama, orang tua, keluarga dan masyarakat.
Hari-hari selanjutnya adalah menunaikan amanah yaitu membesarkan sang anak. Kurang tidur, kurang istirahat, telat makan adalah hal sering harus dilalui seorang ibu. Letih fisik dan psikis adalah hal yang biasa. Belum lagi bila sang anak sakit, ibu dengan ikhlas tidak tidur semalaman untuk menjaga sang anak. Tanpa mengharap pamrih, semua itu dilakukan agar sang anak tenang dan bahagia. Ibaratnya, ibu rela sakit untuk menggantikan rasa sakit sang anak.
Mendidik anak juga menjadi kewajiban ibu, di mana mendidik anak dimulai dari dalam kandungan sampai sang anak dewasa. Bisa dikatakan rumah dan ibu adalah sekolah dan guru pertama bagi anak. Ya, ibu adalah guru utama dan pertama bagi anak-anak. Pelajaran yang dapat diperoleh secara gratis tanpa ‘ biaya’ apapun. Belajar makan, belajar jalan, belajar memakai baju dan sebagainya. Apapun pertanyaan yang terlontar dari sang anak, sang ibu akan berusaha mencari jawaban terbaik. Dapat dikatakan ibu harus dapat berperan dengan berbagai macam karakter yang semua harus diperankan dengan baik.
Kehebatan seorang ibu bukan hanya dalam hal membesarkan anak. Mengurus, suami, rumah tangga dan segala pekerjaan ‘rumah’ yang harus diselesaikan dengan baik. Semua itu dilakukan mulai dari bangun tidur sampai akan tidur kembali, begitu setiap hari. Jika tidak dilakukan dengan ikhlas tentunya semua pekerjaan tersebut tidak akan terselesaikan dengan baik.
Sungguh berat tanggung jawab seorang ibu yang mungkin kita tidak menyadarinya. Kemuliaan seorang ibu tertuang dalam sebuah kisah dari sahabat Abu Hurairah radiyalhu ‘anhu. Beliau berkata: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, kemudian dia bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik?” Beliau bersabda, “Ibumu”, Orang tersebut bertanya lagi ”Kemudian siapa?”. Beliau bersabda, ”Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi, ”kemudian siapa?” Beliau bersabda, ”Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi, ”kemudian siapa?”. Beliau bersabda, ”Bapakmu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Begitu mulianya seorang ibu sampai disebut tiga kali oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Ketika sang anak beranjak dewasa, ada bermacam tingkah polah yang -secara langsung atau tidak- dapat menyakiti hati ibu. Celakanya lagi sang anak tidak merasa melakukan kesalahan. Tentu kita juga sering membuat sedih atau marah ibu, tapi apa reaksi ibu? Kalimat nasehat yang keluar dari beliau. Atas kesalahan apapun yang kita lakukan, ibu tetaplah ibu yang dengan segala kehalusan sifat dan perilakunya akan selalu memaafkan kita.
Begitu dahsyat kasih sayang seorang ibu bagi putra-putrinya. Maka, masihkah kita akan ‘tega’ menyakiti beliau setelah kita tahu apa yang telah ibu lakukan untuk kita. Pernahkah kita membayangkan jika suatu saat akan ditinggal ibu untuk selamanya? Sudahkah kita membahagiakan ibu kita tercinta atau setidaknya membuat ibu tersenyum? Bila kita belum melakukannya, segera lakukan selagi ada waktu. Jangan jadikan alasan kesibukan untuk ‘menjauh’ dari ibu.
Sudahkah kita memohon maaf atas semua kesalahan kita kepada ibu? Segeralah memohon maaf dan doa restu selagi kita punya kesempatan. Jangan menunggu esok hari karena kita tidak pernah tahu kapan ajal akan menjemput. Bila ibu kita telah meninggal, jangan pernah lelah dan berhenti berdo’a memohonkan ampunan kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala agar ibu kita mendapat tempat yang layak disisi-Nya.
Hormati dan cintailah ibu kita karena apapun yang kita berikan takkan mampu membalas semua pengorbanan dan kebaikan ibu. Sungguh, bukan materi yang ibu harapkan dari kita. Tapi, cukup sekadar perhatian dan do’a.
“Yaa Allah, jangan biarkan kami terlambat dalam menyadari bahwa betapa kehadiran seorang ibu di sisi kami itu nilainya luar biasa. Yaa Allah, beri kami kesempatan untuk bisa membahagiakan ibu. Yaa Allah, jadikan sepanjang umur ibu kami dipenuhi barakah-Mu. Yaa Allah, sayangilah ibu kami sebagaimana beliau menyayangi kami sedari kecil hingga kini. Yaa Allah, ampunilah ibu kami. Aamiin.
Oleh: Arif Rahman Hakim
Penulis alumnus Unair dan peminat masalah sosial-keagamaan
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah
Red: Cholis Akbar
Ibu,sosok wanita yang telah melahirkan kita ke dunia. Sembilan bulan sepuluh hari lamanya ibu mengandung. Mual, beban berat dan sakit punggung mungkin sebagian kecil saja dari yang dirasakan oleh ibu. Tanpa mengeluh seorang ibu menjaga kehamilan dengan harapan sang anak dapat lahir dengan selamat dan sehat. Pada proses kelahiranpun sang ibu harus bertarung nyawa demi sang buah hati tercinta,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS: Al-Ahqaaf [46]:15).
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِي
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.” (QS Luqman [31]: 14).
Ada sebuah kisah. Seseorang datang ke Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam. Ia bercerita telah menggendong ibunya di pundaknya sendirian selama menjalani seluruh rukun dan wajib haji. Ia ingin mengetahui apakah perbuatannya itu telah dapat membalas kebaikan yang selama ini ditunjukkan ibunya di masa kanak-kanak. Rasulullah menjawab, ”Tidak. Semua yang telah kau kerjakan itu belum dapat membalas satu kali rasa sakit karena kontraksi rahim ketika ibumu melahirkanmu ke dunia.” Subhanallah, begitu berat penderitaan seorang ibu.
Ketika sang buah hati lahir ke dunia, tentu disambut dengan suka cita. Tangis haru bahagia seakan menghapus rasa sakit selama proses kehamilan dan proses kelahiran. Sungguh Allah Subhanahu Wata'ala adil. Do’a harapan tercurahkan semoga menjadi anak yang berbakti dan berguna pada agama, orang tua, keluarga dan masyarakat.
Hari-hari selanjutnya adalah menunaikan amanah yaitu membesarkan sang anak. Kurang tidur, kurang istirahat, telat makan adalah hal sering harus dilalui seorang ibu. Letih fisik dan psikis adalah hal yang biasa. Belum lagi bila sang anak sakit, ibu dengan ikhlas tidak tidur semalaman untuk menjaga sang anak. Tanpa mengharap pamrih, semua itu dilakukan agar sang anak tenang dan bahagia. Ibaratnya, ibu rela sakit untuk menggantikan rasa sakit sang anak.
Mendidik anak juga menjadi kewajiban ibu, di mana mendidik anak dimulai dari dalam kandungan sampai sang anak dewasa. Bisa dikatakan rumah dan ibu adalah sekolah dan guru pertama bagi anak. Ya, ibu adalah guru utama dan pertama bagi anak-anak. Pelajaran yang dapat diperoleh secara gratis tanpa ‘ biaya’ apapun. Belajar makan, belajar jalan, belajar memakai baju dan sebagainya. Apapun pertanyaan yang terlontar dari sang anak, sang ibu akan berusaha mencari jawaban terbaik. Dapat dikatakan ibu harus dapat berperan dengan berbagai macam karakter yang semua harus diperankan dengan baik.
Kehebatan seorang ibu bukan hanya dalam hal membesarkan anak. Mengurus, suami, rumah tangga dan segala pekerjaan ‘rumah’ yang harus diselesaikan dengan baik. Semua itu dilakukan mulai dari bangun tidur sampai akan tidur kembali, begitu setiap hari. Jika tidak dilakukan dengan ikhlas tentunya semua pekerjaan tersebut tidak akan terselesaikan dengan baik.
Sungguh berat tanggung jawab seorang ibu yang mungkin kita tidak menyadarinya. Kemuliaan seorang ibu tertuang dalam sebuah kisah dari sahabat Abu Hurairah radiyalhu ‘anhu. Beliau berkata: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, kemudian dia bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik?” Beliau bersabda, “Ibumu”, Orang tersebut bertanya lagi ”Kemudian siapa?”. Beliau bersabda, ”Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi, ”kemudian siapa?” Beliau bersabda, ”Ibumu”. Orang tersebut bertanya lagi, ”kemudian siapa?”. Beliau bersabda, ”Bapakmu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Begitu mulianya seorang ibu sampai disebut tiga kali oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Ketika sang anak beranjak dewasa, ada bermacam tingkah polah yang -secara langsung atau tidak- dapat menyakiti hati ibu. Celakanya lagi sang anak tidak merasa melakukan kesalahan. Tentu kita juga sering membuat sedih atau marah ibu, tapi apa reaksi ibu? Kalimat nasehat yang keluar dari beliau. Atas kesalahan apapun yang kita lakukan, ibu tetaplah ibu yang dengan segala kehalusan sifat dan perilakunya akan selalu memaafkan kita.
Begitu dahsyat kasih sayang seorang ibu bagi putra-putrinya. Maka, masihkah kita akan ‘tega’ menyakiti beliau setelah kita tahu apa yang telah ibu lakukan untuk kita. Pernahkah kita membayangkan jika suatu saat akan ditinggal ibu untuk selamanya? Sudahkah kita membahagiakan ibu kita tercinta atau setidaknya membuat ibu tersenyum? Bila kita belum melakukannya, segera lakukan selagi ada waktu. Jangan jadikan alasan kesibukan untuk ‘menjauh’ dari ibu.
Sudahkah kita memohon maaf atas semua kesalahan kita kepada ibu? Segeralah memohon maaf dan doa restu selagi kita punya kesempatan. Jangan menunggu esok hari karena kita tidak pernah tahu kapan ajal akan menjemput. Bila ibu kita telah meninggal, jangan pernah lelah dan berhenti berdo’a memohonkan ampunan kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala agar ibu kita mendapat tempat yang layak disisi-Nya.
Hormati dan cintailah ibu kita karena apapun yang kita berikan takkan mampu membalas semua pengorbanan dan kebaikan ibu. Sungguh, bukan materi yang ibu harapkan dari kita. Tapi, cukup sekadar perhatian dan do’a.
“Yaa Allah, jangan biarkan kami terlambat dalam menyadari bahwa betapa kehadiran seorang ibu di sisi kami itu nilainya luar biasa. Yaa Allah, beri kami kesempatan untuk bisa membahagiakan ibu. Yaa Allah, jadikan sepanjang umur ibu kami dipenuhi barakah-Mu. Yaa Allah, sayangilah ibu kami sebagaimana beliau menyayangi kami sedari kecil hingga kini. Yaa Allah, ampunilah ibu kami. Aamiin.
Oleh: Arif Rahman Hakim
Penulis alumnus Unair dan peminat masalah sosial-keagamaan
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah
Red: Cholis Akbar
Rating: 5
No comments:
Post a Comment