Saturday, March 31, 2012

Etika Membaca Alquran


Sebaiknya orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan sudah berwudhu, suci pakaiannya, badannya dan tempatnya serta telah bergosok gigi.
 
Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal tersebut lebih dapat konsentrasi dan jiwa lebih tenang.
  
Hendaknya memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemu-dian basmalah pada setiap awal surah selain selain surah At-Taubah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Apabila kamu akan mem-baca al-Qur'an, maka memohon perlindungan-lah kamu kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk". (An-Nahl: 98).
 
Hendaknya selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid dan membunyikan huruf sesuai dengan makhrajnya serta membacanya dengan tartil (perlahan-lahan). Allah  berfirman yang Subhanahu wa Ta'ala artinya: "Dan Bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan". (Al-Muzzammil: 4).
 
Disunnatkan memanjangkan bacaan dan memperindah suara di saat membacanya. Anas bin Malik Radhiallaahu anhu pernah ditanya: Bagaimana bacaan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam (terhadap Al-Qur'an? Anas menjawab: "Bacaannya panjang (mad), kemudian Nabi membaca "Bismillahirrahmanirrahim" sambil memanjangkan Bismillahi, dan memanjangkan bacaan ar-rahmani dan memanjangkan bacaan ar-rahim". (HR. Al-Bukhari). Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam juga bersabda: "Hiasilah suara kalian dengan Al-Qur'an". (HR. Abu Daud, dan dishahih-kan oleh Al-Albani).
 
Hendaknya membaca sambil merenungkan dan menghayati makna yang terkandung pada ayat-ayat yang dibaca, berinteraksi dengannya, sambil memohon surga kepada Allah bila terbaca ayat-ayat surga, dan berlindung kepada Allah dari neraka bila terbaca ayat-ayat neraka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran." (Shad: 29). Dan di dalam hadits Hudzaifah ia menuturkan: "......Apabila Nabi terbaca ayat yang mengandung makna bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan apabila terbaca ayat yang mengandung do`a, maka beliau berdo`a, dan apabila terbaca ayat yang bermakna meminta perlindungan (kepada Allah) beliau memohon perlindungan". (HR. Muslim). Allah berfirman yang artinya:
 
Hendaknya mendengarkan bacaan Al-Qur'an dengan baik dan diam, tidak berbicara. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan apabila Al-Qur'an dibacakan, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu men-dapat rahmat". (Al-A`raf: 204).
 
Hendaklah selalu menjaga al-Qur'an dan tekun membacanya dan mempelajarinya (bertadarus) hingga tidak lupa. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Peliharalah Al-Qur'an baik-baik, karena demi Tuhan yang diriku berada di tangan-Nya, ia benar-benar lebih liar (mudah lepas) dari pada unta yang terikat di tali kendalinya". (HR. Al-Bukhari).
 
Hendaknya tidak menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Tidak akan menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan". (Al-Waqi`ah: 79).
 
Boleh bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur'an dengan tidak menyentuh mushafnya menurut salah satu pendapat ulama yang lebih kuat, karena tidak ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang hal tersebut.
 
Disunnatkan menyaringkan bacaan Al-Qur'an selagi tidak ada unsur yang negatif, seperti riya atau yang serupa dengannya, atau dapat mengganggu orang yang sedang shalat, atau orang lain yang juga membaca Al-Qur'an. 
Termasuk sunnah adalah berhenti membaca bila sudah ngantuk, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "?pabila salah seorang kamu bangun di malam hari, lalu lisannya merasa sulit untuk membaca Al-Qur'an hingga tidak menyadari apa yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring (tidur)". (HR. Muslim).

Friday, March 30, 2012

Etika Berbeda Pendapat


Assalamu’alaikum, semoga pembaca setia blog ini dalam keadaan sehat dan dalam limpahan rahmatNya. Pada kesempatan kali ini saya mencoba mengangkat tema tentang perbedaan pendapat. Saya rasa ini sangat penting karena tak jarang perbedaan pendapat membuat tali silahturrahmi sebagiagn orang terputus. Suatu hal yang wajar, setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda satu sama lain. Dan saya yakin para pembaca sekalian pernah dihadapkan pada situasi perbedaan-perbedaan pendapat, baik itu sesama teman, relasi, masyarakat, jama’ah, murid, guru, suami, istri, dll.
Bagaimanakah sikap kita dalam menghadapinya? Apakah tindakan pembaca sekalian telah sesuai dengan apa yang Allah tetapkan? Ataukah bagaimana? Tentu saja kita tidak boleh berbuat sekehendak hati atau menuruti hawa nafsu masing-masing. Islam memang agama yang sempurna, meliputi segala aspek kehidupan, begitu juga dalam hal berbeda pendapat.  Islam telah memberikan penjelasan tentang etika berbeda pendapat, seperti berikut:
Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat. Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
  Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'andan Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya:
"Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan Rasul". (An-Nisa: 59).
  Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
  Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
  Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang.
  Berlapang dada di dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatan-catatang yang dialamatkan kepada anda.
  Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
  Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah-membantah dan kasar menghadapi lawan.
  [Taken From Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu Al-Ilmi-Dar Al-Wathan]

Thursday, March 29, 2012

Etika dalam Masjid


Seorang muslim yang baik hendaknya datang ke masjid minimal lima kali sehari. Tentu saja tujuan kita untuk beribadah (Shalat jama’ah). Namun ternyata ada adab-adab yang sebaiknya kita ketahui ketika hendak ke masjid, di dalam masjid, maupun hendak keluar masjid. Untuk lebih rincinya mari kita baca artikel berikut:

Berdo`a di saat pergi ke masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu beliau menyebutkan: Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila ia keluar (rumah) pergi shalat (di masjid) berdo`a :

"Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hatiku, dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku dan cahaya pada penglihatanku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku, dan cahaya dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Allah, anugerahilah aku cahaya". (Muttafaq'alaih).
 
Berjalan menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan khidmat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: "Apabila shalat telah diiqamatkan, maka janganlah kamu datang menujunya dengan berlari, tetapi datanglah kepadanya dengan berjalan dan memperhatikan ketenangan. Maka apa (bagian shalat) yang kamu dapati ikutilah dan yang tertinggal sempurnakanlah. (Muttafaq'alaih).
 
Berdo`a disaat masuk dan keluar masjid. Disunatkan bagi orang yang masuk masjid mendahulukan kaki kanan, kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam lalu mengucapkan:

"(Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu)"

Dan bila keluar mendahulukan kaki kiri, lalu bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam kemudian membaca do`a:

"(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon bagian dari karunia-Mu)". (HR. Muslim).
 
Disunnatkan melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila telah masuk masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu masuk masjid hendaklah shalat dua raka`at sebelum duduk". (Muttafaq alaih).
 
Dilarang berjual-beli dan mengumumkan barang hilang di dalam masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu melihat orang yang menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka doakanlah "Semoga Allah tidak memberi keuntungan bagimu". Dan apabila kamu melihat orang yang mengumumkan barang hilang, maka do`akanlah "Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang". (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
 
Dilarang masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih, bawang merah atau orang yang badannya berbau tidak sedap. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang merah atau bawang daun, maka jangan sekali-kali mendekat ke masjid kami ini, karena malaikat merasa terganggu dari apa yang dengan-nya manusia terganggu". (HR. Muslim). Dan termasuk juga rokok dan bau lain yang tidak sedap yang keluar dari badan atau pakaian.
 
Dilarang keluar dari masjid sesudah adzan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila tukang adzan telah adzan, maka jangan ada seorangpun yang keluar sebelum shalat". (HR. Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
 
Tidak lewat di depan orang yang sedang shalat, dan disunnatkan bagi orang yang sholat menaroh batas di depannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Kalau sekiranya orang yang lewat di depan orang yang sedang sholat itu mengetahui dosa perbuatannya, niscaya ia berdiri dari jarak empat puluh itu lebih baik baginya daripada lewat di depannya". (Muttafaq alaih).
 
Tidak menjadikan masjid sebagai jalan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kamu menjadikan masjid sebagai jalan, kecuali (sebagai tempat) untuk berzikir dan shalat". (HR. Ath-Thabrani, dinilai hasan oleh Al-Albani).
 
Tidak menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak mengganggu orang-orang yang sedang shalat. Termasuk perbuatan mengganggu orang shalat adalah membiarkan Handphone anda dalam keadaan aktif di saat shalat.
 
Hendaknya wanita tidak memakai farfum atau berhias bila akan pergi ke masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu (kaum wanita) ingin shalat di masjid, maka janganlah menyentuh farfum". (HR. Muslim).
 
Orang yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk masjid. Allah berfirman: "(Dan jangan pula menghampiri masjid), sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi". (an-Nisa: 43).

`Aisyah Radhiallaahu anha meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda kepadanya: "Ambilkan buat saya kain alas dari masjid". Aisyah menjawab: Sesungguhnya aku haid? Nabi bersabda: "Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu". (HR. Muslim).

[Taken From Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu Al-Ilmi-Dar Al-Wathan]

Cara Memberi Kepercayaan Pada Anak Kita

Berikan Kepercayaan Pada Anak Kita!." Ada sebuah perusahaan yang berhasil dibangun dengan kekuatan kepercayaan. Yaitu perusahaan sepeda dengan nama Zane's Cycles. Sebuah perusahaan penjual berbagai jenis sepeda ontel di Amerika. Perusahaan yang didirikan oleh Christopher J. Zane tahun 1980 ini dimulai dari toko sederhana. Toko sepeda pertama kali didirikannya di kota Branford, negara bagian Connecticut. Toko ini cepat berkembang dan mempunyai cabang yang cepat menyebar.

Berkembang menjadi sebuah perusahaan besar yang sekarang bergerak tidak hanya masalah sepeda ontel saja. Zane mempu mengembangkan bisnisnya dalam berbagai sektor. Dan perusahaan ini akhirnya sukses dengan memperoleh keuntungan sekitar 13 juta dollar US setahun hanya untuk satu lokasi cabangnya saja.

Apa kunci kesuksesannya?

Salah satu keberhasilan perusahaan ini adalah mampu membangun kepercayaan dengan konsumennya. Zane tahu persis bahwa kepercayaan adalah kunci utama bagi toko sepeda kecil seperti miliknya.  Tanpa kepercayaan sulit baginya untuk menyaingi ritailer besar sekelas Walmart dan sejenisnya.

Akan tetapi dengan membangun kepercayaan, sudah pasti ada sisi yang harus ia korbankan. Zane tahu betul, bahwa dalam diri konsumen ada prinsip "No Body Perfect".

Bagaimana Chris Zane yang berusia 33 tahun mempertahankan penjualan terus tumbuh 25 persen per tahun dalam bisnis yang sangat kompetitif? Sangat sederhana sekali.  Yaitu dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi konsumen yang ingin mencoba sepedanya dan garansi seumur hidup.

“Strategi yang membuat saya sangat dikenal adalah garansi servis seumur hidup. Setelah seorang konsumen membeli dari saya, jika sepeda tidak bisa berjalan atau memerlukan perawatan, kami akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk membuat konsumen kembali bisa menggunakan sepeda. Gratis,” ujar Zhris Zane.

Hebatnya lagi, tanpa harus ditanya macam-macam, alias "no question asked", silakan mencoba berbagai jenis sepeda yang disukainya. Para pembelinya boleh memilih sepeda yang diinginkannya, dan mencoba semaunya tanpa perlu syarat tertentu.

Dan luar biasanya lagi, tidak hanya sepeda-sepeda yang berharga murah yang bisa dicoba, bahkan sepeda dengan harga 6000 US dollar (atau sekitar 50 juta) pun boleh dicobanya sebelum dibelinya. Dicoba berarti harus dinaiki, dan dibawa ke suatu tempat yang mungkin akan menjauh dari tokonya.

Apakah tidak takut sepedanya dicuri konsumennya? sudah pasti khawatir dan takut. Akan tetapi ternyata sikap kepercayaan kepada konsumen  yang lebih besar inilah yang membuahkan keberanian melakukan “garansi seumur hidup” pada pelanggannya.

Hasil yang luar biasa. Faktanya menunjukkan, dari 4000 sepeda yang ia jual setiap tahun, hanya 5 sepeda dicuri oleh konsumennya.

Hilangnya 5 sepeda adalah tidak ada artinya bagi sebuah keuntungan yang luar biasa yang telah ia dapatkan. Dan 5 sepeda tidak ada pengaruhnya dengan kepercayaan kepada konsumen yang telah ia bangunnya. 5 sepeda tidak menjadikan usahanya bangkrut, justru dari hilangnya 5 sepeda ini ia mampu menorehkan tinta sejarah sebagai salah satu perusahaan yang berhasil membangun kepercayaan dengan konsumennya.

Inilah buah dari berpositif thinking. Kalau seandainya kekhawatiran hilangnya sepeda dirasakan Zane lebih besar daripada kesempatan yang ada di depan matanya, maka kesempatan kesuksesan itu tidak akan pernah ia dapatkan selamanya. Boleh jadi Zane masih sebuah toko sepeda kecil di kota Branford.

Al Amin

Suatu ketika seorang gadis kecil bersama dengan ayahnya melintasi jembatan tua yang tidak terawat baik. Jembatan itu penuh dengan lubang menganga, dan talinya pun terlihat ada yang putus. Pertanda kalau kurang diperhatikan oleh yang empunya. Tampak suasana takut dan cemas di raut muka sang ayah dan gadis kecil ketika hendak menyeberanginya. Sambil berbicara pelan kepada putri yang ia cintainya. "Sayang, tolong pegang tangan ayah kuat-kuat agar kamu tidak jatuh ke dalam sungai."

Mendengar permintaan ayahnya si gadis kecil berkata sedikit keras, "Tidak ayah! Ayah yang harus pegang tanganku."

"Apa bedanya?" tanya laki-laki itu sedikit bingung.

"Ada perbedaan besar, yah," balas si gadis kecil.

"Jika aku memegang tangan ayah dan sesuatu terjadi padaku, kemungkinan aku biarkan tangan ayah lepas dariku. Tetapi jika ayah memegang tanganku, aku yakin  apapun yang terjadi, ayah tidak akan pernah membiarkan tanganku terlepas," jelasnya.

Gadis kecil ini menyandarkan keselamatan jiwanya kepada ayahnya. Ia yakin dan percaya betul bahwa ayahnya akan menyelamatkannya walau rintangan berat menghadangnya.

Pembaca, pernahkan anda membayangkan begitu besar kepercayaan anak-anak kita kepada kehadiran sang ayah?

Pada awalnya mereka mengharapkan untuk tidak pernah lepas dari genggaman sang ayah dalam segala hal. Termasuk dalam pendidikan moral dan agamanya. Mereka begitu menyenangi kehadiran sang ayah. Kehadirannya memunculkan harapan, dan kepergiannya memunculkan kekhawatiran. Mereka dulu terlihat begitu senang dengan sapa dan teguran yang ayah berikan. Bahkan mereka mencarinya ketika sang ayah tidak berada di sampingnya.

Hanya karena kesalahan yang diciptakan sang ayah-lah yang menjadikan mereka terkadang lepas dari genggamannya. Mereka lupa dengan prinsip yang ayah miliki, karena sang ayah tidak pernah mengajarkannya kembali. Mereka lupa dengan amal-amal sholeh yang harus dilakukannya, karena ayahnya tidak memegang kuat-kuat jalan yang harus ditempuhnya. Mereka tidak percaya kepada ayahnya lagi karena ia tidak memupuk dan menjaga kepercayaan yang diberikannya oleh anak-anaknya.

Dan akhirnya kepercayaan sang anak kepada ayahnya pun sirna. Apa yang keluar dari ucapannya tidak digubris oleh anak-anaknya kembali. Bahkan ketika ajal menjemputnya, jasad sang ayah yang sudah terbujur kaku pun menjadi sesuatu yang mengerikan bagi anak-anaknya.

Sebuah pepatah mengatakan, “Trust is like a mirror, once its BROKEN you can never look at it the same again.” (Kepercayaan seperti sehelai cermin, satu kalinya RUSAK anda tidak pernah dapat memandangnya yang sama lagi).

Pernah suatu ketika terjadi hal yang memprihatinkan di keluarga Muslim di Amerika. Mereka datang ke Amerika dengan harapan besar. Suami dan istri ini menjadi Muslim sejak lahir. Kehidupan dan pendidikan bagi anak-anaknya yang lebih baik. Kehidupan yang lebih manusiawi. Mereka mempunyai dua orang anak. Beberapa tahun kemudian, ketika anak-anaknya beranjak dewasa, ayahnya meninggal dunia karena sakit keras yang sudah lama dideritanya.

Ketika giliran memandikan jenazahnya, tidak ada satu pun anak-anaknya yang berani melakukannya. Dan ketika giliran menshalatkannya pun, mereka tidak paham bagaimana harus memulainya. Parahnya lagi, mereka pun sudah lupa bagaimana cara mengambil air wudhu.

“How should I do it?”, ujarnya dengan wajah bingung. Urutan dan aturan wudhunya tidak dapat ia lakukan dengan baik.

Peristiwa ini adalah salah satu bukti apa yang disebutkan di dalam hadist Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah (Muslim muwahhid), namun kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani atau Majusi. Sebagaimana seekor hewan melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, adakah kamu dapati cacat padanya."(Muttafaq 'alaih)

Kembali ke tema kata “kepercayaan”, tidak ada keberhasilan tanpa kepercayaan. Itulah prinsip hidup dari sebuah kesuksesan. Banyak sekali cerita kesuksesan orang-orang besar karena adanya kepercayaan. Bahkan salah satu kunci kesuksesan dakwah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah karena sebutan Al-Amin (orang yang dapat dipercaya) sejak sebelum kenabian dari semua orang. Dengan kepercayaan

inilah, dahulu Rasulullah hallallahu 'Alaihi wa Sallam menyulam kesuksesan, dan merajut keberhasilan.
Kepercayaan adalah salah satu bentuk nyata dari keberhasilan sebuah positif thingking seseorang. Positif thinking adalah sebuah upaya untuk melihat sesuatu dari sisi positifnya. Segala sesuatu pasti tidak sempurna, kecuali Allah Subhanhu Wa Ta'ala.

Oleh karena itu kalau kita terus mencari ketidak sempurnaan akan sesuatu, maka pasti akan kita dapatkan.  Akan tetapi mencari ketidak sempurnaan adalah salah satu jalan kita mendapatkan kerugian dan kegagalan. Dan perilaku ini menjadi salah satu penyebab hilangnya sebuah kesempatan besar.

Begitu pula dengan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang ayah dari anak-anaknya. Ketika mereka masih kecil, mereka percaya bahwa kekuatan otot ayahnya akan mampu menopang beban berat yang dimilikinya. Mereka percaya bahwa ayahnya adalah sosok yang mampu membimbing jalan hidupnya ke arah yang benar dan tepat. Sehingga ketika anak-anak diajak ke suatu arah kebaikan, mereka tetap percaya kepadanya. Tidak bisa dipungkiri kepercayaan selalu membutuhkan patner. Dan patner sang ayah adalah anak-anaknya.

Membangun kepercayaan perlu tumpukan kebaikan. Bahkan terkadang harus merasakan penderitaan  dan ketidak berdayaan. Dan tidak jarang harus berhadapan dengan ide-ide orang lain yang menentangnya. Berhadapan dengan tarikan-tarikan yang lebih menarik bagi anak-anak dari pada keinginan baik ayahnya. Membangun kepercayaan berarti bersiap untuk berkorban. Berat memang, tapi kita perlu kepercayaan untuk menegakkan kehidupan. Ada pepatah yang dapat mengingatkan kita akan sifat kepercayaan ini, “Trust is the hardest thing to find and the easiest to lose.” (kepercayaan adalah hal yang paling sukar didapat namun paling mudah hilang).

Ketika kepercayaan anak-anak ada di pundak sang ayah, maka tidak mustahil ia akan mudah menasehatinya seperti ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menasehati Ibnu Abbas RA ketika kecil. Pintu nasehat yang dimiliki oleh anak-anaknya akan terbuka lebar bagi apapun yang datang dari ayahnya.

Dari sahabat Ibnu Abbas ia berkata: Suatu hari aku membonceng Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda kepadaku: ”Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (syariat) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (syariat) Allah, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan/perlindungan) Allah senantiasa di hadapanmu. Bila engkau meminta (sesuatu) maka mintalah kepada Allah, bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Allah tuliskan atasmu. Al Qalam (pencatat takdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering.” (Riwayat Ahmad, dan At Tirmizy)

Nah, jika kita ingin sukses sebagai ayah, mulailah dengan memperhatikan dan membangun satu kata, yaitu "kepercayaan" pada mereka. Silakan mencobanya.

Yusuf Muhammad Efendy, tinggal di San Francisco, Amerika
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah
Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar


Rating: 5

Wednesday, March 28, 2012

Etika dalam Majelis


Berikut adab di dalam Majelis: Hendaknya memberi salam kepada orang-orang yang di dalam majelis di saat masuk dan keluar dari majlis tersebut. Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu telah meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis, maka hendaklah memberi salam, lalu jika dilihat layak baginya duduk maka duduklah ia. Kemudian jika bangkit (akan keluar) dari majlis hendaklah memberi salam pula. Bukanlah yang pertama lebih berhak daripada yang selanjutnya. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al-Albani).
 
Hendaknya duduk di tempat yang masih tersisa. Jabir bin Samurah telah menuturkan: Adalah kami, apabila kami datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka masing-masing kami duduk di tempat yang masih tersedia di majlis. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
 
Jangan sampai memindahkan orang lain dari tempat duduknya kemudian mendudukinya, akan tetapi berlapang-lapanglah di dalam majlis. Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma telah meriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Seseorang tidak boleh memindahkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia menggantikannya, akan tetapi berlapanglah dan perluaslah." (Muttafaq'alaih).
 
Tidak duduk di tengah-tengah halaqah (lingkaran majlis).
 
Tidak duduk di antara dua orang yang sedang duduk kecuali seizin mereka. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seseorang memisah di antara dua orang  kecuali seizin keduanya". (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
 
Tidak boleh menempati tempat duduk orang lain yang keluar sementara waktu untuk suatu keperluan. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu bangkit (keluar) dari tempat duduknya, kemudian kembali, maka ia lebih berhak menempatinya". (HR.Muslim)
 
Tidak berbisik berduaan dengan meninggalkan orang ketiga. Ibnu Mas`ud Radhiallaahu 'anhu menuturkan : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu tiga orang, maka dua orang tidak boleh berbisik-bisik tanpa melibatkan yang ketiga sehingga kalian bercampur baur dengan orang banyak, karena hal tersebut dapat membuatnya sedih". (Muttafaq'alaih).
 
Para anggota majlis hendaknya tidak banyak tertawa. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:"Janganlah kamu memperbanyak tawa, karena banyak tawa itu mematikan hati". (HR. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
 
Hendaknya setiap anggota majlis menjaga pembicaraan yang terjadi di dalam forum (majlis). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila seseorang membicarakan suatu pembicaraan kemudian ia menoleh, maka itu adalah amanat". (HR. At-Tirmidzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
 
Anggota majlis hendaknya tidak melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan perasaan orang lain, seperti menguap atau membuang ingus atau bersendawa di dalam majlis.
 
Tidak melakukan perbuatan memata-matai. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kamu mencari-cari atau memata-matai orang". (Muttafaq'alaih).
 
Disunnatkan menutup majlis dengan do`a  Kaffarat majlis, karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Barang siapa yang duduk di dalam suatu majlis dan di majlis itu terjadi banyak gaduh, kemudian sebelum bubar dari majlis itu ia membaca :
"Maha Suci Engkau ya Allah, dengan segala puji bagi-Mu; aku bersaksi bahwasanya tiada yang berhak disembah selain engkau; aku memohon ampunanmu dan aku bertobat kepada-Mu", melainkan Allah mengampuni apa yang terjadi di majlis itu baginya". (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al- Albani).

Tuesday, March 27, 2012

Hukum Syirik

Tahukah anda apa itu sihir dan bagaimana pandangan islam tentang sihir? Mari kita baca artikel berikut ini:
          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]ولقد علموا لمن اشتراه ما له في الآخرة من خلاق[
“Demi Allah, sesungguhnya orang-orang Yahudi itu telah meyakini bahwa barang siapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu, maka tidak akan mendapatkan bagian (keuntungan) di akhirat” (QS. Al Baqarah, 102).
]يؤمنون بالجبت والطاغوت[
“Dan mereka beriman kepada Jibt dan Thoghut” (QS. An nisa’, 51).
           Menurut penafsiran Umar bin Khothob Radhiallahu’anhu : Jibt adalah sihir, sedangkan Thoghut adalah syetan.
          Sedangkan Jabir Radhiallahu’anhu berkata : Thoghut adalah para tukang ramal yang didatangi syetan, yang ada pada setiap kabilah.
           Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"اجتنبوا السبع الموبقات، قالوا : يا رسول الله وما هن، قال : الشرك بالله، والسحر، وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق، وأكل الربا، وأكل مال اليتيم، والتولي يوم الزحف، وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات".
          “Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran !, para sahabat bertanya : “Apakah ketujuh perkara itu ya Rasulullah ?”, beliau menjawab :” yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan oleh agama, makan riba, makan harta anak yatim, membelot dari peperangan, menuduh zina terhadap wanita yang terjaga dirinya dari perbuatan dosa dan tidak memikirkan untuk melakukan dosa, dan beriman kepada Allah” (HR. Bukhori dan Muslim).
           Diriwayatkan dari Jundub bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda dalam hadits marfu’ :
"حد الساحر ضربة بالسيف " رواه الترمذي،  وقال : الصحيح أنه موقوف.
          “Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal lehernya dengan pedang” (HR. Imam Turmudzi, dan ia berkata : pendapat yang benar ini perkataan sahabat).
          Dalam shoheh Bukhori, dari Bajalah bin Abdah, ia berkata : “Umar bin Khothob telah mewajibkan untuk membunuh setiap tukang sihir, baik laki-laki maupun perempuan, maka kami telah membunuh tiga tukang sihir.”
          Dan dalam shoheh Bukhori juga, Hafsah, ra. telah memerintahkan untuk membunuh budak perempuannya yang telah menyihirnya, maka dibunuhlah ia, dan begitu juga riwayat yang shoheh dari Jundub.
          Imam Ahmad berkata : “Diriwayatkan dalam hadits shoheh, bahwa hukuman mati terhadap tukang sihir ini telah dilakukan oleh tiga orang sahabat Nabi (Umar, Hafsah dan Jundub).

         Kandungan bab ini :
1.      Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Al Baqarah ([1]).
2.      Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat An Nisa’([2]).
3.      Penjelasan tentang makna Jibt dan Thoghut, serta perbedaan antara keduanya.
4.      Thoghut itu kadang-kadang dari jenis Jin, dan kadang-kadang dari jenis manusia.
5.      Mengetahui tujuh perkara yang bisa menyebabkan kehancuran, yang dilarang secara khusus oleh Nabi.
6.      Tukang sihir itu kafir.
7.      Tukang sihir itu dihukum mati tanpa diminta taubat lebih dahulu.
8.      Jika praktek sihir itu telah ada dikalangan kaum muslimin pada masa Umar, bisa dibayangkan bagaimana pada masa sesudahnya ?.


([1])   Ayat pertama menunjukkan bahwa sihir haram hukumnya, dan pelakunya kafir, disamping mengandung ancaman berat bagi orang yang berpaling dari kitab Allah, dan mengamalkan amalan yang tidak bersumber darinya.
([2])  Ayat kedua menunjukkan bahwa ada diantara umat ini yang beriman kepada sihir (Jibt), sebagaimana ahli kitab beriman kepadanya, karena Rasulullah telah menegaskan bahwa akan ada diantara umat ini yang mengikuti (dan meniru) umat-umat sebelumnya.

Apakah Yang Bisa Antarkan Kita ke Surga!

Mereka, Yang Bisa Mengantarkan Kita ke Syurga!.." Sebuah berita kecil membuat para orangtua Indonesia kaget bukan kepalang. Seorang siswi kelas 1 SMK di Surabaya, diringkus anggota Satreskrim Polrestabes Surabaya lantaran diduga telah menjual temannya untuk dijadikan pekerja seks (WTS). Bayangkan, remaja berusia 15 tahun itu telah berani menjadi mucikari  dengan memberikan iming-iming bayaran tinggi jika temannya mau menjadi anak buahnya di bisnis prostitusi.

Sebelumnya, berita cukup menyedihkan datang dari Komnas Perlindungan Anak dan BKKBN ( Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional )  yang melakukan penelitian tentang Perilaku Seksual Remaja SMP dan SMU tahun 2009. Hasilnya tak  kalah menyedihkan. “Tingkat keperawanan remaja Indonesia masih mengkhawatirkan”.

Survey BKKBN tahun 2010 yang menunjukkan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan hubungan seks diluar nikah. Kondisi ini tak hanya terjadi di Jabodetabek, tren mengerikan juga terjadi di berbagai kota. Surabaya (54 %), Bandung (47 %), dan Medan (52 %).

Apa yang sesungguhnya terjadi?

Banyak yang menilai, arus globalisasi yang udah tak terbendung tanpa dibarengi dengan pemahaman agama dan perhatian orangtu lah penyebabnya.

Pendidikan yang utama

Di jaman penuh fitnah ini, sering kita dapati orangtu yang tak bisa membedakan mana pendidikan utama dan mana pendidikan yang sampingan. Umumnya orangtua terkecekoh dengan angka-angka, nilai akademik dan janji-janji artificial. Banyak orangtua mengantarkan anaknya les Inggris, matematika dengan harapan IQ nya cemerlang dan indeks prestasinya terdongkrak. Beberapa orangtua lain; mengikutkan anak-anak mereka ikut les balet, piano, dll sementara di sisi lain mereka lupa pendidikan tauhid. Bagaimana anak-anaknya mengenal sang Pencipta, Allah Subhanhu Wa Ta'ala. Bagaimana agar anaknya kelak memiliki rasa malu, menjaga aurat, membatasi lawan jenis dll. Yang terjadi justru kebanyakan orantua bangga anak-anak putri mereka dijemput pacarnya. Seolah jika anak mereka tak punya pacar, mereka khawatir anak perempuannya tidak laku.

Apakah semua kursus-kursus itu dilarang? Tentusaja tidak. Harusnya mana yang lebih diutamakan, tauhid  mereka atau sekedar keahlian mereka yang bisa diajarkan beberapa minggu saja.

Padahal, jauh-jauh hari, Allah memperingatkan para orangtua agar menjaga anak-anak mereka. Sebab dari merekalah kita bisa akan ikut terseret ke neraka janannam.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS.At-Tahrim:6)

Imam Al Ghazali mengatakan, pendidikan utama bagi anak-anak adalah pendidikan agama. Karena di situlah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca al-Qur’an.

“Hendaklah anak kecil diajari al-Qur’an hadits dan sejarah orang-orang shalih kemudian hukum Islam,” ujar Al-Ghazali. Baru setelah itu diajarkan pada mereka pengetahuan umum.

Yang terjadi banyak orantua lebih sedih anaknya tak bisa matematik, Inggris atau IPA namun mereka tenang-tenang saja ketika anaknya tak mengerti adab, hukum Islam. Bahkan banyak orangtua tidak sedih ketika anak-anak perempuan mereka pergi bahkan sampai pulang malam dengan teman-teman prianya. Padahal dari situlah kehancuran masa depan anak-anak perempuan mereka bermula.

Rahasia Anak Perempuan

Begitu pentingnya Islam memperhatikan anak-anak perempuan, jauh-jauh hari, Rasulullah dan Al-Quran memperingatkan pada para orangtua.

Padahal, dahulu di zaman jahiliyah, masyarakat lebih mencintai anak laki-laki dan mendahulukannya daripada anak perempuan. Bahkan di antara mereka ada yang membenci dan menjauhi istrinya karena melahirkan anak perempuan, bukan anak laki-laki. Namun ketika datangnya Islam dengan sinarnya yang cemerlang bagai matahari yang menyinari seluruh peloksok negeri dan semua penghuninya. Islam menyeru dengan lantang dengan keutamaan mendidik anak perempuan. Islam menawarkan banyak kebaikan dan pahala yang besar atas mendidik anak perempuan bagi orang tua yang melaksanakan tugas mulia ini.

Sebenarnya, mendidik anak perempuan itu akan menjadi penghalang dari api neraka. Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ia berkata: "Ada seorang wanita masuk besama dua anak perempuannya seraya meminta diberi sesuatu. Akan tetapi aku tidak mendapatkan sesuatu untuk diberikan kecuali sebutir buah kurma. Aku berikan sebutir buah kurma tersebut kepadanya. Kemudian si ibu itu membaginya kepada kedua anaknya. Sementara ia sendiri tidak makan. Kemudian mereka keluar dan pergi. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. datang dan masuk kepada kami, aku beritahukan kisah ini kepadanya. Kemudian beliau berkata:

"مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَناَتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إلَيْهِن كُنَّ لَهُ سِتْراً مِنَ النّاَرِ"

“Barangsiapa yang diuji dengan mendapatkan anak peremuaan kemudian ia berbuat baik kepada mereka (dengan mendidiknya) maka anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari sentuhan api neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mendidik anak perempuan juga dapat mengantarkan masuk ke surga. Diriwayatkan oleh Aisyah ra. ia berkata: “Aku kedatangan seorang ibu miskin yang membawa kedua anak perempuannya. Aku berikan kepadanya tiga butir buah kurma.

Kemudian ia memberikan masing-masing dari kedua anaknya satu butir kurma dan yang satu butir lagi ia ambil untuk dimakan sendiri. Akan tetapi, ketika ia akan memakannya, kedua anaknya itu memintanya. Akhirnya satu butir kurma itu dibelah dua dan diberikan kepada mereka berdua. Kejadian itu mengagumkanku. Maka, aku ceritakan hal itu kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dengan demikian beliau bersabda:

"إِنَّ اللهَ قَدْ أوْجَبَ لَهاَ بِهاَ الْجَنَّةِ، أَوْ أَعْتَقَهاَ بِهاَ مِنَ الناَّرِ"

“Allah Subhanhu Wa Ta'ala. mengharuskan ibu itu masuk surga atau membebaskannya dari neraka disebabkan kasih sayangnya terhadap anak perempuannya.” (HR. Muslim)

Selain itu, mendidik anak perempuan dapat mengangkat derajat. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. telah bersabda:

"مَنْ عاَلَ جاَرِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغاَ جاَءَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أناَ وَهَوَ"

“Barangsiapa mengurus dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa maka ia datang di hari kiamat bersamaku.” Beliau merapatkan jari-jemarinya. (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. menerangkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin masuk surga, yaitu dengan berbuat ihsan terhadap anak perempuan dengan rincian sebagai berikut:

Pertama, Merawatnya hidup dan tidak menguburkannya hidup-hidup seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Kedua, Memuliakan, memelihara dengan baik dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, kebanggaan dan penghormatan tanpa merendahkan ataupun menghinakan
Ketiga, Tidak mengutamakan anak laki-laki ketimbang anak perempuan dalam memperlakukan mereka

Barangsiapa yang dapat merealisasikan tiga syarat di atas maka ia sangat patut untuk mendapatkan pahala tersebut di atas yaitu masuk surga.

Mendidik anak perempuan dan mentarbiyahnya akan menjadi tabir dan penghalang dari api neraka. Diriwayatkan dari Uqbah bin Nafie ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. bersabda,

"مَنْ كاَنَ لَهُ ثَلاَثُ بَناَتٍ فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ وَأَطْعَمَهُنَّ وَسَقاَهُنَّ وَكَساَهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجاَباً مِنَ النّاَرِ يَوْمَ الْقِياَمَةِ"

“Barangsiapa memiliki tiga anak perempuan kemudian ia sabar atas (merawat dan mendidik) mereka serta ia memberi makan dan minum mereka dari apa-apa yang ia dapatkan maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka di hari kiamat.”  (HR. Ahmad)

"مَنْ عاَلَ ابْنَتَيْنِ أوْ ثَلاَثَ بَناَتٍ أوْ أُخْتَيَنِ أوْ ثَلاَثَ أخَواَتٍ حَتَّى يَمُتْنَ أوْ يَمُوْتُ عَنْهُنَّ كُنْتُ أناَ وَهُوَ كَهاَتَيْنِ"

“Barangsiapa yang menanggung dua atau tiga anak perempuan; dua atau tiga saudara perempuan hingga mereka meninggal dunia atau ia lebih dahulu meninggal dunia maka aku dan dia seperti dua ini.” (Shahih al Jami')

Semoga kita bisa menjadi orangtua yang bisa menjaga anak-anak perempuan kita menjadi benar. Sebab, sesungguhnya merekalah yang bisa mengantarkan kita ke surga.*

Bunda Mulia. Penulis ibu rumahtangga tinggal di Surabaya
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah
Red: Cholis Akbar


Rating: 5

Berikan Ilmu Bermanfaat Pada Anak Kita

Jangan Durhakai Anakmu!." Pernah suatu ketika ada seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab ra mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka, Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.

“Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orangtua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah? Bentak Umar.

“Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya?” Tanya si anak.

“Benar,” jawab Umar.

“Lantas, apa hak anak terhadap ayahnya tadi?” lanjut si Anak.

“Ada tiga,” jawab Umar. “Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik untuk putreanya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaklah ia mengajarinya al-Quran.”

Maka, si Anak mengatakan, “Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku; ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga dua dirham, lalu malamnya ia gauli sehingga ia hamil mengandungku. Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju’al,  dan ia tidak pernah mengajariku menghafal al-Quran walau seayat.”

Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan. Bisa juga diartikan seorang yang berkulit hitam dan berparas jelek atau orang yang emosional. (Lihat Al-Qamus Al-Muhith, hal. 977).

“Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang,” bentak Umar kepada si Ayah. (Disadur dari kuthbah Syaikh Dr. Muhammad Al-Arifi, Mas’uliyatur Rajul fil Usrah. Lihat Ibunda Para Ulama, Sufyan bin Fuad Baswedan, hal. 11-12.)

Pembaca budiman, satu hal yang perlu kita renungkan dari kisah di atas adalah; cobalah untuk menengok diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Bisa jadi, ada sesuatu yang salah pada diri kita.

Piilihkan Calon Ibu yang Shalihah

Hendaklah setiap muslim memilihkan bagi anak-anaknya seorang ibu muslimah yang mengenal hak Rabbnya, hak suami dan hak anak. Hendaklah ia memilihkan ibu yang mengenal tugas hidupnya. Seorang ibu yang mengenal posisinya di dalam hidup ini. Seorang ibu yang memiliki rasa kecemburuan terhadap agama dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Hal ini karena seorang ibu adalah madrasah yang akan meluluskan anak-anak Anda. Apabila ibu tersebut baik, maka ia akan menyusukan kebaikan dan ketakwaan. Namun bila ibu tersebut buruk, maka ia akan memberikan keburukan juga. Sebagai contoh nyata, Zubair bin ‘Awam. Ia merupakan hasil dari didikan ibundanya, Shafiyah binti Abdul Muththalib, sehingga ia pun tumbuh di atas tabiat dan budi pekertinya. Di kemudian hari, ia pun memilihkan calon ibu bagi anak-anaknya seorang wanita mulia, Asma binti Abu Bakar. Sehingga, ia pun melahirkan generasi orang-orang yang memiliki keagungan, Abdullah, Al-Mundzir dan ‘Urwah.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dididik oleh dua wanita mulia; di waktu kecil ia bersama ibunya, Fathimah binti Asad dan ketika menginjak remaja ia bersama Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Abdullah bin Ja’far adalah penghulunya bangsa Arab yang paling dermawan sekaligus pemuda Arab yang cerdas. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Maka ibunya, Asma binti ‘Umais berusaha untuk membesarkannya. Ia adalah sosok ibu yang memiliki keutamaan dan kecerdasan yang luar biasa.

Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah adalah orang yang pandai dan cemerlang. Ia telah mewarisi dari ibunya, Hindun binti ‘Utbah sesuatu yang tidak ia warisi dari ayahnya, Abu Sufyan. Hindun berkata ketika anaknya, Mu’awiyah berada di dalam dekapannya, “Apabila Mu’awiyah hidup dalam umur panjang, maka ia akan memimpin kaumnya.” Ia juga bertutur, “Celakalah kaumnya apabila tidak dipimpin seseorang dari kaumnya.” Kelak, bila Mu’awiyah -radhiyallahu 'anhu- memiliki kebanggaan dengan kemampuan dan keahliannya dalam berpendapat, maka ia selalu menisbatkannya kepada ibunya sehingga akan mengetarkan pendengaran musuh-musuhnya, seraya berkata, “Saya adalah anak dari Hindun.”

Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz termasuk raja yang paling menakjubkan, adil dan mulia. Ibunya, Ummu ‘Ashim binti ‘Ashim bin Umar bin Khaththab. Ia adalah orang yang paling sempurna di zamannya dan yang paling mulia. Ibunya adalah seorang wanita yang dinikahkah oleh Umar dengan anaknya, ‘Ashim. Tidak ada yang dibanggakan darinya baik dari segi harta maupun nasab kecuali perkataannya yang jujur ketika menesehati ibunya. Dialah yang menurunkan akhlak kakeknya Al-Faruq kepada Umar bin Abdul Aziz.

Pilihkan Nama yang Terbaik

Hendaklah seorang muslim memilih nama-nama yang terbaik dan terindah sebagai bentuk pelaksanaan atas apa yang telah ditunjukkan dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dari Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّكُم تُدْعَونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُم وَأَسْمَاءِ آبَائِكُم فأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُم

“Sesungguhnya kalian akan dipanggil di hari Kiamat dengan nama-nama anak kalian dan dengan nama ayah-ayah kalian. Maka perbaguslah nama kalian.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad hasan)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللّهِ عَبْدُ اللّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَـنِ

“Sesungguhnya nama-nama kalian yang paling disukai oleh Allah Subhanhu Wa Ta'ala adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya).

Ajarkan al-Quran kepada Anak

Dalam al-Quran terkandung sejumlah Tarbiyah Imaniyah. Yang dimaksud Tarbiyah Imaniyah adalah mengikat si kecil sejak ketergantungannya kepada pilar-pilar keimanan, membiasakannya sejak ia memahami rukun-rukun Islam, serta mengajarkannya pokok-pokok syariat Islam yang mulia semenjak masa tamyiz (mampu membedakan mana yang hak dan mana yang bathil)

Mengajarkannya pilar-pilar keimanan, seperti; iman kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan iman kepada para Rasul-Nya, mengimani adanya pertanyaan dua malaikat, adzab dan nikmat kubur, pembangkitan, surga dan neraka dan semua perkara-perkara yang ghaib.
Mengajarkan rukun-rukun Islam, seperti; shalat, puasa, zakat dan haji. Mengajarkannya dasar-dasar syariat Islam, seperti; peradilan Islam, hukum-hukum Islam, undang-undang dan peraturan dalam Islam.

Dari sinilah akan lahir beberapa hal, di antaranya:

Pertama, Hubbullah (cinta kepada Allah ta’ala). Yaitu dengan menunjukkan nikmat-nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya kepada si kecil. Misalnya, bila si ayah duduk-duduk bersama si kecil ketika sedang makan seraya mengatakan kepadanya: ‘Nak, tahukah engkau siapakah yang telah memberikan makanan ini kepada kita?’

Si kecil akan menjawab: ‘Siapakah wahai ayah?’

Si ayah bertutur: ‘Allah’.

Si kecil balik bertanya: ‘Terus, bagaimana ayah?’

Maka si ayah menjelaskan: ‘Nak, karena Allah yang telah memberi rizqi kepada kita dan kepada semua manusia, maka bukankah Ilah ini yang berhak engkau cintai?’
Si kecil akan menjawab: ‘Tentu, ayah’

Seandainya si kecil sedang sakit, maka orangtua akan membiasakannya untuk selalu berdoa, seraya berkata: ‘Nak berdoalah kepada Allah semoga menyembuhkanmu, sebab Dia-lah yang memiliki penyembuhan’, lalu mendatangkan seorang dokter dan mengatakan: ‘Dokter ini hanya sekedar perantara saja, namun kesembuhan hanya datang dari Allah’. Apabila Dia mentaqdirkan kesembuhan bagi si kecil, maka orantg tua mengatakan: ‘Nak, bersyukurlah kepada Allah’, lalu menjelaskan kepadanya nikmat-nikmat Allah, sehingga si kecil akan mencintai-Nya, sebab Dia-lah yang telah mengaruniakan kesembuhan baginya.

Demikian seterusnya dalam setiap kesempatan dan dalam setiap mendapatkan kenikmatan hendaklah engkau selalu mengaitkannya kepada Yang Memberi nikmat, sehingga dalam hati si kecil tertanam  rasa cinta kepada Allah.

Kedua, Hubburrasul (cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ). Yaitu dengan mengajarkan kepada si kecil sikap-sikap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, keberanian, konsisten, kelemah lembutan, kemurahan, kesabaran dan keihklasan beliau. Dengan hal ini, seorang anak akan mencintai Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Ketiga, Muraqabatullah (menumbuhkan sifat merasa terus diawasi oleh Allah Tabaaraka wa ta’ala). Yaitu dengan mengajarkan kepada si kecil bahwa Allah selalu mengetahui dirinya dalam setiap gerakan dan diamnya, sehingga si kecil akan merasa terus diawasi oleh Allah, takut kepada Allah dan ikhlas dalam setiap amalannya hanya mencari keridhaan Allah.

Keempat, Mengajarkan kepada si kecil hukum-hukum halal dan haram. Hendaklah orangtua menjelaskan kepada si kecil tentang hal-hal yang haram sehingga ia bisa menjauhinya, hal-hal yang halal dan mubah agar ia bisa melakukannya serta menjelaskan adab-adan islami supaya ia bisa melaksanakannya.

Semoga kita senantiasa dibimbing oleh Allah agar mampu memenuhi hakhak anak, sehingga kita tidak sampai menzhaliminya, apalagi menyandang gelar orangtua yang durhaka kepada anaknya.

Abu Hudzaifah, Lc. Penulis seorang penerjemah dan penulis buku-buku islami
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah
Red: Panji Islam

Rating: 5

Monday, March 26, 2012

Hukum Memakai Gelang dan Sejenisnya sebagai Penangkal Bahaya

Hukum memakai gelang dan sejenisnya untuk menangkal bahaya adalah perbuatan syirik. Melalui tulisan ini  penulis hendak menerangkan lebih lanjut tentang pengertian tauhid dan syahadat “La Ilaha Illallah”, dengan menyebutkan hal-hal yang bertentangan dengannya, yaitu : syirik dan macam-macamnya, baik yang akbar maupun yang ashghor, karena dengan mengenal syirik sebagai lawan tauhid akan jelas sekali pengertian yang sebenarnya dari tauhid dan syahadat “La Ilah Illallah”.]

 Firman Allah Subhanahu wata’ala :

]قل أفرأيتم ما تدعون من دون الله إن أرادني الله بضر هل هن كاشفات ضره أو أرادني برحمة هل هن ممسكات رحمته قل حسبي الله عليه يتوكل المتوكلون[

“Katakanlah (hai Muhammad kepada orang-orang musyrik) : terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharotan kepadaku, apakah berhala-berhala itu dapat menghilangkan kemudharotan itu ?, atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka mampu menahan rahmatNya ?, katakanlah : cukuplah Allah bagiku, hanya kepadaNyalah orang orang yang berserah diri bertawakkal.” (QS. Az zumar, 38)

Imron bin Husain Radhiallahu’anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya :

"ما هذه ؟، قال : من الواهنة، فقال : انزعها فإنها لا تزيدك إلا وهنا، فإنك لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا "

“Apakah itu ?”, orang laki-laki itu menjawab : “Gelang penangkal penyakit”, lalu Nabi bersabda : “Lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama lamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang bisa diterima)

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir, dalam hadits yang marfu’, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

"من تعلق تميمة فلا أتم الله له، ومن تعلق ودعة فلا ودع الله له"، وفي رواية :" من تعلق تميمة فقد أشرك".

“Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan barang siapa yang menggantungkan Wada’ah maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya”, dan dalam riwayat yang lain Rasul bersabda : “Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kemusyrikan”.

[Tamimah : sesuatu yang dikalungkan di leher anak anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang, dan lain sebagainya.]
 
Wada’ah : sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang, menurut anggapan orang orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah jimat]

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ia melihat seorang laki-laki yang ditangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah Subhanahu wata’ala :
]وما يؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون[

“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan sesembahan lain). (QS. Yusuf, 106).

  
Untuk lebih singkat dan jelas, penulis coba menghadirkan kandungan-kandungan artikel diatas secara umum:

  1. Larangan keras memakai gelang, benang dan sejenisnya untuk tujuan-tujuan seperti tersebut diatas.
  2. Dikatakan bahwa sahabat Nabi tadi apabila mati sedangkan gelang (atau sejenisnya) itu masih melekat pada tubuhnya, maka ia tidak akan beruntung selamanya, ini menunjukkan kebenaran pernyataan para sahabat bahwa syirik kecil itu lebih berat dari pada dosa besar.
  3. Syirik tidak dapat dimaafkan dengan alasan tidak mengerti.
  4. Gelang, benang dan sejenisnya tidak berguna untuk menangkal atau mengusir suatu penyakit, bahkan ia bisa mendatangkan bahaya, seperti sabda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam : “… karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu”.
  5. Wajib mengingkari orang-orang yang melakukan perbuatan di atas.
  6. Penjelasan bahwa orang yang menggantungkan sesuatu dengan tujuan di atas, maka Allah akan menjadikan orang tersebut memiliki ketergantungan pada barang tersebut.
  7. Penjelasan bahwa orang yang menggantungkan tamimah telah melakukan perbuatan syirik.
  8. Mengikatkan benang pada tubuh untuk mengobati penyakit panas adalah bagian dari syirik.
  9. Pembacaan ayat di atas oleh Hudzaifah  menunjukkan bahwa para sahabat menggunakan ayat-ayat yang berkaitan dengan syirik akbar sebagai dalil untuk syirik ashghor, sebagaimana penjelasan yang disebutkan oleh Ibnu Abbas dalam salah satu ayat yang ada dalam surat Al Baqarah.
  10. Menggantungkan Wada’ah untuk mengusir atau menangkal penyakit, termasuk syirik.
  11. Orang yang menggantungkan tamimah didoakan : “semoga Allah tidak akan mengabulkan keinginannya” dan orang yang menggantungkan wada'ah didoakan : “semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada dirinya.”