Thursday, September 26, 2013

Tinggalkan Keraguan

Hadits berikut tentang perintah untuk meninggalkan keraguan. Imam An-Nawawi memasukkan hadits ini kedalam salah satu hadits arba'in.


عن أبي محمد الحسن بن علي بن أبي طالب سبط رسول الله صلى الله عليه وسلم وريحانته رضي الله عنهما قال حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم " دع ما يريبك إلى ما لا يريبك " رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح
 
Dari Abu Muhammad, Al Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, cucu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kesayangan beliau radhiallahu 'anhuma telah berkata : “Aku telah menghafal (sabda) dari Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu “.
(HR. Tirmidzi dan berkata Tirmidzi : Ini adalah Hadits Hasan Shahih)

[Tirmidzi no. 2520, dan An-Nasa-i no. 5711] 


Kalimat “yang meragukan kamu” maksudnya tinggalkanlah sesuatu yang menjadikan kamu ragu-ragu dan bergantilah kepada hal yang tidak meragukan. Hadits ini kembali kepada pengertian Hadits keenam, yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya banyak perkara syubhat”.

Pada hadits lain disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Seseorang tidak akan mencapai derajat taqwa sebelum ia meninggalkan hal-hal yang tidak berguna karena khawatir berbuat sia-sia”.

Tingkatan sifat semacam ini lebih tinggi dari sifat meninggalkan yang meragukan.


Thursday, September 19, 2013

Biografi Imam Ahmad bin Hambal

Berikut biografi Imam Ahmad bin Hambal yang telah ditulis oleh "Abu Muqbil bin Muhammad Hasyim". Yahya bin Ma'in berkata,"Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam hmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami".
Nama dan Nasab :
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang komandan pasukan di Khurasan di bawah kendali Dinasti Abbasiyah. Kakeknya mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti Abbasiyah menjadi da’i yang kritis.
Kelahiran Beliau :
Beliau dilahirkan di kota Baghdad pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 Hijriyah. Beliau tumbuh besar di bawah asuhan kasih sayang ibunya, karena bapaknya meninggal dunia saat beliau masih berumur belia, tiga tahun. Meski beliau anak yatim, namun ibunya dengan sabar dan ulet memperhatian pendidikannya hingga beliau menjadi anak yang sangat cinta kepada ilmu dan ulama karena itulah beliau kerap menghadiri majlis ilmu di kota kelahirannya.
Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia 15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula.
Keadaan fisik beliau :
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Beliau senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain.
Yang lain mengatakan, "Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)"
Keluarga beliau :
Beliau menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Beliau melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.

Kecerdasan beliau :
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, "Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya".
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, "Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya".
Abu Zur’ah pernah ditanya, "Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?" Beliau menjawab, "Ahmad". Beliau masih ditanya, "Bagaimana Anda tahu?" beliau menjawab, "Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya". Abu Zur’ah mengatakan, "Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits".

Pujian Ulama terhadap beliau :
Abu Ja’far mengatakan, "Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Beliau sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya".
Imam Asy-Syafi’i berkata, "Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah".
Ibrahim Al Harbi memujinya, "Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu".
Kezuhudannya :
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, "Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil".
Tekunnya dalam ibadah
Abdullah bin Ahmad berkata, "Bapakku mengerjakan shalat dalam sehari-semalam tiga ratus raka’at, setelah beliau sakit dan tidak mampu mengerjakan shalat seperti itu, beliau mengerjakan shalat seratus lima puluh raka’at.
Wara’ dan menjaga harga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, "Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya". Ada juga yang mengatakan, "Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya". Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau menerimanya.
Tawadhu’ dengan kebaikannya :
Yahya bin Ma’in berkata, "Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami".

Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, "Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas".
Al Marrudzi berkata, "Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Beliau sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya".
Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, "Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?" beliau mengatakan, "Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!"
Sabar dalam menuntut ilmu
Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, "Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdirrazzak".
Hati-hati dalam berfatwa :
Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada beliau, "Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Beliau menjawab, "Tidak cukup". Hingga akhirnya ia berkata, "Apakah cukup lima ratus ribu hadits?" beliau menjawab. "Saya harap demikian".
Kelurusan aqidahnya sebagai standar kebenaran
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, "Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya". Sufyan bin Waki’ juga berkata, "Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik".
Masa Fitnah :
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi di masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, "Bagaimana kalian menyikapi hadits "Sesungguhnya Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergajirorang-orang sebelum kalian kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya". HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, "Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja".

Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, "Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat".
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Beliau mengatakan, "Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, "Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia". Maka hatiku bertambah kuat".
Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, "Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, "Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya".
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, "Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!
Guru-guru Beliau
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
1.      Ismail bin Ja’far
2.      Abbad bin Abbad Al-Ataky
3.      Umari bin Abdillah bin Khalid
4.      Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
5.      ImamAsy-Syafi’i.
6.      Waki’ bin Jarrah.
7.      Ismail bin Ulayyah.
8.      Sufyan bin ‘Uyainah
9.       Abdurrazaq
10.  Ibrahim bin Ma’qil.

Murid-murid Beliau :
Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah :
1. Imam Bukhari.
2. Muslim
3. Abu Daud
4. Nasai
5. Tirmidzi
6. Ibnu Majah
7. Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya.
8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
11. dan lain-lainnya.

Wafat beliau :
Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan nafas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.

Karya beliau sangat banyak, di antaranya :
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, "Kitab ini hilang".
3. Kitab Az-Zuhud
4. Kitab Fadhail Ahlil Bait
5. Kitab Jawabatul Qur’an
6. Kitab Al Imaan
7. Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah
8. Kitab Al Asyribah
9. Kitab Al Faraidh

Terlalu sempit lembaran kertas untuk menampung indahnya kehidupan sang Imam. Sungguh sangat terbatas ungkapan dan uraian untuk bisa memaparkan kilauan cahaya yang memancar dari kemulian jiwanya. Perjalanan hidup orang yang meneladai panutan manusia dengan sempurna, cukuplah itu sebagai cermin bagi kita, yang sering membanggakannya namun jauh darinya.

Dikumpulkan dan diterjemahkan dari kitab Siyar A’lamun Nubala
Karya Al Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah
Sumber: Majalah As Salam

Tuesday, September 17, 2013

Berbagai Alasan Wanita Enggan Berjilbab


Berbagai Alasan Enggan Berjilbab
Berbagai Alasan Enggan Berjilbab - Berbagai alasan sering dikemukakan oleh para wanita yang masih enggan berjilbab. Coba perhatikan beberapa alasan mereka:

Pertama: Yang penting hatinya dulu yang dihijabi.

Alasan, semacam ini sama saja dengan alasan orang yang malas shalat lantas mengatakan, “Yang penting kan hatinya.” Inilah alasan orang yang punya pemahaman bahwa yang lebih dipentingkan adalah amalan hati, tidak mengapa seseorang tidak memiliki amalan badan sama sekali. Inilah pemahaman aliran sesat “Murji’ah” dan sebelumnya adalah “Jahmiyah”. Ini pemahaman keliru, karena pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah, “Din dan Islam itu adalah perkataan dan amalan, yaitu [1] perkataan hati, [2] perkataan lisan, [3] amalan hati, [4] amalan lisan dan [5] amalan anggota badan.”[4]

Imam Asy Syaafi’i rahimahullah menyatakan,

الإيمان قول وعمل يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية

“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat.”[5]

Jadi tidak cukup iman itu dengan hati, namun harus dibuktikan pula dengan amalan.

Kedua: Bagaimana jika berjilbab namun masih menggunjing.

Alasan seperti ini pun sering dikemukakan. Perlu diketahui, dosa menggunjing (ghibah) itu adalah dosa tersendiri. Sebagaimana seseorang yang rajin shalat malam, boleh jadi dia pun punya kebiasaan mencuri. Itu bisa jadi. Sebagaimana ada kyai pun yang suka menipu. Ini pun nyata terjadi.

Namun tidak semua yang berjilbab punya sifat semacam itu. Lantas kenapa ini jadi alasan untuk enggan berjilbab? Perlu juga diingat bahwa perilaku individu tidak bisa menilai jeleknya orang yang berjilbab secara umum. Bahkan banyak wanita yang berjilbab dan akhlaqnya sungguh mulia. Jadi jadi kewajiban orang yang hendak berjilbab untuk tidak menggunjing.

Ketiga: Belum siap mengenakan jilbab.

Kalau tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa nanti jika sudah pipi keriput dan rambut beruban? Setan dan nafsu jelek biasa memberikan was-was semacam ini, supaya seseorang menunda-nunda amalan kebaikan.

Ingatlah kita belum tentu tahu jika besok shubuh kita masih diberi kehidupan. Dan tidak ada seorang pun yang tahu bahwa satu jam lagi, ia masih menghirup nafas. Oleh karena itu, tidak pantas seseorang menunda-nunda amalan. “Oh nanti saja, nanti saja”. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberi nasehat yang amat bagus,

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Jika engkau berada di waktu sore, janganlah menunggu-nunggu waktu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu-nunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu. Manfaatkan pula masa hidupmu sebelum datang kematianmu” (HR. Bukhari no. 6416). Nasehat ini amat bagus bagi kita agar tidak menunda-nunda amalan dan tidak panjang angan-angan.[6]

Jika tidak sekarang ini, mengapa mesti menunda berhijab besok dan besok lagi. Seorang da’i terkemuka mengatakan nasehat 3 M, “Mulai dari diri sendiri, mulai dari saat ini, mulai dari hal yang kecil”.

Wallahu a'lam bish-shawab.

[5] Hilyatul Awliya’, Abu Nu’aim, Darul Kutub Al ‘Arobi, 1405, 9/115.

[6] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Darul Muayyid, cetakan pertama, 1424 H, hal. 455.

Referensi: situs islam Indonesia

Kewajiban Berhijab itu Setiap Saat

Kewajiban Berjilbab itu Setiap Saat
Wahai saudariku, bagaimana kewajiban jilbab ini disebutkan langsung pada wahyu yang datang dari langit. Allah Subhanhu Wa Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab: 59).

Allah Subhanhu Wa Ta'ala juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dar padanya.” (QS. An Nuur: 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. Berarti selain wajah dan telapak tangan termasuk aurat yang wajib ditutupi.[1]

Suatu perkara yang dikatakan wajib tentu saja bukan hanya dikenakan musiman. Sebagaimana halnya shalat, jika diperintahkan dan itu wajib, tentu saja diwajibkan setiap saat dan bukan hanya satu waktu.

Wallahu'alam

[1] Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, Maktabah Al Iman, cetakan pertama, 1420 H, hal. 14.

Hadits-Hadits Tentang Istri Sholehah

Istri Sholehah dan Sifat-sifatnya 


Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir seorang wanita, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangganya.

Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:

1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)

2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta’ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)

7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar’i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)

Referensi: situs islam Indonesia

Monday, September 16, 2013

Kisah Rasulullah Dengan Pengemis Yahudi

Kisah Rasulullah Dan Pengemis Yahudi

Pada masa kerasulan Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta. Setiap hari pengemis itu selalu berkata kepada semua orang yang berlalu lalang di sekitarnya, “Jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.”

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad orang yang selalu ia caci maki dan sumpah serapahi. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yang tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?”

Aisyah menjawab, “Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum Ayah lakukan kecuali satu saja.” “Apakah itu?” tanya Abu Bakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya. “Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya Abubakar r.a pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu ?”

Abubakar menjawab, “Aku orang yang biasanya kesini tiap pagi.”

“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta itu dengan ketus “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku.”

Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu.

“Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.” Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan Abubakar, dan kemudian berkata.

“Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…. ” Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim. Shalawat teruntuk Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam…

Referensi: Situs Islam

Siapakah Wanita Pertama Penghuni Surga?


Wanita Pertama Penghuni Surga, Dialah Mutiah

Wanita Pertama Penghuni Surga, Dialah Mutiah
Muslimahzone.com - Suatu hari putri Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Fatimah Az Zahra ra. bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam., siapakah wanita pertama yang memasuki surga setelahUmmahatul Mukminin setelah istri-istri Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.? Rasulullah bersabda: Dialah Mutiah.

Berhari-hari Fatimah Az Zahra berkeliling kota Madinah untuk mencari tahu keberadaan siapa Mutiah itu dan dimana wanita yang dikatakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. itu tinggal. Alhamdulillah dari informasi yang didapatkannya, Fatimah mengetahui keberadaan dan tempat tinggal Mutiah di pinggiran kota Madinah.

Atas ijin suaminya Ali bin Abi Thalib, maka Fatimah Az Zahra dengan mengajak Hasan putranya untuk bersilaturahmi ke rumah Mutiah pada pagi hari. Sesampainya di rumah Mutiah, maka Fatimah yang sudah tidak sabar segera mengetuk pintu rumah Mutiah dengan mengucapkan salam.

“Assalaamu’alaikum ya ahlil bait.” Dari dalam rumah terdengar jawaban seorang wanita, “Wa’alaikassalaam … siapakah diluar?” lanjutnya bertanya. Fatimah menjawab, “Saya Fatimah putri Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.” Mutiah menjawab, “Alhamdulillah, hari ini rumahku dikunjungi putri Nabi junjungan alam semesta.”

Segera Mutiah membuka sedikit pintu rumahnya, dan ketika Mutiah melihat Fatimah membawa putra laki-lakinya yang masih kecil (dalam riwayat masih berumur 5 tahun). Maka Mutiah kembali menutup pintu rumahnya kembali, terkagetlah Fatimah dan bertanyalah putri Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kepada Mutiah dari balik pintu.

“Ada apa gerangan wahai Mutiah? Kenapa engkau menutup kembali pintu rumahmu? Apakah engkau tidak mengijinkan aku untuk mengunjungi dan bersilaturahim kepadamu?”

Mutiah dari balik pintu rumahnya menjawab, “Wahai putri Nabi, bukannya aku tidak mau menerimamu di rumahku. Akan tetapi keberadaanmu bersama dengan anak laki-lakimu Hasan, yang menurut ajaran Rasulullah tidak membolehkan seorang istri untuk memasukkan laki-laki ke rumahnya ketika suaminya tidak ada di rumah dan tanpa ijin suaminya. Walaupun anakmu Hasan masih kecil, tetapi aku belum meminta ijin kepada suamiku dan suamiku saat ini tidak berada dirumah. Kembalilah besok biar aku nanti meminta ijin terlebih dahulu kepada suamiku.”

Tersentaklah Fatimah Az-Zahra mendengarkan kata-kata wanita mulia ini, bahwa argumentasi Mutiah memang benar seperti yang diajarkan ayahnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Akhirnya Fatimah pulang dengan hati yang bergejolak dan merencanakan akan kembali besok hari.

Pada hari berikutnya ketika Fatimah akan berangkat ke rumah Mutiah, Husein adik Hasan rewel tidak mau ditinggal dan merengek minta ikut ibunya. Hingga akhirnya Fatimah mengajak kedua putranya Hasan dan Husein. Dengan berpikir bahwa Mutiah sudah meminta ijin kepada suaminya atas keberadaannya dengan membawa Hasan, sehingga kalau dia membawa Husein sekaligus maka hal itu sudah termasuk ijin yang diberikan kepada Hasan karena Husein berusia lebih kecil dan adik dari Hasan.

Namun ketika berada didepan rumah Mutiah, maka kejadian pada hari pertama terulang kembali. Mutiah mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh suaminya hanya untuk Hasan, akan tetapi untuk Husein Mutiah belum meminta ijin suaminya.

Semakin galau hati Fatimah, memikirkan begitu mulianya wanita ini menjunjung tinggi ajaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. dan begitu tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya.

Pada hari yang ketiga, kembali Fatimah bersama kedua anaknya datang ke rumah Mutiah pada sore hari. Namun kembali Fatimah mendapati kejadian yang mencengangkan, dia terkagum. Mutiah didapati sedang berdandan sangat rapi dan menggunakan pakaian terbaik yang dipunyai dengan bau yang harum, sehingga Mutiah terlihat sangat mempesona.

Dalam kondisi seperti itu, Mutiah mengatakan kepada Fatimah bahwa suaminya sebentar lagi akan pulang kerja dan dia sedang bersiap-siap menyambutnya. Subhanallah, kita merindukan istri yang demikian. Yaitu ketika suami pulang kerja dia berusaha menyambutnya dengan kondisi sudah mandi, sudah berdandan, sudah memakai pakaian yang bagus, dan siap menyambut kedatangan suami di halaman rumah dengan senyuman terindah penuh kasih dan sayang. Ya Allah, jadikanlah istri-istri kami seperti Mutiah.

Akhirnya Fatimah pulang kembali dengan kekaguman yang tak terperi kepada Mutiah. Dan pada hari yang keempat, Fatimah datang kembali ke rumah Mutiah lebih sore dan berharap bahwa suaminya sudah berada di rumah atau sudah pulang dari kerja. Dan Alhamdulillah memang pada saat Fatimah datang, suami Mutiah baru saja sampai di rumah pulang dari kerja.

Fatimah dan kedua anaknya Hasan dan Husein dipersilahkan masuk oleh Mutiah dan suaminya ke rumahnya. Fatimah melihat sebuah pemandangan yang jauh lebih mengesankan dibanding dengan yang dihadapinya sejak hari pertama. Mutiah sudah menyiapkan baju ganti yang bersih untuk suaminya, sambil menuntun suaminya ke kamar mandi. Mutiah terlihat mulai melepaskan baju suaminya, dan mereka berdua hilang masuk ke bilik kamar mandi. Dan yang dilakukan oleh Mutiah adalah memandikan suaminya. Subhanallah… Tsumma Subhanallah.

Selesai memandikan suaminya, Fatimah menyaksikan Mutiah menuntun suaminya menuju ke tempat makan. Dan suaminya sudah disiapkan makanan dan minuman yang dimasaknya seharian. Sebelum memakan makanan yang sudah disiapkan, Mutiah masuk ke dalam rumah dan keluar dengan membawa cambuk sepanjang 2 meter dan diberikan kepada suaminya dengan mengatakan.

“Wahai suamiku, seharian aku telah membuat makanan dan minuman yang ada didepanmu. Sekiranya engkau tidak menyukai dan tidak berkenan atas masakan yang aku buat, maka cambuklah diriku.”

Tanpa bertanya apa-apa, Fatimah sudah memahami apa yang dikatakan oleh ayahnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. tentang wanita pertama penghuni surga setelah para istri Nabi yaitu Mutiah.

Fatimah pulang menangis haru dan bahagia karena sudah mendapatkan jawaban bagaimana istri yang sholihah. Seperti yang ada pada diri Mutiah, yang mendapatkan kehormatan sebagai wanita yang paling dahulu memasuki surga Allah Subhanhu Wa Ta'ala.

Wallahu a’lam bish shawab
Referensi: Oleh: Silmi Nurdini Kamilah," (Islampos.com/muslimahzone.com)