Monday, June 17, 2013

Toleransi Islam Menurut Pandangan Al-Qur'an Dan As-Sunnah

Sesungguhnya segala puji bagi Allah kita memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampun kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kita dan kejelekan amal-amal kita.

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat menunjukinya.

Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Amma ba'du
Sesungguhnya sikap toleransi dalam Islam sangat nampak pada setiap perintah dan larangannya. Bahkan sampai kedetailnya, maka seharusnyalah sikap ini menjadi kebangkitan baru untuk menapaki mutiaranya, setiap liku-liku dan aturan-aturannya.
Sikap toleransi Islam ini tidak pernah walaupun sehari, menjadi sebuah kilauan emas yang membuat orang-orang berdesakan mengejar fatamorgana di siang yang terik, orang haus mengiranya air namun tatkala didatangi, dia tidak mendapatkan apa-apa. Tapi sikap toleransi Islam ini lebih besar daripada mafhum kemanusiaan yang dielu-elukan oleh yayasan-yayasan dan paguyuban jahiliyah di masa kini, dimana, dengan ucapan-ucapan indah mereka menipu berbagai suku bangsa dan kabilah, karena toleransi Islam memiliki makna yang luas mencakup hewan dan tetumbuhan dan mempunyai prinsip bahwa hubungan seorang muslim dengan makhluk lainnya adalah rasa kasih dan sayang walaupun dalam hal membunuh dan menyembelih.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh (dalam qishah atau perang, -pent) maka berbuat baiklah dalam cara membunuh, dan bila kalian menyembelih, maka berbuat baiklah dalam cara menyembelih, hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan parangnya dan menyenangkan sembelihannya" [Hadits Riwayat Muslim No. 1955, Ashabus Sunan dan yang lainnya]
Toleransi dalam Islam lebih dalam (nilai kandungannya) daripada mafhum kemanusiaan masa kini, karena toleransi ini menembus penampilan dhahir dan yang kasat mata sampai ke dasar lubuk hati yang paling dalam.
Toleransi dalam Islam lebih kekal dari mafhum kemanusiaan masa kini yang akan habis dengan punahnya jenis manusia di muka bumi ini, karena toleransi ini akan menyambungkan seorang muslim dengan kehidupan akhiratnya, di mana dia akan kekal berkat rahmat dari Tuhannya di dalam surga yang penuh kenikmatan dan dia akan mewarisi Al-Firdaus Al-A'la menurut kadar andilnya dalam toleransi ini.

Keheranan-ku tidak pernah hilang terhadap para penulis Muslim yang menjuluki Toleransi Islam dengan "Kemanusiaan Islam", mereka menyerupai ucapan orang-orang kafir.
Mereka ini tatkala melakukan tindakan tadi telah terjatuh dalam kesalahan bertumpuk, sebagiannya lebih tinggi dari yang lainnya.
Pertama, mereka telah mengganti kebaikan dengan sesuatu yang amat jelek, dimana mereka lebih mengedepankan istilah yang dibuat orang sekarang dan menolak istilah Islami yang termuat dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan hadist-hadits Nabi yang shahih.
Terakhir, mereka mempersempit lingkup yang luas, karena mafhum toleransi dalam Islam lebih luas dan lapang daripada daerah 'kemanusiaan', sebagaimana yang engkau (pembaca) lihat baru saja.
Risalah yang ada dihadapanmu ini wahai saudaraku muslim, akan mengantarmu ke serambi toleransi Islam yang luas, agar engkau dapat leluasa dalam naungan-Nya dan memetik buahnya yang telah masak, supaya kebaikannya dapat dirasakan oleh umat Islam dan dapat menguatkan jalinan tali cinta dan kelembutan dikalangan para da'i Islam. Sehingga darah mereka saling terlindungi, orang rendahnya dapat mengejar tanggung jawab mereka, bersatu bergandengan tangan. Melawan musuh-musuhnya dan menyelamatkan manusia dari jerat-jerat kesesatan menuju jalan yang lurus.

Sungguh, saya berharap kepada Allah semoga saya telah memudahkan, meringankan dan menggampangkan mafhum toleransi kepada kaum muslimin semampuku. Mudah-mudahan Allah mema'afkan aku dan saudara-saudaraku fillah pada suatu hari yang tidak akan bermanfaat harta benda dan keturunan kecuali yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat.
Wa-'alaa Al-Llahi Qashdu As-Sabiili.

Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly
Pada tanggal 8 Syawal tahun 1407 Hijriyah

No comments:

Post a Comment