Pangkat dan kedudukan di tengah  manusia -jika disyukuri-  merupakan salah satu nikmat Allah Subhanahu wata’ala  atas hambaNya. Di antara cara bersyukur atas nikamat ini adalah dengan  menggunakan pangkat dan kedudukan tersebut buat mashlahat dan kepentingan umat.  Ini merupakan realisasi dari sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam  :
“Barangsiapa di antara kalian bisa  memberi manfaat kepada saudaranya, hendaknya ia lakukan” (HR Muslim  :4/1726).
Orang yang dengan pangkatnya bisa  memberikan manfaat kepada saudaranya sesama muslim, baik dalam mencegah  kezhaliman daripadanya atau mendatangkan manfaat untuknya –jika niatnya Ikhlas-  tanpa diikuti perbuatan haram atau merugikan orang lain ia akan mendapat pahala  di sisi Allah Tabaroka wata’ala. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi  wasallam :
“Berilah pertolongan, niscaya  kalian diberi pahala” (HR Abu Dawud, 5132, Hadits ini terdapat dalam shahihain,  Fathul Bari, 10/450, bab Ta’awanul mukminin Ba’dhuhum  Ba’dha).
Tetapi ia tidak boleh mengambil  upah dari pertolongan dan perantaraan yang ia berikan. Ini berdasarkan hadits  marfu’ dari Abu Umamah:
“barangsiapa memberi pertolongan  kepada seseorang, lalu ia diberi hadiah (atas pertolongan itu) kemudian (mau)  menerimanya, sungguh ia telah mendatangi pintu yang besar di antara pintu-pintu  riba” (HR Imam Ahmad, 5/261, shahihul jami’ : 6292).
Sebagian orang menggunakan pangkat  dan jabatannya untuk mengeruk keuntungan materi. Misalnya dengan mensyaratkan  imbalan dalam pangangkatan kepegawaian seseorang, atau dalam memindahtugaskan  pegawai dari satu daerah ke daerah lain, atau juga dalam mengobati pasien yang  sakit, dan hal lain yang semacamnya.
Berkata Syaikh Abdul Aziz bin Baz,  menurut pendapat yang kuat, imbalan yang diterimanya itu hukumnya haram.  Berdasarkan hadits Abu Umamah sebagaimana telah disebut di muka. Bahkan secara  umum hadits itu mencakup pula penerimaan imbalan yang tidak disyaratkan di  muka.
cukuplah orang yang berbuat baik  itu mengharap imbalannya dari Allah kelak pada hari kiamat. Suatu hari seorang  laki-laki datang kepada Al Hasan bin Sahal meminta pertolongan dalam suatu  keperluan, sehingga ditolongnya. Laki-laki itu berterima kasih kepada Al Hasan.  Tetapi Al Hasan bin Sahal berkata :” Atas dasar apa engkau berterima kasih  kepada kami ? Kami memandang bahwasanya pangkat wajib dizakati, sebagaimana  harta wajib dizakati.” [Al Adab Asy Syar’iyah oleh Ibnu Muflih :  2/176]
Perlu dicatat, ada perbedaan  antara mengupah dan menyewa seseorang untuk melakukan tugas, mengawasi atau  menyempurnakannya dengan menggunakan pangkat dan kedudukannya untuk tujuan  materi. Yang pertama, jika memenuhi persyaratan syari’at diperbolehkan karena  termasuk dalam bab sewa menyewa, sedang yang kedua hukumnya haram.
 
No comments:
Post a Comment